Mohon tunggu...
Sandy Sitorus
Sandy Sitorus Mohon Tunggu... PNS -

Senang untuk berbagi dan membantu

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Diskusi LGD LPDP, Pro dan Kontra Mantan Napi Koruptor Jadi Caleg

7 September 2018   10:02 Diperbarui: 7 September 2018   10:08 2439
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://teropongpelajar.blogspot.com

Topik ini menjadi hangat diperbincangkan di  kompasiana sejak ILC diselenggarakan pada Selasa kemarin tanggal 4 September 2018. Dan ternyata oh ternyata, ini menjadi topik diskusi dalam seleksi LPDP di sesi Leaderless Group Discussion, Rabu 5 September 2018. Hal ini saya berani munculkan karena seleksi LPDP telah selesai kemarin.

Sewaktu saya mendapat topik ini dalam diskusi, cukup menyesal juga tidak menonton ILC sebagai referensi saya. Alhasil, ide dan pendapat yang keluar selama diskusi adalah murni dari pemikirian sendiri. Dalam diskusi tersebut, dimunculkan pro dan kontra apakah seorang mantan narapidana boleh mencalonkan diri atau tidak sebagai caleg nantinya. Saya bukan seorang dari jurusan hukum, pendapat saya berdasarkan pengamatan dari berbagai sudut pandang yang sangat tangkap.

Isi Draf PKPU yang Menjadi Perbincangan

Salah satu butir yang membuat Draf Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) ditolak adalah larangan caleg dari mantan narapidana kasus korupsi tertuang dalam pasal 7 ayat (1) huruf h rancangan Peraturan KPU (PKPU) pencalonan anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota. 

Pasal itu berbunyi, bakal calon anggota  DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota adalah WNI dan harus memenuhi syarat bukan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak atau korupsi.

Alasan Draf PKPU Ditolak

Secara tegas, Menkumham menyatakan tidak akan menandatangani Draf Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU), karena menurutnya  bertentangan dengan UU No. 7 tahun 2017 tentang pemilihan umum. Pasal 240 ayat 1 huruf g UU Pemilu menyatakan, seorang mantan narapidana yang telah menjalani masa hukuman selama lima tahun atau lebih, boleh mencalonkan diri selama yang bersangkutan mengumumkan pernah berstatus sebagai narapidana kepada publik.

Di sisi lain, Putusan MK tahun 2016 terkait uji materi Undang-Undang Nomor Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (UU Pilkada) menyebut, terpidana atau terdakwa masih boleh mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah selama tindak pidana yang ancaman hukumannya di bawah 5 tahun penjara.

Hasil Perdebatan Pro dan Kontra

Grup diskusi kami terdiri dari 7 orang. Enam peserta (kontra) di antaranya menyetujui draf PKPU ini seharusnya disahkan dalam arti seorang mantan narapidana koruptor tidak boleh mencalonkan diri kembali sebagai caleg, sedangkan satu peserta yaitu saya sendiri, pro terhadap Kemenkumham, DPR dan Bawaslu, bahwa seorang mantan narapidana koruptor boleh kembali mencalonkan dirinya sebagai caleg di pemilihan berikutnya.

Ada banyak alasan yang teman-teman diskusiku ungkapkan, mengapa seorang mantan narapidana koruptor tidak diizinkan mencalonkan diri kembali sebagai caleg, di antaranya:

  1. memberikan efek jera
  2. memberikan kesempatan kembali kepada mereka (baca: mantan narapidana koruptor) untuk korupsi jika dipilih kembali
  3. masyarakat pemilih ada yang berasal dari kelas bawah, yang memilih berdasarkan serangan fajar tidak peduli orang tersebut mantan narapidana koruptor atau tidak. Jadi jika masih diizinkan, maka para mantan napi koruptor itu semakin merajalela
  4. masih banyak kandidat lain yang lebih berintegritas, kenapa harus mereka?

Itulah keempat inti hasil diskusi dari keenam teman diskusi saya yang kontra terhadap wacana para mantan napi koruptor bisa sebagai caleg.

