Pensiunan Pertamina Tuntut Mundur Stafsus Menteri ESDM Widyawan
Jakarta, 24 Desember 2014.
Kinerja Kabinet Kerja hampir dua bulan lamanya kerap membuat kontroversi publik yang tidak perlu. Narasi besar yang semestinya muncul, menjadi bias disebabkan perkara sepele tetapi menyita perhatian publik. Sejumlah pembantu Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam dua bulan terakhir tak dimungkiri berikhtiar untuk mewujudkan “Nawa Cita” yang menjadi narasi besar Jokowi dalam Pemilu Presiden 2014 lalu. Begitu logika umum para pembantu terhadap atasannya. Para Menteri Kabinet Kerja itu dipastikan juga melakukan hal tersebut. Namun sangat disayangkan, Kabinet Kerja pimpinan Presiden Jokowi tidak sedikit yang membuat blunder di hadapan publik. Sederet perkara yang semestinya tak perlu muncul, menjadi duri dalam daging.
Seperti halnya PT Pertamina (Persero) yang sudah mendapat restu dari Pemerintah untuk mengambil alih Blok Mahakam di Kalimantan Timur dari Total E&P Indonesie asal Prancis yang sudah mengurasnya selama 50 tahun sejak tahun 1967. Sekalipun Pemerintah cq. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said dalam jumpa pers pada 16 November 2014 menyatakan bahwa dirinya jelas sekali berpihak ke negara sendiri. Katanya, kalau hari ini bisa kita serahkan ke Pertamina, tapi ada tata caranya. Namun dalam pelaksanaannya, Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Dwi Soejipto di Kantor Pusat Pertamina pada 10 Desember 2014 menyatakan, izinnya itu harus disetujui oleh Staf Khusus Menteri ESDM Widhyawan Prawiraatmaja.
Padahal Widyawan yang sebelumnya adalah Kepala Unit Pengendalian Kementerian ESDM dan baru pada 29 Oktober 2014 diangkat menjadi Stafsus Menteri ESDM. Pada 21 November 2014, Widyawan pernah melontarkan sebuah pernyataan yang diluar dari kewenangannya, bahwa Pemerintah berharap Pertamina menggandeng kembali Total sebagai bentuk keadilan, sebab selama ini Total sudah berinvestasi mengelola Blok Mahakam. Dan menurutnya, sebaiknya opsi Pertamina berkesempatan mengelola blok milik Total di luar negeri.
Untuk diketahui nama Widyawan diduga sebagai salah satu pejabat yang terkait kasus suap Ketua SKK Migas Rudi Rubiandini. Ia pernah diperiksa KPK pada 11 September 2013terkait penyidikan kasus dugaan korupsi kegiatan hulu migas yang menjerat Rudi serta dihadirkan oleh Jaksa KPK di Pengadilan Tipikor dalam sidang terdakwa Simon Gunawan, Komisaris PT Kernel Oil pada 25 November 2013, dan saat bersaksi untuk Artha Meris, Presiden Direktur PT Kaltim Parna pada 13 Oktober 2014. Dia juga diduga mengetahui dan ikut ambil andil di sejumlah skandal migas. Sehingga KPK disebut-sebut berniat akan menyeret sejumlah pejabat SKK Migas, termasuk Widyawan.
Jika demikian, nampaknya ada sesuatu yang salah yang dilakukan oleh Menteri ESDM Sudirman Said mengangkat Widyawan, karena Jokowi-JK sudah menandatangani komitmen dengan KPK bahwa sampai di level Dirjen pun itu semua harus melalui tes integritas oleh KPK. Artinya dalam keputusan kolektif kolegial, Widyawan harusnya ikut bertanggung jawab. Ketua KPK Abraham Samad saat Peringatan Hari Anti Korupsi Se-Dunia Tahun 2014 di UGM Yogyakarta pada 9 Desember lalu, juga menyampaikan penghargaan atas komitmen Presiden Jokowi untuk tegas dalam memberantas korupsi. Artinya, semua itu sudah diatur, semua harus melalui uji integritas. Tapi malah tidak dilakukan oleh Menteri ESDM Sudirman Said, sebaliknya Menteri ESDM berkilah jika pengangkatan Widyawan sebagai Stafsus tidak memerlukan ijin Presiden Jokowi.
Akan tetapi yang lebih menyakitkan bagi publik, yang tentunya peduli pada Ketahanan Energi Nasional. Terutama bagi Pensiunan Pertamina yang sejak 2001 berhimpun dalam Solidaritas Pensiunan Karyawan Pertamina (eSPeKaPe). Sosok Widyawan yang ditunjuk oleh Menteri ESDM sebagai Stafsus, justru rela membohongi rakyatnya sendiri hanya untuk menyenangkan pihak Total E&P. Widyawan berani memanipulasi dan menyesatkan informasi. Dia berani menciptakan kebohongan publik dan berpihak pada asing. Dan, dia sangat merendahkan dan melecehkan kemampuan Pertamina.
