Ditengah pandemic COVID-19 yang masih menghantui kehidupan negeri ini, permasalahan bangsa pun terus bertambah seiring dengan banyaknya kebijakan pemerintah yang nampaknya belum dapat mengakomodir kebutuhan masyarakat saat ini.Â
Dilain sisi banyak masyarakat yang ingin bersuara lantang untuk sekedar mengkritisi dan melalukan aksi massa yang biasanya dilakukan di gedung-gedung dewan atau istana, namun dengan kondisi yang sedemikian tentunya masyarakat tidak bisa melakukannya.
Banyak dari elemen masyarakat, mulai dari buruh,petani,hinga mahasiswa melakukan aksi massa melalui media. Ditengah situasi ini tentunya hanya bermodalkan handphone dan media sosial saja yang dapat memberikan penyadaran kepada seluruh masyarakat untuk mengkritik kebijakan atau menolak dan melakukan audiensi kepada pihak pemerintah agar digubris. Namun apakah aksi itu efektif untuk membuat pemerintah mendengar aspirasi masyarakat tersebut.
Ramai-Ramai Aksi Media
Banyak bermunculan tagar-tagar di media sosial yang secara serta merta menjadikan sebuah gerakan sosial untuk membangun kesadaran masyarakat tentang kondisi bangsa saat ini.Â
Misalnya saja saat hari buruh berlangsung buruh melakukan aksi melalui media sosial, yakni melalui saluran facebook, twitter, intagram, dan pesan grup whatsapp. Yang menyoal tentang tiga tuntutan yakni ,tentang tolak Omnibus Law, stop pemutusan hubungan kerja (PHK), dan liburkan buruh dengan upah serta THR 100 persen. Dengan tagar #TolakOmnibusLaw, #StopPHK dan #LiburkanBuruhDenganUpahTHRPenuh (kabar24.bisnis.com).
Selain itu permasalahan bangsa lainnya saat ini adalah tentang UU Minerba, Undang-Undang Minerba masih menyisakan kontroversi. Penolakan dari sejumlah kalangan kerap bermunculan hingga saat ini.Â
Sebagian besar dari mereka melihat aturan di pertambangan itu hanya menguntungkan pengusaha, sebaliknya kurang berpihak kepada warga di banyak daerah. Oleh karenanya banyak yang melakukan aksi media dengan tagar #TolakUUMinerba.
Atau baru-baru ini mahasiswa melakukan aksi media dengan menyoal keluhan mahasiswa yang terhimpit biaya ekonomi karena disituasi seperti ini mahasiswa juga harus membayar ukt.Â
Mendikbud diminta untuk melakukan audiensi kepada mahasiswa agar dapat mendengarkan keluhan-keluhan mahasiswa yang merasa dirugikan ditengah pandemic ini. Untuk itu tagar#Mendikbuddicarimahasiswa ramai-ramai di gaungkan sehingga trending pada selasa 2 juni 2020.
Ruang Virtual saat Pandemi
Untuk itu dengan ramainya aksi media yang saat ini terjadi, bukan saatnya pemerintah menutup mata akan hal tersebut, dibutuhkan sebuah komunikasi dialektis antara masyarakat dan pemerintah dari aksi aksi di ruang virtual ini.Â
Oleh karena itu sebenarnya pemerintah harus paham betul bahwa Negara kita adalah Negara demokrasi, persoalan kritik dan aspirasi masyarakat harusnya lebih diperhatikan terlebih dahulu. Yang biasanya pemerintah di demo besar-besaran oleh masyarakat, dengan kondisi yang sedemikian tentunya tak akan mungkin masyarakat dengan berani melakukan hal tersebut.Â
Dengan dilakukannya PSBB bukan berarti aspirasi masyarakat juga dibatasi, Namun harus ada kepedulian lebih agar pada akhrinya aspirasi masyarakat dapat direspon sebagaimana mestinya.
Saat ini ruang publik masyarakat telah bergeser ke ruang virtual. Ruang publik sebagaimana dipopulerkan Habermas merupakan peninjauan historis terhadap diskusi-diskusi kritis sebagai respon dari realitas politik yang terjadi pada masyarakat di abad ke - 18.Â
Ruang virtual seharusnya memberikan transformasi yang lebih luas, baik secara praktis maupun teoritis, terhadap bagaimana ruang publik itu terjadi di ruang virtual.Â
Karakteristik internet sebagai medium, pengguna yang mengakses, hingga informasi yang didistribusikan dalam ruang (publik) virtual pada dasarnya menjadi titik perhatian untuk melihat bagaimana sesungguhnya karakter dari ruang publik di dunia virtual tersebut.
Perhatian tersebut harusnya diperhatikan pemerintah untuk lebih peka kepada masyarakatnya. Karena saat ini gerakan sosial yang biasanya bersifat aksi massa ditengah pandemic saat ini, kini memanfaatkan media-media sosial atau dapat dikatakan sebagai gerakan sosial baru yang lebih bersifat sehari-hari .Â
Gerakan sosial baru dapat diartikan sebagai suatu perkumpulan yang inklusif dan diprakarsai aktor-aktor dan diikuti kelompok-kelompok yang secara sadar memobilisasi diri untuk bersama-sama memperjuangkan democratization of everyday life.
Aksi-aksi gerakan virtual yang dilakukan masyarakat tersebut berupaya menotice pihak tertentu dalam hal ini pemerintah agar lebih peduli dan memberikan kebijakan yang semestinya atau sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Untuk itu berbagai pihak harus mulai beradaptasi dengan kondisi saat ini. Isu-isu yang menjadi pembahasan masyarakat harus segera direspon secara optimal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H