Mohon tunggu...
Teddy Triyadi Nugroho
Teddy Triyadi Nugroho Mohon Tunggu... Freelancer - LP3ES/ Sosiologi Universitas Negeri Jakarta

Cogito Aliquid// Menulislah Dengan Rendah Hati Tausosiologi.id

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Refleksi 21 Mei 1998: Apa Kabar Reformasi?

21 Mei 2020   23:45 Diperbarui: 21 Mei 2020   23:40 393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mahasiswa yang menduduki gedung DPR pada saat Reformasi,Sumber: Kompas

Sudah 22 tahun yang lalu Negara kita telah melewati peristiwa bersejarah yang sampai sekarang tidak akan mungkin bisa dilupakan. Momentum sejarah yang dilakukan untuk menumbangkan rezim orde baru, yang ditandai dengan turunnya Presiden Soeharto sebagai awal dari reformasi. 

Berbagai elemen masyarakat dan Mahasiswa melakukan aksi demonstrasi untuk menuntut mundur pemerintahan Soeharto karena dianggap gagal menghadirkan proses demokrasi yang sehat.

Hari itu, setelah Presiden Soeharto menyatakan mundur dari kursi kepresidenan, hampir semua masyarakat Indonesia, bersorak sorai gembira---karena penguasa yang dianggap tidak pro rakyat, sudah mundur secara paksa atas kehendak rakyat. 

Bergemalah pekikan Hidup rakyat, hidup rakyat, hidup rakyat. Seakan, kemenangan benar-benar ditangan rakyat dan kekuasaan rakyat, berada diatas segalanya.

Reformasi Saat Ini?

Lalu yang menjadi pertanyaan sekarang---Apakah kemenangan itu sudah kita dapatkan? Setelah pergantian rezim apakah proses demokrasi sudah jauh lebih baik? Apakah korupsi sudah tidak ada? Apakah penegakan hak asasi manusia dan kesejahteraan rakyat semakin terjamin? Apakah peristiwa reformasi dapat dijadikan pembelajaran bagi bangsa untuk mengahadirkan system yang demokratis? Atau Apakah yang kita lihat hanyalah hanya omongkosong belaka?

Sorak sorai kemenangan kala itu mungkin hanya menjadi isapan jempol belaka hari ini. Melihat berbagai macam persoalan bangsa dan kebijakan yang diambil Negara kian hari seakan belum sepenuhnya berpihak kepada rakyat, terlebih dimasa pandemic seperti sekarang ini. Misalnya saja seperti kebijakan menaikan iuran BPJS melalui Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020, yang sempat dibatalkan oleh Mahkamah Agung[1]. 

Lalu Rancangan Undang-Undang tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara yang saat ini sudah disahkan oleh DPR menjadi UU, yang disinyalir justru akan menguntungkan segelintir pengusaha. 

Selain itu Rancangan Undang-Undang Cipta kerja (Omnibus Law), yang dinilai hanya akan membuat posisi buruh semakin rentan terhadap perlindungan kerja---dan kebijakan-kebijakan lain yang belum memuat kepentingan rakyat didalamnya.

 Setelah 22 tahun reformasi , perjuangan mahasiswa dalam memperjuangkan kepentingan rakyat saat itu telah menjadi perjuangan yang tidak terbayar harganya. Lalu sekarang apa yang kita dapatkan dari peristiwa itu? 

Tentunya rakyat menginginkan kesejahteraan dan kemakmuran, bukan hanya janji politik. Bagaimana nasib pekerja Indonesia disaat pandemic sekarang ini? 

Atau petani, nelayan dan sebagainya---Yang saat ini harusnya diperhatikan pemerintah. Tentunya saat ini kepentingan rakyat harus lah lebih diutamakan,karena itulah harapan dari reformasi.

 Namun jika kita melihat realitas saat ini Berdasarkan data dari Kementerian Pembangunan Perencanaan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas, 2020) memproyeksikan bahwa jumlah pengangguran di Indonesia akan bertambah 4,22 juta orang pada 2020. 

