Mohon tunggu...
Teddy Syamsuri
Teddy Syamsuri Mohon Tunggu... lainnya -

Ketua Umum Lintasan '66, Wakil Sekjen FKB KAPPI '66, Pendiri eSPeKaPe, Direktur Kominfo GNM dan GALAK, Inisiator AliRAN.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pengurus KPI Gunakan Cara PKI Lumpuhkan Tuntutan Pelaut

12 Juni 2016   23:11 Diperbarui: 12 Juni 2016   23:20 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hasoloan Ingatkan Pengurus KPI Gunakan Cara Mirip PKI Lumpuhkan Tuntutan Pelaut

Jakarta, 12 Juni 2016.

Hasoloan Siregar yang biasa disapa Solo (64), adalah Pelaut Indonesia yang terbilang senior dan sebagai anggota Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI), yang waktunya banyak disita untuk berlayar di beberapa kapal tankers asing milik Shell BV yang berkedudukan di Rotterdam, Belanda.

Solo juga penandatangan Petisi Pelaut Indonesia 6 Oktober 2015 dan Resolusi Minta Negara Hadir 10 Februari 2016, yang baik petisi maupun resolusinya dilayangkan juga kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Saat ini dia bertindak atas komitmen untuk mewakili Pelaut Senior yang selalu mendorong, mengawal serta mendampingi setiap aksi damai yang dilakukan pelaut generasi penerus yang berhimpun dalam Pergerakan Pelaut Indonesia (PPI) dan dikoordinir oleh Andri Yani Sanusi.

Dalam rilisnya kepada pers (12/6), Solo lemparkan pernyataan dengan mengingatkan kepada pelaut generasi penerus yang berhimpun di PPI untuk mewaspadi jika Pengurus Pusat (PP) KPI yang sekarang dituntut untuk segera menggelar Kongres Luar Biasa (KLB) KPI, terus menerus menggunakan cara-cara licik yang mirip PKI (Partai Komunis Indonesia) dalam upaya mereka melumpuhkan pelaut yang giat menuntutnya.

“Saya ingatkan kewaspadaan tinggi kepada para sahabat di PPI terhadap kelicikan PP KPI Cikini yang selalu menggunakan cara-cara mirip PKI” kata Solo geram.

Kronologi kepengurusan KPI sejak tahun 2001, menurutnya, jelas merupakan upaya perampasan kepengurusan dari kekuasaan Iskandar Ilahude dengan Hanafi menopang pada perjuangan pelaut reformasi yang berhasil menyingkirkan pejabat atau mantan pejabat Ditjen Perhubungan Laut (Hubla) untuk tidak duduk lagi di tapuk PP KPI melalui Munaslub KPI di Hotel Cempaka, Jakarta Pusat.

“Padahal Hanafi adalah bagian dalam kepengurusan Iskandar Ilahude sebagai Ketua III bidang Diklat dan Naker PP KPI 1997-2001, yang membohongi Menhubpar Agum Gumelar yang telah meresmikan land breaking proyek pembangunan Kampus Diklat Pelaut pada 12 Februari 2001 tapi tidak terbangun. Bahkan tanah seluas 50 hektar di Muara Gembong yang diatasnya untuk proyek pembangunan kampus katanya habis terjual”, tuturnya.

Seraya Solo ungkapkan keanehan jika pada waktu Hanafi terpilih menjadi Presiden KPI kedua kalinya hasil Kongres VI KPI 2004 di Hotel Mandarin Oriental, Jakarta Pusat, sebelumnya dari hasil Munaslub KPI 2001, “justru Hanafi meminta bantuan Kapolsek Muara Gembong untuk mengamankan tanah seluas 50 hektar yang di klem menjadi milik KPI. Ini adalah kelicikannya yang luar biasa”.

Di Kongres VII KPI 2009 di Hotel Sheraton Bandara Cengkareng, Banten, nampaknya ambisi untuk berkuasa ketiga kalinya ditentang oleh sebagian peserta kongres dari unsur KPI Cabang Tanjung Priok dan unsur Pelaut Perwakilan Perusahaan HAL (Holland America Lines), termasuk laporan pertanggungjawabannya selaku Presiden KPI 2004-2009.

Kekisruhan yang keluar dari aturan tata tertib (tatib) kongres, membuat Kongres VII KPI 2009 terjadi dead lock dan tidak ada pemilihan kepengurusan baru untuk periode 2009-2014, termasuk Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) yang tidak ada surat keputusan penetapan dan pengesahaannya yang ditandatangani oleh Ketua dan Sekretaris Pimpinan Kongres VIII KPI. “Sehingga turunannya yang pada Desember 2014 ada Kongres VIII KPI di Hotel Four Season Kuningan, Jakarta, batal demi hukum. Termasuk kepengurusan PP KPI 2014-2019 tidak sah alias ilegal” tutur Solo.

