Sebab itu benarlah apa yang menjadi balasan surat dari Direktorat Perdata Ditjen AHU Kemenkumham tertanggal 29 Oktober 2015 kepada Pelaut Senior, jika organisasi KPI ternyata tidak terdaftar di Kemenkumham atau tidak memiliki legalitas hukum di pemerintahan. “Inilah yang menjadi tuntutan pelaut generasi penerus PPI agar digelar KLB KPI, karena memang dalam keadaan genting, memaksa dan luar biasa” tandas Solo.
Tapi apa lacur, PP KPI yang tetap saja dibawah kendali Hanafi dan Mathias Tambing selaku Sekjen KPI sejak Munaslub KPI 2001 itu, menurut Solo, sepanjang 2001 sampai 2014, kedua orang pengurus ini terus menerus melakukan suatu perbuatan kelicikan yang sangat buruk dilapangan.
Ketika mantan Wakil Presiden 2004-2009, Haneman Suria, kembali ke basiknya sebagai Ketua KPI Cabang Tanjung Priok, “Haneman digulingkan oleh orang-orang atas perintah Hanafi dan Mathias. Informasinya hanya untuk mengusir Haneman dan menggelar Muscab KPI Tanjung Priok agar Silvester Hutahuruk menjadi Ketua KPI Cabang Tanjung Priok, digelontorkan uang organisasi KPI sampai Rp. 200an juta”.
Dalam perkembangannya rupanya PP KPI dan Pengurus Cabang Tanjung Priok terjadi disharmonis. Kembali orang-orang bayaran PP KPI diperintahkan mendongkel Silvester dan berhasil, tetapi kepengurusan cabang Tanjung Priok menjadi stagnan atau status quo. Itulah sebabnya ketika PP KPI 2009-2014 yang tidak pernah ada itu gelar Kongres VIII KPI, pelaut Tanjung Priok pun menggelar Kongres VIII tandingan sehari setelah Kongres VIII KPI dibuka. Kongres tandingan dilaksanakan di Gelora Remaja Jakarta Utara, dan terpilih Ferdinandus sebagai Ketua Umum KPI yang bermarkas di Kantor KPI Tanjung Priok. Bukan berkedudukan di Kantor Pusat KPI di Jl. Cikini Raya No. 38AA/BB Jakarta Pusat.
Karena PP KPI Cikini merasa tetap terusik sekalipun Hanafi sudah dianggkat menjadi Presiden Eksekutif PP KPI, bukan penasehat. Dan fungsionalnya berada diatas kedudukan Presiden KPI Hasudungan, yang untuk jabatan Presiden Eksekutif tidak tertuang dalam AD/ARTI KPI produk Kongres VIII yang batal demi hukum itu. Kembali membuat langkah penggulingan berikutnya, yang sampai sekarang ini terkonfirmasi ada nama Jack dan Sandewang sebagai Pengurus Cabang KPI Tanjung Priok, bukan Ricky Salaka yang telah memiliki legal standing sejak Desember 2015 dari Kemenkumham.
“Dari sini sangatlah terang benderang. Mirip dengan cara-cara PKI. Hanafi, Mathias dan Sonny, jelas gunakan rezim status quo yang anti demokrasi, yang hanya gunakan uang trilyunan organisasi sebagai ATM yang setiap waktu dibutuhkan bisa ditarik, untuk menjaga jalinan jejaring KKNnya dengan aparat keamanan dan birokrat yang sudah terbangun sekian lama, dan untuk memelihara preman jika merasa terusik”, ketus Solo.
Yang lebih ironis lagi, dengan limpahan uang organisasi, ungkap Solo, banyak pelaut yang semula kawan karena uang pegang peranan menjadi lawan. “Mereka rekrut kawan-kawan yang punya potensi untuk menjadi bonekanya dan mau diperintahkan sesuai dengan kebusukan niatnya. Mereka merupakan biang pemecah belah pelaut, dan juga dalang pengadu domba”.
Bagi kawan-kawan pelaut yang direkrutnya, keluh Solo, disesalkan terus mengikuti apa yang diperintah oleh para mafia organisasi ini. Sebab itu Solo mengingatkan kepada pelaut generasi penerus yang murni berjuang dan tulus ikhlas mengorbankan waktu dan segalanya di PPI, “dimohon untuk mewaspadai cara-cara PP KPI Cikini gunakan cara mirip PKI untuk melumpuhkan pergerakan dan perjuangan para sahabat”, pungkas Solo sambil menegaskan jika dirinya siap meladeni jika ada pihak yang tidak senang atas pernyataannya ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H