Mohon tunggu...
Tegar WahyuNugroho
Tegar WahyuNugroho Mohon Tunggu... Guru - SMK PGRI 2 Kediri

Saya ada seseorang yang gemar membaca dan menuangkan gagasan dalam bentuk tulisan berita. Harapan saya tulisan yang telah dibuat dapat dinikmati dan bermanfaat bagi orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Seni

Mengulik Sejarah Ketoprak Siswo Budoyo Tulungagung

11 Juni 2024   21:48 Diperbarui: 11 Juni 2024   22:07 325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di ruangan yang tidak teralalu besar terdapat beberapa tumpukan buku yang tersusun rapi di atas meja. Seseorang duduk manis membaca buku. Seseorang itu adalah Endang Waryanti seorang dosen dan salah satu penerus ketoprak legendaris dari Tulungagung, Siswo Budoyo namanya. Walaupun sudah tidak pentas lagi, Endang Waryanti berusaha melestarikan dengan cara menulis artikel penelitian mengenai ketoprak Siswo Budoyo.

Ketoprak merupakan seni sandiwara tradisional Jawa. Menurut buku hasil Penelitian Proyek Pembinaan Kesenian Direktorat Pembinaan Kesenian Dirjen Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia ketoprak lahir di Surakarta sekitar tahun 1908, diciptakan oleh almarhum Raden Mas Tumenggung Wreksodiningrat.

Pada awalnya ketoprak menggunakan alat-alat pukul sebuah lesung, kendang, terbang dan seruling. Pemain utamanya Ki Wisangkara dan mbok Gendra atau lebih dikenal Nyi Badur. Lagu-lagu yang sering mengiringi antara lain Kuputarung, Megamendung, Simak-simak, Buluktiba, dan Randangangsu.

Kesuburan ketoprak tidak saja didominasi oleh masyarakat Surakarta, Yogyakarta dan sekitarnya, tetapi masyarakat Jawa Timur tidak kalah pentingnya ikut melestarikan dan membudayakan (menghidupkan) seni budaya tradisional yang disebut ketoprak.

Bagi generasi 60-an pasti tidak asing dengan kesenian ketoprak legendaris Siswo Budoyo. Paguyuban kesenian ketoprak Siswo Budoyo lahir dari kawasan kota Tulungagung tepatnya pada tanggal 19 Juni 1958 di desa Kiping, Kecamatan Gondang Kawedanan Kalangbret. Ki Siswondho Hs bersama Ibu Rumani (istri pertama Ki Siswondo), Bapak Ruslan (sahabat Ki Siswondo), dan Bapak Mulyadi (carik desa Ngerendeng) mendirikan suatu paguyuban ketoprak dengan nama Siswo Budoyo.

"Nama Siswo Budoyo memiliki arti yang mendalam. Kata "Siswo" berarti murid atau cantrik sedangkan "Budoyo" berarti budaya. Jadi nama tersebut  diartikan murid yang mengabdi pada budaya (kesenian) khususnya kesenian Jawa," ujar Endang Waryanti putri dari Ki Siswondo sekaligus penerus ketoprak Siswo Budoyo.

Selama tahun 1958-1962 Siswo Budoyo hanya bermain di kota Tulungagung dan sekitarnya. Pertama kali tampil ketoprak Siswo Budoyo hanya menggunakan karung kain putih yang dibuka menjadi persegi panjang lalu dijahit dengan panjang selerbar panggungnya. Seiring perkembangannya yang semula karung diganti dengan kain yang digambar secara manual.

"Dahulu ornamen perlengkapan untuk panggung seperti gapura dan kain untuk backgroundnya digambar sendiri. Jadi memang kreativitas dan jiwa seninya sangat bagus," beber Endang Waryanti.

Pada tahun 1963 Ki Siswondho mencanangkan mengganti nama ketoprak Siswo Budoyo dengan tambahan "Gaya Baru", bertujuan untuk menggaya barukan sistem pentas ketoprak namun dengan tidak meninggalkan ciri dari ketoprak itu sendiri, istilah gaya baru tidak hanya sebuah embel-embel nama saja, namun Ki Siswondho juga melakukan beberapa pembaruan ke dalam banyak aspek seperti pementasan cerita tidak lagi banyak diwarnai dengan dialog yang berupa nyanyian. Nyanyian dipergunakan untuk waktu tertentu saja, sedangkan pembicaraan tokohnya sudah berupa dialog. Begitu juga peralatan yang mengiringinya sudah lengkap dan cukup modern.

Ketoprak Siswo Budoyo bekerja sama dengan pihak televisi TVRI Surabaya pada awal tahun 80-an. Program tersebut sukses menyedot animo pemirsa sehingga TVRI meminta cerita baru setiap bulannya.

"Pada saat kerja sama dengan TVRI Surabaya ada kuis cerita berhadiah dinamakan Ampak-Ampak Sanggagalapura, yaitu tebak-tebakan mengenai isi, tokoh, dan amanat dari cerita yang telah dipentaskan. Jawabannya dahulu dikirim melalui pos, jawaban yang benar mendapat hadiah. Hadiah utamanya adalah modil," ujar Endang Wayanti dengan senyuman yang terpancar dari wajahnya.

Ketoprak Siswo Budoyo berangsur surut pada akhir tahun 90-an, pada saat Ki Siswondho yang mulai sakit-sakitan, keadaan ekonomipun mulai sulit, Ki Siswondho dirawat di RS Pare, Kediri. Ki Siswondo meninggal dunia pada tahun 1997.

Setelah Ki Siswondo meninggal kepemimpinan ketoprak di pegang oleh istri almarhum Ki Siswondo yaitu Ibu Endang Wijayanti dan diteruskan kepada anak Ki Siswondo yaitu Ibu Endang Waryanti. Pada tahun 1999-2002 dikarenakan krisis moneter dan faktor lain membuat Ketoprak Siswo Budoyo berhenti.

Harapan Endang Waryanti sebagai salah satu penerus atau pewaris ketoprak Siswo Budoyo yaitu membuat museum ketoprak Siswo Budoyo.

"Harapan saya ingin membuat museum ketoprak Siswo Budoyo. Museum tersebut bisa dijadikan tempat edukasi dan ikon wisata Tulungagung. Penyerahan proposal juga sudah diupayakan namun belum ada konfirmasi dari pihak terkait," pungkas Endang Waryanti.

(Tgr)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun