Mohon tunggu...
Teddy Syamsuri
Teddy Syamsuri Mohon Tunggu... lainnya -

Ketua Umum Lintasan '66, Wakil Sekjen FKB KAPPI '66, Pendiri eSPeKaPe, Direktur Kominfo GNM dan GALAK, Inisiator AliRAN.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

"Tidak Ada Seorang Pemimpin Dunia Yang Sehebat Jokowi"

23 Maret 2014   00:05 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:37 958
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sebuah Pengakuan Teddy Syamsuri, mantan pelaut di kapal asing

"Tidak Ada Seorang Pemimpin Dunia Yang Sehebat Jokowi
Dalam Bersikap Untuk Saling Menghormati Setiap Orang Dimanapun
Tanpa Beban dan Tidak Kenal Diskriminasi"

Jakarta, 22 Maret 2014.

Saya sejatinya belum melihat ada pemimpin Indonesia ke depan yang bisa mengantarkan sekaligus membawa bangsa dan negara ini menjadi lebih baik dari yang bakal ditinggalkan sepanjang pemerintahan Presiden SBY yang sebut saja lebih suka menerapkan kebijakan neo liberalisme ketimbang ekonomi kerakyatan yang berdasarkan Pancasila dan sesuai amanat Pasal 33 ayat 1, 2 dan 3 UUD 1945.

Itulah sebabnya dalam mengisi waktu selepas tidak menjadi pelaut lagi, karena memang usia sudah sepuh. Saya suka bersilaturahmi dengan para aktivis pergerakan perubahan dan anti korupsi, baik yang senang berkumpul di TIM maupun ditempat lainnya, untuk berbagi dalam mencari Calon Presiden pengganti SBY yang seorang jenderal sayangnya kerap peragu dalam mengambil keputusan untuk menjaga, mempertahankan dan memperkuat empat pilar kebangsaan (Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika) yang menjadi ideologi, konstitusi, konsensus dan komitmen setiap anak bangsa.

Tapi ketika saya hadir dalam acara resepsi anak Jenderal Tyasno Sudarto di TMII bertepatan waktunya Gubernur DKI Jokowi dan istrinya juga hadir, usai acara tahlil almarhum Bang Taufiq Kiemas di kediaman Mbak Megawati di Jl. Teuku Umar. Usai salaman dan berfose bersama di altar pelaminan, entah bagaimana saya melihat semua among (panitia) yang bisa jadi pangkatnya banyak yang sudah perwira itu mengkerubuti Jokowi dan istri, salaman dan minta photo bareng. Ini adalah acara resmi pernikahan anak jenderal, tapi amongnya sempat bubar ketika Jokowi datang.

Yang kedua ketika saya hadir acara resepsi pernikahan anak mantan Wapres Jusuf Kalla di Pacific Place The Rizt Carlton bertepatan malam itu juga ada konser akbar Metalicca, dimana Jokowi habis menghadiri resepsi pernikahan anak JK tentu langsung hadir di konser Metalicca. Saya baru keluar dari lift menuju ke ruang resepsi bertepatan Jokowi mau pulang. Setelah saya tegur sapa dan salaman, saya melihat Jokowi nyalami penjaga lift untuk turun. Nah, penjaga lift itu spontan minta photo bersama dan posisi saya yang mau masuk antrian diminta untuk mengambil gambarnya dari ponsel penjaga lift tadi. Usai itu dan Jokowi pun turun lift, saya berpikir begitu luar biasanya sikap Jokowi yang kata orang Jawa "ngewongke" orang. Padahal usai saya bersalaman dengan kedua mempelai dan turun mencari santap malam, rombongan Mbak Megawati yang didampingi Mbak Puan dan Mas Tjahjo sedang duduk di VVIP Room. Artinya apa, demi menghormati janji Jokowi mau datang ke panggung Metalicca di GBK Senayan, beliau harus pamit lebih dulu ke Mbak Mega. Ini, lagi lagi sikap yang luar biasa untuk memenuhi harapan publik yang sudah berjubel di panggung Metalicca.

Dari kedua pengalaman yang saya saksikan sendiri. Maka dengan jelas dan tegas, Jokowi jika terpilih menjadi Presiden, insya Allah lebih berpihak kepada rakyat ketimbang korporasi yang terus terang saja sepanjang pemerintahan SBY lebih dimanjakan. Sehingga sektor migas dikuasai asing, dan sektor pangan dibiarkan impor, rakyat lalu dikorbankan. Ini realitanya, ini yang akan mementahkan mereka yang suka mengkritik Jokowi yang konon berada dibalik korporasi tapi tiidak akan pernah terbukti.

Boleh saja para pengamat dan para ahli pada bergunjing ria berbagai hal yang mengorek kelemahan, kekurangan dan keraguan yang menurut mereka menjadi bersikap negatif dalam menilai Jokowi. Tapi, jika rakyat memilihnya, jangan salahkan rakyat yang berhak memilih dan dijamin oleh konstitusi. Mereka lupa jika seorang buruh pelabuhan Lech Walenca bisa menjadi Presiden Polandia, karena rakyat memilihnya. Bukan dipilih oleh pengamat, bukan ahli dan bukan pula oleh setiap orang yang memang tidak menyukai Jokowi memimpin negeri ini dengan Tri Saktinya. Sudahlah jelas, kedaulatan tertinggi di negeri ini ada di tangan rakyatnya, bukan oleh berbagai kriteria yang disodorkan oleh mereka.

Semoga saja baik di Pileg pada 9 April nanti, tentu partai pengusung Jokowi menjadi Capres yaitu PDI Perjuangan, saya do'akan melewati ketetapan PT 20 persen. Yang insya Allah pula akan memuluskan jalan Jokowi bisa terpilih dalam Pilpres nantinya. Amien.

Salam takzim,
Teddy Syamsuri HS,
kontak person 081212229578.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun