Karena hasil dari sebuah demokrasi yang benar adalah terciptanya dan terwujudnya keadilan social bagi seluruh rakyart Indonesia, tidak tercapai karena demokrasi yang belum benar, melahirkan sebuah proses Pilkada dengan dukungan semu, yang membawa implikasi pada besarnya cost politik di partai Politik dan money politik, melahirkan sebuah kepemimpinan yang berkerja berdasarkan Investasi Politik dalam bentuk financial (money dan cost politik) maupun non financial yang kemungkinan akan dikonversikan dalam financial, lalu bagaimana Pembangunan bangsa ini sebagaimana diperintahkan oleh UUD 1945.
Jika amati, antara demokrasi dan kesejahteraan rakyat, terkesan seperti telur dengan ayam, demokrasi bertujuan mewjudkan kesejahteraan rakyat, kesejahteraan rakyat sangat sulit terwujud dengan pola dan sistim demokrasi yang menciptakan demokrasi sebagaimana yang terjadi saat ini dimana seluruh kekuatan financial Negara dan bakal calon dan calon dikeluarkan sebagai investasi politik untuk mendukung proses Pilkada langsung masa lalu, namun tidak menghasilkan apa yang diamanatkan dalam demokrasi sebagai alat untuk mewjudkan kesejahteraan social.
Dengan implementasi UU No 10 tahun 2016, tentang perubahan Perubahan ke dua atas UU No 1 tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi undang-undang yang saat ini sedang mengalami proses revisi untuk Pilkada tahun 2020 dengan tujuan adalah dalam rangka mewujudkan pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota yang demokratis, perlu dilakukan penyempurnaan terhadap penyelenggaraan pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota;
Berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud diatas, perlu merevisi UU No 10 tahun 2016; dan sebagai tindak lanjut keputusan MK antara lain Pencalonan ASN, Anggota Dewan yang maju sebagai calon Kepala Daerah harus mundur, serta ketentuan mantan Narapidana jika maju sebagai calon Kepala daerah, serta ketentuan hokum terkait perbuatan pidana Pilkada antara lain Money Politik dll yang menginginkan proses seleksi balon menjadi calon yang memiliki kompetensi, integritas, dan kapabilitas serta memenuhi unsur akseptabilitas maka selain memenuhi persyaratan formal administratif lainnya serta pemilihan kepala daerah lebih demokratis dengan bobot demokratis yang lebih baik dan lebih menyempurnakan pelaksanaan Pilkada sebelumnya, terutama terseleksinya dari balon menjadi calon yang baik yang memiliki visi yang bisa mengatasi kondisi lokal, nasional dan regional bahkan Internasional berkaitan dengan global dan pasar bebas serta lingkungan.
Penyempurnaan UU tersebut menyangkut pada pola rekruitmen personal Balon dan Calon yang dilakukan oleh Partai politik dengan tetap mengedapankan nilai elektabiltas murni sebagai acuan, bukan elektabilitas berdasarkan nilai yang tertinggi dari aspek financial dan menghentikan adanya upaya-upaya membuat dynasty di suatu daerah.
Begitu juga dengan kompetensi, integritas, dan kapabilitas serta memenuhi unsur akseptabilitas menjadi sesuatu yang sangat penting yang bertujuan untuk mendapatkan Calon yang memiliki minimal 2 (dua) aspek utama yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Pertama, aspek kompetensi meliputi seluruh pengetahuan, wawasan, dan keterampilan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Kedua, aspek integritas meliputi sikap, perilaku, dan karakter yang lekat pada bakal calon kepala daerah yang bisa dilihat dari rekam jejak selama berkecimpung dalam aktivitas publik. Dua aspek inilah yang sesungguhnya merupakan intisari dari konsep leadership (kepemimpinan) yang sayangnya sering diabaikan dalam proses seleksi kepala daerah yang lebih menonjolkan aspek popularitas dan modal (materi), menjadi tanggung jawab partai pengusung.
Dan kompetensi, integritas, dan kapabilitas serta memenuhi unsur akseptabilitas tetap harus dilakukan dalam tahapan penyelenggaraan Pilkada walaupun menjadi kewenangan Partai pengusung, namun hendaknya parta tidak mengabaikan suara masyarakat pendukung dalam menentukan calon terseleksi dalam proses di tingkat partai, karena masyarakat dilibatkan dan turut serta dengan harapan bisa mengetahui apa visi, misi dan kualitas seorang calon kepala daerah yang akan dipilihnya atau diusung.
Dengan penyempurnaan melalui revisi ini beberapa point yang diharapkan dapat terwujud yaitu sebagai berikut
Point (1) sangat diharapkan adalah terseleksinya Pimpinann daerah tidak berbasiskan kekuatan financial, populeritas, penampilan visual saja, namun berbasisiskan aspek utama yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin yang kewenangannya berada pada Partai yang melakukan penjaringan, tentunya sebagai mesin pencetak pemimpin peran partai sangat dominan untuk melahirkan pemimpin yang dibutuhkan, yang akan tercermin dari (1) aspek kompetensi meliputi seluruh pengetahuan, wawasan, dan keterampilan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah;Â
(2) aspek integritas meliputi sikap, perilaku, dan karakter yang lekat pada bakal calon kepala daerah yang bisa dilihat dari rekam jejak selama berkecimpung dalam aktivitas publik. Dua aspek inilah yang sesungguhnya merupakan intisari dari konsep leadership (kepemimpinan) yang sayangnya sering diabaikan dalam proses seleksi kepala daerah yang lebih menonjolkan aspek popularitas dan modal (materi), menjadi tanggung jawab partai pengusung.