Dari 177 rumah dalam satu Rt, sekarang hanya tersisa 17 rumah. Sebagian rumah dibelakang Royal Plaza dan sebagian kawasan berjajar dijalan ketintang. Harga tanah terakhir tahun 2006, adalah 5jt/ meter.
Harga itu sudah tdk berlaku lagi di tahun 2015 ini.
Sehingga menyisakan beberapa rumah dan potret perkampungan sempit, kumuh dan padat penduduk. Meskipun dikungkung dan ditekan oleh perekonomian besar(royal plaza, Namun gejolak perputaran perekonomian disana sangat tinggi.
Seperti banyaknya kos-kosan, warung makan, toko-toko kelontong, usaha londry dll. Mereka bersaing meraup keuntungan dari para konsumen. Meskipun tanpa, bantuan pelatihan usaha dari Royal Plaza maupun pemerintah kota, masyarakat sekitar royal mampu mandiri.
Inilah gambaran kampung kami tercinta dari dulu hingga sekarang.
Meskipun hanya menyisakan sesepuh kampung, yang masih tinggal dan menetap di kampung Jetis Agraria,namun tetap guyup dan rukun. Sesepuh kampung: Bpk Rebon, Pak Semi, Pak Sarnu, Haji Banu, masih nampak sehat wal afiat.
Canda tawa dan dolanan anak kecil generasi penerus jetis agraria juga turut muncul mengikuti jaman.
Hal ini sebagai kenangan masa kecil diantara modernisasi jaman.
Dimana ada canda-tawa mampu menyatu diantara sempitnya perkampungan padat penduduk di tengah kota di surabaya. Kampung Jetis Agraria adalah kampung keabadian. Masa dahulu, adalah masa kenangan. Masa sekarang, adalah masa perubahan. Semua patut kita kenang dan banggakan.
Mudah-mudahan tulisan profile kampung Jetis Agraria ini menjadikan kita tidak mudah melupakan kenangan indah dahulu. Meskipun sekarang faktanya sudah berbeda, namun kerinduan tetap ada dihati.
Surabaya 18 april 2015
Oleh : Tedjo Laksana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H