(Deklarasi KAMI butir ke 5)
Oleh Syamsul Bahri, SE
Dinamika Politik menjelang Pemilukada serentak tanggal 9 Desember 2020 semakin hari semakin hangat, terutama terkait dengan proses mencari dukungan politik sebagai Baca-Kada melalui loby politik dengan partai pengusung atau pendukung.
Kondisi tersebut semakin hangat dan dinamis, ada yang ketawa ada yang kecewa dan ada yang sakit harti, pada hal proses masih akan berjalan menuju the last minutes.
Dari beberapa pengamatan penulis, ada Baca-Kada yang sudah dapat surat tugas atau rekomendasi, ternyata tidak mendapat dukungan bahkan dukungan ditarik Kembali oleh DPP, walupun rekomndasi tersebut diberikan melalui Propinsi atau Kabupaten/Kota kepada DPP, kekecewaan dan sakit hati pasti tidak terhindarkan lagi, pastinya secara langsung atau tidak langsung terkait dengan cost politik atau mahar politik yang sudah dikeluarkan.
Ditengah hiruk pikuk proses rekruitmen Baca-Kada tersebut oleh Partai Politik di DPP, ada semacam gerakan atau keinginan masyarakat atau ketakutan masyarakat akan munculnya pasangan Dinasti Politik dibeberapa wilayah Pemilihan Kepala Daerah, terutama untuk Baca-Kada Bupati/Wali Kota.
Politik dinasti dalam wacana publik maupun diskusi publik di berbagai media dengan isu politik dinasti menjelang Pemilu-KADA serentak Desember 2020 dan menjadikan isu sangat menarik dikarenakan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden KH Muhammad Ma'ruf Amin sendiri menghidupkan kembali Dinasti Politik yang diperbincangkan mengenai politik dinasti, termasuk pejabat public lainnya.
Isu penolakan Dinasti Politik sebagai pasangan dalam Pemilukada semakin hari semakin hangat dan panas, dan semakin intens dibahas di media public, dan isu tersebut semakin intens dalam deklarasi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) tanggal 18 Agustus 2020 yang berisikan salah satu butir yaitu butir ke 5 di antara 8 butir yang berbunyi "Menuntut penyelenggaraan negara untuk menghentikan sistem dan praktik korupsi, kolusi dam nepotisme (KKN), serta sistem dan praktik oligarki, kleptokrasi, politik dinasti dan penyelewengan/ penyalahgunaan kekuasaan.
Menyikapi kondisi tersebut penulis mencoba mencari dan memberikan analisa, apa yang menjadi latar belakang adanya penolakan masyarakat terhadap munculnya pasangan Dinasti Politik tersebut, antara lain sbb.
- The injustice of democracy, adalah secara etika tidak baik karena dapat menyebabkan ketidak adilan dalam distribusi kekuasaan politik, bahkan akan mencederai semangat dari demokrasi, dimana kekuasaan politik harus didistribusikan secara merata kepada masyarakat. Kontestasi politik yang  langsung, umum, bebas dan rahasia serta jujur dan adil (luber dan jurdil) yang bertujuan sesuai tujuan dan arah demokrasi, menjadi impian masyarakat Indonesia dalam Pemilu-KADA, justru cenderung dipengaruhi oleh sistem kepentingan keluarga, mulai dari proses pencalonan hingga kemenangan tersebut dilakukan dengan berbagai macam cara asal keluarga yang berkuasa. Ini bukanlah yang pertama kali dalam praktik dinasti politik, sudah menerapkan dinasti politik yang mengancam demokrasi. Disadarioleh kita semua, setiap orang memiliki kesempatan yang sama  untuk ikut serta dalam kontestasi politik, begitupula untuk mengakses jabatan publik baik sebagai Gubernur, Bupati maupun Walikota. Namun demokrasi melalui Pemilu-KADAserentak yang seharusnya memberikan kesempatan lebih luas bagi banyak orang, justru sebaliknya menumbuh suburkan dinasti politik didaerah;
- The contrary to political democracy adalah oligarki kekuasaan atau Dinasti Politik saja sangat bertentangan dengan demokrasi, sebab cenderung menimbulkan  budaya KKN semakin menggurita. Oleh sebab itu perlu adanya sistem demokrasi yang membangun kekuatan mengontrol kekuasaan agar tidak terjadi abuse of power;
- The Economically detrimental, adalah ditinjau dari secara aspek ekonomi sangat merugikan masyarakat, kemiskinan yang semakin dalam, tentunya terakumalasi menjadi Human Developmen Indek, pertumbuhan ekonomi, kemiskinan dan rendahnya tingkat mutu Pendidikan diwilayah tersebut, pembangunan infrastruktur yang tidak maksimal, korupsi meraja lela, Â Siapa yang diuntungkan? Tentu pihak-pihak yang berkepentingan dengan para calon terkait dinasti politik yang mendapatkan keuntungan jika menang dalam Pemilu-KADA. Namun bagi rakyat, tak ada korelasi positif antara dinasti politik dengan kesejahteraan rakyat;
- The preparation early process adalah secara politik cenderung sudah dipersiapkan lebih awal, baik dukungan infrasruktur politik, dan infrastuktur birokrasi, pengusaha, financial, sponsorship dll yang lebih mumpuni dibanding calon non dinasti politik;
- The Tend to Corruption, koncoisme and Nepotism, Dinasti Politik cenderung money Politik atau politik uang, terkait dengan Pemilu-KADA sepanjang musim Politik, politik uang memang sudah menjadi suatu kegiatan yang sangat sulit untuk dihindari dan ditolak, money politik memberi kesan "ada tapi tiada" yang cenderung memainkan invisible hand;
- The blurring of supervision and control, adalah akan terjadi pengaburan fungsi atau bahkan meniadakan fungsi checks and balances dalam pemerintahan, dimana checks and balances yang buruk akan mengarah ke praktik KKN;