Sebab itu benarlah apa yang menjadi balasan surat dari Direktorat Perdata Ditjen AHU Kemenkumham tertanggal 29 Oktober 2015 kepada Pelaut Senior, jika organisasi KPI ternyata tidak terdaftar di Kemenkumham atau tidak memiliki legalitas hukum di pemerintahan. “Inilah yang menjadi tuntutan pelaut generasi penerus PPI agar digelar KLB KPI, karena memang dalam keadaan genting, memaksa dan luar biasa” tandas Solo.

Tapi apa lacur, PP KPI yang tetap saja dibawah kendali Hanafi dan Mathias Tambing selaku Sekjen KPI sejak Munaslub KPI 2001 itu, menurut Solo, sepanjang 2001 sampai 2014, kedua orang pengurus ini terus menerus melakukan suatu perbuatan kelicikan yang sangat buruk dilapangan.

Ketika mantan Wakil Presiden 2004-2009, Haneman Suria, kembali ke basiknya sebagai Ketua KPI Cabang Tanjung Priok, “Haneman digulingkan oleh orang-orang atas perintah Hanafi dan Mathias. Informasinya hanya untuk mengusir Haneman dan menggelar Muscab KPI Tanjung Priok agar Silvester Hutahuruk menjadi Ketua KPI Cabang Tanjung Priok, digelontorkan uang organisasi KPI sampai Rp. 200an juta”.

Dalam perkembangannya rupanya PP KPI dan Pengurus Cabang Tanjung Priok terjadi disharmonis. Kembali orang-orang bayaran PP KPI diperintahkan mendongkel Silvester dan berhasil, tetapi kepengurusan cabang Tanjung Priok menjadi stagnan atau status quo. Itulah sebabnya ketika PP KPI 2009-2014 yang tidak pernah ada itu gelar Kongres VIII KPI, pelaut Tanjung Priok pun menggelar Kongres VIII tandingan sehari setelah Kongres VIII KPI dibuka. Kongres tandingan dilaksanakan di Gelora Remaja Jakarta Utara, dan terpilih Ferdinandus sebagai Ketua Umum KPI yang bermarkas di Kantor KPI Tanjung Priok. Bukan berkedudukan di Kantor Pusat KPI di Jl. Cikini Raya No. 38AA/BB Jakarta Pusat.

Karena PP KPI Cikini merasa tetap terusik sekalipun Hanafi sudah dianggkat menjadi Presiden Eksekutif PP KPI, bukan penasehat. Dan fungsionalnya berada diatas kedudukan Presiden KPI Hasudungan, yang untuk jabatan Presiden Eksekutif tidak tertuang dalam AD/ARTI KPI produk Kongres VIII yang batal demi hukum itu. Kembali membuat langkah penggulingan berikutnya, yang sampai sekarang ini terkonfirmasi ada nama Jack dan Sandewang sebagai Pengurus Cabang KPI Tanjung Priok, bukan Ricky Salaka yang telah memiliki legal standing sejak Desember 2015 dari Kemenkumham.

“Dari sini sangatlah terang benderang. Mirip dengan cara-cara PKI. Hanafi, Mathias dan Sonny, jelas gunakan rezim status quo yang anti demokrasi, yang hanya gunakan uang trilyunan organisasi sebagai ATM yang setiap waktu dibutuhkan bisa ditarik, untuk menjaga jalinan jejaring KKNnya dengan aparat keamanan dan birokrat yang sudah terbangun sekian lama, dan untuk memelihara preman jika merasa terusik”, ketus Solo.

Yang lebih ironis lagi, dengan limpahan uang organisasi, ungkap Solo, banyak pelaut yang semula kawan karena uang pegang peranan menjadi lawan. “Mereka rekrut kawan-kawan yang punya potensi untuk menjadi bonekanya dan mau diperintahkan sesuai dengan kebusukan niatnya. Mereka merupakan biang pemecah belah pelaut, dan juga dalang pengadu domba”.

Bagi kawan-kawan pelaut yang direkrutnya, keluh Solo, disesalkan terus mengikuti apa yang diperintah oleh para mafia organisasi ini. Sebab itu Solo mengingatkan kepada pelaut generasi penerus yang murni berjuang dan tulus ikhlas mengorbankan waktu dan segalanya di PPI, “dimohon untuk mewaspadai cara-cara PP KPI Cikini gunakan cara mirip PKI untuk melumpuhkan pergerakan dan perjuangan para sahabat”, pungkas Solo sambil menegaskan jika dirinya siap meladeni jika ada pihak yang tidak senang atas pernyataannya ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun