Keberadaan Infrastruktur memegang peranan yang sangat vital dalam perekonomian nasional. Hal ini dikarenakan gerak laju pertumbuhan ekonomi di suatu negara tidak dapat dipisahkan dengan ketersediaan infrastruktur seperti transportasi, komunikasi dan juga ketersediaan energy.Â
Dengan adanya pembangunan dan ketersediaan infrastruktur seperti energy, komunikasi dan transportasi mempunyai peranan penting terhadap laju pertumbuhna ekonomi di suatu negara salah satunya Indonesia.Â
Salah satu strategi yang ditempuh pemerintah dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia atau yang disebut dengan Penguatan Konektivitas yang efisien dan efektif.Â
Pemerintah dalam hal ini sebagai pemegang kebijakan dalam sebuah negara, harus bisa menyediakan berbagai infrastruktur yang dibutuhkan oleh masyarakat khususnya transportasi jalan merupakan focus utama yang berperan penting dalam mendukung pembangunan nasional serta mempunyai konstribusi terbesar dalam melayani mobilitas manuis maupun distribusi komoditi perdagangan dan industry.Â
jika sarana dan prasarana khususnya pada pengadaan infrastruktur tersebut belum dioptimalkan secara maksimal oleh pemerintah, maka memungkinkan suatu kendala dan keterlambatan bagi kelancaran perekonomian negara.Â
Infrastruktur jalan mempunyai peran penting dalam konektivitas nasional, khususnya konektivitas intra -- island. Meskipun Indonesia negara kepulauan namun ada transportasi yang dominan dipergunakan seperti moda, moda transportasi jalan melayani 84% penumpang, sedangkan kereta api 7,3%, udara 1,5% dan laut hanya 1,8%.Â
Pembangunan sektor transportasi nasional diarahkan pada terwujudnya transportasi nasional yang handal, karena berdasarkan studi setiap 1,0 % pertumbuhan ekonomi, yang akan mengakibatkan pertumbuhan lalu lintas sebasar 1,5 %. Oleh karena itu gangguan kinerja jalan akan menimbulkan gangguan secara langsung terhadap perekonomian negara.Â
Berdasarkan data dari World Economic Forum yang mempublikasikan indeks persaingan global (global competitiveness index) bulan September 2014, secara umum infrastruktur Indonesia berada di peringkat 82 dari 148 negara.Â
Posisi tersebut jauh dibawah negara -- negara ASEAN, seperti singapura berada di posisi peringkat ke 5 , sedangkan Malaysia berada di peringkat 25, Thailand peringkat 61. Sedangkan posisi Indonesia lebih baik dibandingkan dengan negara Filipina yang berada di peringkat 98 dan Vietnam berada di peringkat 110.Â
Dalam mengatasi rendahnya layanan infrastruktur tersebut, akibat dari kecilnya anggaran untuk pembangunan infrastruktur berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Maka pemerintah harus berusaha mencari sumber dana alternatif untuk pembangunan infrastruktur selain dari APBN. Salah satu alternatif sumber dana yaitu menerbitkan Surat Utang Negara (SUN) atau biasa disebut dengan Obligasi.Â
Apa itu Obligasi? Obligasi merupakan surat berharga atau sertifikat yang berisi kontrak antara si pemberi pinjaman (invetor) dengan yang diberi pinjaman (inssuer) menurut Fakhrudin & Hardianto (2001 ; hal 15).Â
Maksudnya dari pengertian tersebut adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya.Â
Sumber dana yang menerbitkan Surat Utang Negara (SUN) dan pinjaman luar negeri dalam bentuk utang, baik dari negara -- negara lain seperti jepang, Australia, jerman, amerika serikat dan lainnya. Selain itu dari Lembaga Keuangan Internasional seperti World Bank, international monetary fund (IMF), Bank Pembangunan Asia (ADB), Bank Pembangunan Islam (IDB) dan lainnya.Â