- The good access to power and budget, adalah politik dinasti mempunyai akses terhadap kebijakan dan akses terhadap alokasi anggaran sehingga dapat memberikan keuntungan pribadi untuk memenangi pemilihan kepala daerah atau memenangkan kelompok-kelompok;
- The Political parties tend to support political dynasties adalah Partai Politik  cenderung mendukung calon dari Dinasti Politik dan menghambat peluang untuk calon non dinasti Politik (mudah2an tidak terjadi) himbaun Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Dini Suryani, mendorong partai politik (parpol) agar tidak mengusung figur dari dinasti politik sebagai calon kepala daerah di Pemilu-KADA 2020. Ini sebagai upaya menghentikan praktik politik dinasti di Indonesia, Di sisi lain, kita pesimistis parpol akan setuju dengan usulan ini karena lebih tertarik mencalonkan orang yang erat dengan politik kekerabatan atau politik dinasti. (parpol diminta tak calonkan figure dinasti politik diPemilu-KADA, Republika.Co.id, 07/07/2020);
- The programs are not important but personal is more important, kita menyadari bahwa Pemilu-KADAkita menganut sistem pemilu yang sangat fokus pada personal dibandingkan program kerja yang berbasis Visi dan Misi. Apalagi saat ini, Indonesia tidak memiliki regulasi yang kuat untuk mencegah praktik politik dinasti di daerah; Nicollo Machiavelli dalam salah satu magnum opus-nya Il Principe (Sang Pangeran) berujar, kekuasaan harus digapai dan dipertahankan, meski harus membuang bab etika ke tong sampah. Jika filsuf era Renaisans itu masih hidup kini, barangkali ia akan tertawa melihat cara pemimpin mempertahankan kekuasaannya. Petuah Machiavelli rupanya masih abadi hingga sekarang. Ia dilanggengkan lewat dinasti politik, nepotisme jabatan, tukar guling, dan bagi-bagi kue kepada para rente.
Tidak salah dalam deklarasi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) tanggal 18 Agustus 2020 yang berisikan salah satu butir yaitu butir ke 5 yang berbunyi "Menuntut penyelenggaraan negara untuk menghentikan sistem dan praktik korupsi, kolusi dam nepotisme (KKN), serta sistem dan praktik oligarki, kleptokrasi, politik dinasti dan penyelewengan/ penyalahgunaan kekuasaan, yang merupakan perwujudan kaum intelektual dan Tokoh Nasional, aktivis, profesionalime prihatin akan semakin meluasnya KKN, salah satu penyebabnya adalah semakin meluasnya praktek Politik Dinasti, praktik oligarki, kleptokrasi serta penyalah gunakan wewenang dan kekuasaan.
Dari uraian diatas, terlihat bahwa Dinasti politik merupakan virus demokrasi yang secara konstitusi dan Undang-undang tidak dilarang, karena aspek hukum hanya melihat aspek HAM dan Hak memilih dan dipilih melalui one man and one vote (OMOV), secara luber dan jurdil namun secara etika moral, dan etika ekonomi akan menimbulka multifler negetif efek baik demokasi, politik, maupun ekonomi serta akan melahirkan tingkat kemiskinan yang semakin tinggi, ya sesungguhnya Dinasti Politik adalah sistem kerjaaan berbungkus Demokrasi.
Dengan memperhatikan factor-faktor tersebut, Dinasti Politik tidak dapat dihentikan, dan merupakan kegiatan legal dan syah sesuai dengan konstitusi, namun Gerakan moral yang bergerak bukan berdasarkan hukum positif, untuk menghentikan dan mencegah harus menjadi Gerakan Nasional, dan tidak mungkin adanya kebijakan Undang-undang, maka yang harus dilakukan dari luar kebijakan hukum konstitusi, antara lain beberapa cara untuk mengatasinya antara lain
- Dengan meningkatkan literasi politik masyarakat agar memilih calon sesuai kompetensinya dan bukan hanya karena populer (modal awal para calon dinasti politik);
- Menghilangkan politik uang dalam pemilihan, agar lebih banyak orang bisa berpartisipasi dalam ajang Pemilu-KADA/pemilu;
- Edukasi sosialisasi politik kesemua pemilih baik pemula atau pemilih secara continyu dan konsisten terkait dengan muncul subur Dinasti Politik secara TSM;
- Pelibatan masyarakat untuk melakukan pengawasan yang peduli dengan Pemilu Langsung, umum bebas dan rahasia, dan pola one man, one vote (OMOV) bekerja sama dengan Lembaga penyelengara dan pengawas, serta Lembaga penegak hukum lainnya, termasuk KPK dan GNPK.
Dari uraian diatas, jelaslah bahwa Dinasti Politik, secara etika, ekonomi, dan demokrasi sangat merugikan negara dan akan menghambat pembangunan untuk mencapa visi negara sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 1945. Dari kajian tersebut jika kita cermati sesungguhnya TSMnya Dinasti Politik secara kasat mata bertentangan dengan konstitusi, karena sudah jelas sesuai Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri Syarief Hidayatullah Jakarta, Pangi Syarwi menilai, dinasti politik rentan menciptakan sifat koruptif kepala daerah.
Sehingga Dinasti politik pada Pemilu-Kada tahun 2020 bahkan tahun seterusnya harus dihentikan, walaupun secara hukum dinasti politik tidak dilarang, maka sementara ini melalui Gerakan Moral secara nasional, Dinasti Politik harus dihentikan dengan jalan menolak dan tidak memilih pada Pemilu-KADA, semoga Dinasti politik tidak berkembang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H