“Maka skema Widyawan untuk Pertamina tetap gandeng Total E&P di Blok Mahakam pasca 2017, tentu wajib eSPeKaPe waspadai. Ini sebagai konsistensi eSPeKaPe yang sejak 10 Februari 2011 telah berkomitmen untuk mengawal dan mempertahankan Pertamina harga mati”, papar Ketua Umum eSPeKaPe Binsar Effendi Hutabarat yang juga Wakil Ketua Umum FKB KAPPI Angkatan 1966 dalam siarannya kepada pers (24/12/2014).
Padahal Pertamina menurut Binsar Effendi, sudah menegaskan kesiapan mengelola Blok Mahakam sebagaimana isi dalam surat resmi Plt. Direktur Utama Pertamina Muhamad Husen kepada Menteri ESDM Sudirman Said pada 27 November 2014. “Surat tersebut adalah penegasan kembali minat Pertamina untuk siap mengelola Blok Mahakam yang telah disampaikan kepada Pemerintah sejak tahun 2008”, ujarnya.
Dan sebagai pertimbangan bagi Pemerintah, lanjut Binsar Effendi, Pertamina telah memiliki kemampuan secara teknis dan finansial untuk mengelola Blok Mahakam. Pertamina terbukti sukses meningkatkan produksi secara signifikan di Blok Offshore North West Java (ONWJ) yang saat diakuisisi Pertamina dari British Petroleum (BP) pada tahun 2009, produksinya hanya 21.000 barel per hari (bph) dan saat ini menjadi 46.000 bph. Menyusul Blok West Madura Offshore (WMO) yang saat dikelola Kodeco produksinya tinggal 13.000 bph, tapi kini oleh Pertamina pasca pengambilalihan, sudah berproduksi dan mencapai 22.000 bph. “Apa hasil anak bangsa sendiri ini yang terus menerus diragukan oleh Widyawan?”, tanyanya geram.
Sekarang ini dan sebagai konsekuensi atas kewajiban eSPeKaPe mewaspadai Stafsus Menteri ESDM Widyawan Prawiraatmaja yang menyudutkan martabat dan kemampuan bangsa sendiri, imbuh Binsar Effendi, “Adalah sebagaimana dulu eSPeKaPe lakukan saat menuntut mundur Wakil Menteri ESDM Rudi Rubiandini, yang juga meremehkan kemampuan dan kesanggupan Pertamina mengelola Blok Mahakam hanya dianggap tidak punya modal dan SDM-nya rendah. Bersyukur surat resmi eSPeKape tepat 17 Agustus 2013 itu, dikabulkan oleh Presiden Susilo Yudhoyono”, akunya.
“Kemarin, sudah eSPeKaPe kirimkan juga surat resmi No. 22/KU/eSPeKaPe/XII/2014 tertanggal 22 Desember 2014 kepada Presiden Jokowi, perihal aspirasi pernyataan sikap dalam bentuk tuntutan” lanjut Binsar Effendi sambil menyatakan sebagai bentuk keseriusan tuntutan eSPeKaPe. “Yah, semoga saja Presiden Jokowi mau mendengar sekaligus mengabulkan aspirasi konstruktif dari eSPeKaPe yang saat aktifnya susah payah merintis, membangun dan membesarkan Pertamina ini”, pungkasnya
Berikut isi aspirasi pernyataan sikap eSPeKaPe yang berbentuk tuntutan :
1. Segera menetapkan bahwa kontrak pengelolaan Blok Mahakam dengan Total E&P dan Inpex Co yang berakhir pada 31 Maret 2017 tidak akan diperpanjang;
2. Segera menetapkan hak pengelolaan Blok Mahakam diserahkan kepada Pertamina sejak 1 April 2017 secara sepenuhnya, tunggal dan 100 persen menjadi operatornya;
3. Memberi hak partisipasi saham (Participating Interest) pengelolaan Blok Mahakam kepada Provinsi Kalimantan Timur minimal sebesar 10%. Impementasi PI harus dikordinasikan dan dijamin oleh Pemerintah bersama Pertamina, tanpa partisipasi atau kerjasama dengan swasta yang berpotensi merugikan daerah;
4. Memberhentikan segera Stafsus Menteri ESDM Widyawan Prawira Atmaja dari jabatannya yang cenderung menjadi kaki-tangan asing dengan berbagai cara, dengan sengaja atau tidak sengaja, dengan secara langsung atau tidak langsung, telah memanipulasi informasi, melakukan kebohongan publik, melecehkan kemampuan SDM bangsa sendiri dan menyesatkan kesanggupan Pertamina, serta merendahkan martabat bangsa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H