Pada kenyataanya, saat pemerintah menerbitkan Surat Utang Negara (SUN) tidak pernah lepas dari beban besaran bunga yang ditawarkan kepada investor. Sehingga beban negara dalam anggaran pendapatan belanja negara (APBN) untuk menanggung bunga tersebut semakin bertambah.Â
Belum lagi jika sumber dana tersebut berasal dari pinjaman luar negeri yang sampai saat ini sangat merugikan negara, karena harus pula menggunakan sistem bunga dan dapat di intervensi oleh pihak kreditor tersebut.Â
Dari gambaran diatas dapat disimpulkan adanya alternatif baru yaitu sebagai sumber pendanaan infrastruktur yang tidak membebani negara (dengan beban bunga dan adanya intervensi asing).Â
Sumber pendanaan tersebut yang bebas dari bunga dan tidak adanya intervasi asing dan sesuai dengan hukum islam. Dalam perekonomian yang tidak stabil, perhatian pemerintah mulai ada kepada industry keuangan syariah yang semakin marak dan mampu memberikan jawaban terhadap tantangan global. Hal itu dapat dilihat dari UU No.19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) oleh pemerintah. dengan adanya penerbitan UU tersebut, dapat memberikan paying hukum bagi kelancaran aktivitas investasi di Indonesia.
 Sehingga, ketika Pemerintah mengalamu deficit APBN, maka dapat menerbitkan SBSN atau yang biasa disebut sebagai Sukuk untuk menutupi APBN tersebut. Sukuk merupakan instrument keuangan yang ditunggu dan dibutuhkan oleh masyarakat, karena masyarakat sangat menginginkan instrument investasi yang aman dan menguntungkan disaat kondisi keuangan global sedang tidak menentu.Â
Perkembangan penerbitan sukuk oleh pemerintah hanya menggunakan akad ijarah dan belum menggunakan akad lainnya. Akad ijarah merupakan akad pemindahan manfaat terhadap suatu barang atau asset dalam waktu tertentu tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan dari barang atau asset tersebut. akad ijarah sangat potensial jika kedepannya pemerintah menerbitkan sukuk dengan akad selain ijarh, terutama dalam pembiayaan pembangunan infrastruktur.Â
Indonesia seharusnya bersiap untuk mengajukan proyek -- proyek yang layak untuk dibiayai oleh pembiayaan syariah karena banyak pemegang di dunia yang mencari infrastruktur untuk dibiayai. Mekanisme pembiayaan proyek melalui sukuk sudah banyak dikenal dunia salah satunya yaitu sukuk Istishna'.Â
Sukuk Istishna' sangat cocok untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur karena, margin atau keuntungannya pasti dan jumlah nominalnya ditetapkan di awal. Hal tersebut sangat menguntungkan investor, jika dibandingkan dengan akad mudharabah atau musyarakah yang keuntungannya belum pasti. dibandingkan dengan ijarah, yang digunakan pemerintah dalam penerbitan sukuk, underlying asset yang dijadikan jaminan tidak produktif.Â
Selama penerbitan dana tersebut digunakan untuk menutupi deficit pemerintah. Sementara itu untuk kedepannya hal tersebut dapat mengakibatkan resiko besar, misalnya dana hasil penerbitan tersebut selalu digunakan untuk menutupi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), maka terjadinya itu dapat membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan untuk kedepannya sukuk nantinya akan telah jatuh tempo.Â
Jadi dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tidak dapat mencukupi untuk membayar kembali dari dana sukuk sehingga terjadinya gagal bayar. Jika pemerintah tidak menginginkan itu terjadi, maka jalan yang harus diambil yaitu dengan menerbitkan sukuk kembali untuk membayar dana ke investor yang jatuh tempo. Referensi : komparasi pembiayaan pembangunan infrastruktur pemerintah dengan dana obligasi konvensional dan obligasi syariah/suku (studi kasus pembangunan jalan tol trans sumatera), achmad helmi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H