Dilihat dari sudut pandang relasi patron klien, khususnya dalam konteks Pemilu 2024, Jokowi memainkan peran sentral sebagai Presiden RI yang memiliki status sosial ekonomi yang lebih tinggi dibanding Prabowo. Jokowi dengan pengaruh dan sumber daya yang dimiliki dapat memfasilitasi, melindungi, serta memberi keuntungan bagi Prabowo yang saat ini berstatus sebagai pembantunya di kabinet dan sedang bertarung dalam Pilpres 2024. Pemberian pangkat jenderal kehormatan kepada Prabowo juga terasa personal, mengingat pada tahun 1998 Prabowo harus rela meninggalkan ABRI di saat jabatan Panglima ABRI mungkin saja akan diraihnya dalam beberapa langkah saja.
Penulis menduga, segala bantuan yang diberikan Jokowi kepada Prabowo, termasuk penganugerahan pangkat jenderal kehormatan menjadi langkah politik strategis Jokowi dalam upayanya tetap memiliki pengaruh kuat di kalangan elit politik setelah tidak memimpin lagi. Prabowo yang memerlukan segala bantuan Jokowi dipaksa harus menerima segala 'kebaikan' Jokowi untuk dapat mewujudkan mimpi berkantor di Istana Merdeka. Melalui berbagai bantuan dan pangkat jenderal kehormatan tersebut, Jokowi 'memaksa' Prabowo untuk terus mengingat kebaikannya---besar kemungkinan ini adalah cara Jokowi menumbuhkan loyalitas Prabowo.
Pensiun dengan rasa aman dan tetap eksis dalam percaturan politik nasional tentu menjadi harapan Jokowi. Tetapi, berbeda dengan Megawati dan Susilo Bambang Yudhoyono yang tetap eksis karena memiliki kendaraan yang bernama partai politik---Jokowi tidaklah memiliki kendaraan tersebut. Meski anak bungsunya menjadi ketua umum partai, tetapi partai tersebut tampaknya belum mampu menembus tingginya parliamentary threshold. Sehingga langkah-langkah yang diambil Jokowi hari ini bisa dinilai sebagai langkah untuk tetap menanamkan pengaruhnya di pemerintahan selanjutnya.
Pertanyaan selanjutnya, apakah langkah-langkah politik yang sudah diambil oleh Jokowi terhadap Prabowo Subianto berhasil menanamkan pengaruh besar dan menciptakan loyalitas Prabowo dan seluruh pihak yang menjadi bagian di pemerintahan lima tahun ke depan? Atau justru Indonesia akan kembali melihat penghianatan besar di panggung politik Indonesia?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H