Sementara jumlah penduduk miskin pada akhir 2020 diperkirakan akan bertambah 2 juta orang dibandingkan data September 2019.[2] Hal ini tentunya cukup membuat kita menarik nafas sejenak, memikirkan bagaimana nasib kita kedepan yang mungkin saja salah satu diantara itu.

Oleh karenanya jika kita pahami bahwa reformasi seharusnya menumbuhkan demokrasi yang mesti mewujudkan keadilan sosial dan kesejahteraan, serta responsif terhadap masalah atau kepentingan public. 

Namun seperti yang kita lihat bahwa justru nilai dalam demokrasi menjadi tersumbat---Karena demokrasi saat ini sepertinya justru melayani kepentingan-kepentingan ekonomi-politik para oligarki.

 Bagaimana Demokrasi Kita?

 Berbagai macam persoalan mengenai hal-hal yang menyangkut langsung dengan kehidupan rakyat haruslah diperhatikan. Reformasi mesti menjadi sebuah pengingat yang berdampak kepada system demokrasi kita saat ini yang harusnya mengalami peningkatan. 

Namun sayangnya dalam kenyataannya disebutkan dalam lima tahun terakhir ini Indeks Demokrasi Indonesia cenderung memburuk, bahkan laporan terakhir The Economist Intelligence Unit (2019) yang menjadi berita media masa pada Januari 2020 menyebutkan indikator kebebasan sipil di Indonesia hanya mendapat nilai 5,5 dan secara umum Indeks Demokrasi Indonesia hanya mencapai angka 6,48 dalam skala 0 - 10.

 Untuk itu perlu dilakukan perbaikan-perbaikan yang dapat mengedepankan kepentingan rakyat agar proses demokrasi kita saat ini membaik. Terlebih pada persoalan penyelesaian pelanggaran HAM di masa lalu, karena secara teoritis HAM merupakan basis dalam demokrasi modern. 

Oleh sebab itu, salah satu bukti sebuah negara mempunyai komitmen untuk menjamin tegaknya demokrasi adalah menjamin dan menghormati Hak Asasi manusia, selain itu membongkar dan mengadili masalah-masalah HAM di masa lalu juga harus dilakukan untuk memperbaiki tatanan demokrasi kita.

 Republikanisme Dalam Demokrasi

 Untuk itu jika kita meminjam perspektif pada republikanisme seharusnya demokrasi kita mesti terkait dengan setidaknya empat hal---yang pertama tentang "kebaikan bersama", orientasi kebaikan bersama ini harus dilihat pada sisi substantifnya yakni keterlibatan dalam tubuh kepolitikan dan perbincangan mengenai makna hidup bersama. Yang kedua, civic virtue (keutamaan kewargaan) yakni keterlibatan aktif warga untuk mencapai keutamaan dan membela kebebasan sebagai kewajiban warganya.

 Ketiga peran kewarganegaraan, republikan memandang bahwa peran warga tidak muncul secara alamiah atau terberi melainkan membutuhkan disposisi dan pemebentukan pola piker tertentu, artinya warga bukan pembawa hak-hak yang pasif namun merupakan pelaku, pencipta kebebasan di dalam tindakannya. 

Dan yang terakhir dengan menekankan pentingnya sikap kewargaan yang aktif---menganjurkan pendidikan dan keterlibatan dalam berbagai aktivitas politik langsung dalam rangka mencapai"good life"

 Oleh karena itu disaat pandemic seperti sekarang ini kita tetap harus mengawal setiap kebijakan yang dikeluarkan pemerintah untuk pada akhirnya dapat kita kritisi, apakah kebijakan tersebut berpihak kepada masyarakat atau tidak. 

Saat ini civil society mesti menjadi counter-hegemony kekuataan-kekuatan oligarki serta mendorong partisipasi public yang  menjadi arena terselenggaranya common good. Dengan begitu diharapkan reformasi saat ini betul-betul akan sampai kepada cita-cita bangsa Indonesia yang sesungguhnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun