Pangan dan manusia tidak dapat dipisahkan. Layaknya mobil yang diisi bensin, manusia mendapatkan energinya dari asupan makanan yang cukup. Tetapi, pernahkah kalian terpikir bagaimana caranya bahan makanan itu diolah sampai akhirnya layak kita konsumsi? Atau, bagaimana perjalanan selanjutnya dari sisa-sisa makanan yang sudah tidak sanggup kita habiskan?
TEDxJalanTunjungan 2019 dengan tema "Dedicated" kali ini menghadirkan pembicara-pembicara hebat yang mendedikasikan waktu dan tenaganya pada bidang mereka masing-masing. Sesi pertama pada acara ini menampilkan tiga speakers yang mempunyai keahlian dalam mengolah suatu hal yang sangat krusial bagi hidup kita: makanan.
Para pembicara yang mendapatkan kesempatan untuk membagi ide-idenya di panggung TEDxJalanTunjungan 2019 antara lain adalah Bayu Dwi Apri Nugroho, pencetus aplikasi Pertanian Cerdas. Inovasi ini sangat berguna bagi petani-petani di Indonesia.Â
Lewat aplikasi ini, para petani dapat mengetahui kondisi iklim pada lahan yang akan mereka tanami. Pertanian Cerdas menggunakan sensor yang diletakkan di sekitar lahan pertanian, kemudian sensor tersebut terhubung pada drone surveillance.Â
Drone ini akan mendeteksi lahan dari atas. Hasil deteksi ini kemudian akan diinformasikan ke ponsel para petani yang sudah memiliki aplikasi "Pertanian Cerdas", sehingga para petani dapat tahu kondisi lahan saat itu. Tidak hanya kondisi lahan, kondisi cuaca saat itu pun dapat diketahui secara real-time berkat sensor dan drone yang dioperasikan.
Kemudian ada Chef Indawati Kusuma yang merupakan aktivis bahan pangan organik. Beliau sangat peduli terhadap bahan makanan yang bebas dari bahan-bahan yang berbahaya. Namun sayangnya, bahan makanan organik masih jarang ditemui di Indonesia.Â
Kalaupun ada, pasti variasinya sedikit dan harganya pun relatif mahal. Maka dari itu, setelah 20 tahun tinggal di Los Angeles, Amerika Serikat, Chef Indawati memutuskan untuk kembali ke Indonesia dan memprakasai bazar-bazar makanan organik yang ada di tanah air khususnya di Surabaya.
Beliau selalu mengingatkan pada masyarakat agar membeli produk lokal dengan jumlah yang lebih banyak dibanding dengan produk impor, karena tidak selamanya produk impor memiliki kualitas yang lebih baik.
Lalu ada juga Eva Bachtiar, penggagas Garda Pangan, sebuah organisasi pengumpul sisa makanan yang masih layak untuk dikonsumsi. Menurut data yang dipaparkan Garda Pangan, sebanyak 43% dari 300 responden menyatakan bahwa mereka terpaksa membuang sisa makanan tanpa berpikir akan berakhir kemana sisa makanan tersebut.Â
Bayangkan jika sisa makanan itu masih bagus, maka 43% kesia-siaan tersebut dapat dibagikan kepada saudara-saudara kita yang kelaparan. Didasari dengan fakta tersebut, maka Garda Pangan siap menampung sisa makanan yang biasanya didapat dari hajatan melalui program mereka yaitu Food Rescue. Kemudian, sisa makanan yang sudah dikumpulkan itu dikemas kembali secara rapih dan dibagikan kepada orang-orang yang membutuhkan.
Tidak hanya berbicara soal pangan, pada sesi pertama juga tampil Verena Lindra, yang memiliki ide kreatif. Beliau sangat peduli dengan lingkungan, dan melihat bahwa sampah plastik adalah masalah lingkungan yang serius. Karena inilah beliau mendirikan WARP, yang memproduksi berbagai kerajinan dengan bahan baku limbah plastik yang susah dihancurkan oleh komponen pengurai.