Siapapun dari kita baik penyuka film atau yang biasa-biasa saja sudah tentu mengenal film The Day After Tomorrow. Film fiksi ilmiah yang menceritakan tentang bencana alam yang disebabkan perubahan iklim karena ulah manusia. Perubahan iklim yang parah menyebabkan bencana terjadi dimana-mana, mulai dari angin topan yang sangat cepat terbentuk, hujan es batu yang sebesar bola baseball, dan lain sebagainya. Fenomena yang ada di film tersebut adalah fenomena Global Cooling atau pembekuan global yang asal muasalnya disebabkan oleh Global Warming atau pemanasan global, walaupun hanya fiksi, akan tetapi fenomena di film tersebut bisa sangat mungkin terjadi karena berbagai alasan yang mendukung. Semua karena ulah manusia sehingga alam seperti itu, padahal jika kita sebagai manusia bisa menyatu dan bersahabat dengan alam, saya yakin bencana akan jarang terjadi.
Alam semesta ini perlu keseimbangan, bumi yang kita pijak ini perlu perhatian. Agar tidak terjadi bencana, sebenarnya alam ini telah memberikan pertanda-pertanda yang jelas bahwa apa yang dilakukan manusia terhadapnya telah melewati batas. Maka dari itu, seharusnya kita memberikan imbal balik kepada alam sebab selama ini alam telah memberikan berkah yang berasal dari Tuhan Yang Mahaesa kepada kita. Kejadian alam adalah hasil dari apa yang kita perbuat kepadanya. Segeralah bersahabat, jangan sakiti alam. Jika sudah terlanjur melukai alam ini, segeralah pulihkan keadaannya seperti sedia kala, sebelum ia sendiri yang ‘menyembuhkan’ dirinya dengan caranya sendiri.
Banyak pertanda sebenarnya yang telah diberikan alam kepada kita bahwasanya kita telah merusak keseimbangannya. Seperti kasus tanah longsor di Jombang, padahal sebelumnya kata warga setempat, longsor sudah BIASA terjadi setiap tahun tetapi TIDAK SEBESAR ini. Kenapa saya menulis beberapa kata dengan huruf kapital ?? sebab itulah tanda yang diberikan oleh alam bahwasanya alam mengalami ketidakseimbangan. Dalam kasus yang demikian, tanah longsor terjadi karena tidak ada atau tidak banya pepohonan yang mampu menahan laju pergeseran tanah. Seharusnya jika tanda tersebut terbaca dan mampu dipahami, sebagai manusia seharusnya langsung menanam pohon, dengan bibit yang tingginya satu meter jauh sebelum tanda-tanda itu terjadi dan berkelanjutan sehingga terjadilah tanah longsor.
Bencana seringkali diartikan sebagai musibah atau ujian yang diberikan Tuhan YME supaya kita tetap tabah dan intropeksi diri. Apapun pendapat itu silahkan saja asalkan tidak sampai menghujat Tuhan mengenai bencana itu. Seperti kata Seniman Sudjiwo Tedjo, yang demikian bukanlah bencana alam, tetapi sabda alam, dan yang demikian saya sependapat. Karena alam seperti ini adalah bentuk dari proses penyeimbangan kembali yang sebelumnya telah diacak-acak oleh tangan yang tak bertanggung jawab. Seperti meletusnya gunung sinabung contohnya, tanpa adanya abu vulkanik yang menyuburkan tanah di kaki gunung sinabung, maka tidak akan ada jeruk medan yang sangat terkenal itu. Kenapa sinabung meletus, apa hubungannya dengan tangan manusia ?? bukankah tangan manusia tidak mampu mengacak-acak gunung sekuat sinabung ? bukan fisik gunungnya, tetapi hutannya, sungainya, ladangnya dan sebagainya mungkin dirusak sehingga sinabung harus mengembalikannya kembali seperti sediakala dengan caranya sendiri, yang demikian adalah sabda alam.
Jika alam sudah bersabda, tidak ada lagi yang bisa disalahkan. Yang perlu kita lakukan adalah intropeksi diri. Janganlah kita berpandangan bahwa hanya segelintir orang yang berbuat kerusakan, kita juga yang kena. Jangan, janganlah berpikir seperti itu. Pernahkah kita berpikir kesalahan terbesar kita kepada alam bukanlah mengacak-acak alam, tetapi melakukan pembiaran kepada orang-orang yang tidak bertanggung jawab dalam merusak alam. Nah disanalah kita melakukan kesalahan. Mari kita sama-sama intropeksi, berteman dengan alam. Supaya alam juga bisa memberikan segala yang ia miliki, yaitu Rahmat Tuhan Yang Mahaesa kepada kita sekalian. Karena pada dasarnya, kita dan alam semesta ini sama-sama ciptaan Tuhan Yang Mahakuasa, jadi janganlah mendzalimi sama-sama makhluk Tuhan.
Sumber gambar :
http://sangpelitafajar.blogspot.com/2012/02/demi-waktu.html
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H