Mengapa harus setuju dengan Menkumham?

Saya mendapatkan kesempatan terakhir untuk memberikan ide atau pendapat saya tentang wacana tersebut. Bukan bermaksud untuk membedakan pendapat dengan yang lain, tetapi saya memang memiliki sudut pandang lain terhadap wacana tersebut. Hal-hal berikut yang menjadi pandangan saya mengapa seorang mantan napi koruptor boleh mencalonkan diri kembali sebagai caleg.

  1. Semua itu sudah diatur oleh UU. Negara kita adalah negara yang berdasarkan UU. Jadi harus mengikuti aturan UU, bahwa mereka memiliki hak konstitusi untuk mencalonkan diri kembali sebagai caleg.
  2. Di sisi lain, manusia Indonesia harus diedukasi menjadi pemilih yang cerdas. Sebelum memilih, seharusnya mempelajari dahulu caleg yang akan dipilih. Bagaimana dengan pemilih  yang "tidak" cerdas? Mungkin ini menjadi satu tugas buat kita-kita yang cerdas untuk memberitahu mereka siapakan orang-orang tersebut. Ketika kita tahu bahwa kejahatan sedang berlangsung, akan tetapi kita hanya berdiam diri, berarti kita adalah bagian dari kejahatan tersebut.
  3. Sekali lagi dinyatakan bahwa para mantan napi koruptor boleh mencalonkan diri jika mereka telah menjalani masa hukuman lebih dari 5 tahun  dan mengumumkan pernah berstatus sebagai narapidana koruptor. Mungkin celah ini yang bisa diambil oleh KPU. KPU dapat mensiasati cara bagaimana agar pengumuman bahwa mereka adalah mantan napi koruptor tersebut dapat diketahui oleh masyarakat banyak. Misalnya pemberitahuan lewat media sosial, media elektronik; yang bukan bersifat provakatif, melainkan bersifat edukasi. Atau misalnya pada foto pemilihan agar diseragamkan pakaian khusus napi koruptor, apapun itu yang bersifat visual dan kreatif yang membuat caleg mantan napi beda dengan yang lain.
  4. Di sisi lain, sifat manusia, baik dia mantan koruptor, maupun manusia idealis, ketika dihadapkan oleh posisi tinggi ataupun uang berlimpah, maka bisa dipastikan, hampir semua manusia tersebut akan terlena dan terjebak dalam lumpur korupsi. Jadi siapapun nanti calegnya, kemungkinan korupsi itu akan tetap ada. Nah, sekarang peran masing-masing sektor harus muncul untuk membatasi gerak mereka atau setidaknya menghilangkan niat korupsi; misalnya KPK melakukan pantauan terhadap rekening masing-masing anggota legislatif nantinya yang dilakukan setiap tahun, para pakar hukum tata negara dapat meriview kembali hukuman apa yang pantas buat para pelaku korupsi sehingga yang lain akan ketakutan melakukan tindakan tersebut, atau banyak hal lain.

Itulah keempat poin yang saya munculkan dalam diskusi tersebut sebagai pernyataan bahwa saya menyetujui para mantan napi koruptor menjadi caleg kembali. Pernyataan saya ini bukan sebagai dukungan saya terhadap korupsi. 

Saya TIDAK MENYUKAI korupsi itu ada, saya mulai dari diri saya sendiri untuk tidak korupsi, yang menjadi kebiasaan yang baik buat saya. Pernyataan saya ini sebagai bukti bahwa saya taat undang-undang tapi saya ikut mengawasi undang-undang tersebut, yang nantinya bisa memberikan efek yang tidak baik terhadap masyarakat. Tindakan pencegahan sangat penting dilakukan, untuk membatasi ruang gerak para koruptor.

Saya berharap tulisan ini tidak menyinggung siapapun. Saya mohon maaf jika hal itu terjadi. Mari dukung negara untuk menjadikan Indonesia lebih baik. Dan semoga draf PKPU segera disahkan.

Salam damai,
Sandy

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun