Mohon tunggu...
Teddy
Teddy Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Departemen Politik dan Pemerintahan

Selanjutnya

Tutup

Money

Relasi Sipil Militer dalam Perwujudan Demokrasi di Indonesia

5 Juli 2021   23:49 Diperbarui: 27 Juni 2022   23:12 1149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sistem pertahanan dan keamanan dalam sebuah negara sangat dibutuhkan dalam menjaga tetap utuhnya stabilitas nasional. Dalam memenuhi peran tersebut diperlukan sebuah institusi negara dalam menjamin terciptanya tujuan tersebut. Militer hadir sebagai bentuk patriotik terhadap negara sehingga dalam proses seharusnya inheren dengan kepentingan keamanan nasional. 

Militer adalah alat negara untuk mencapai tujuan negara, baik itu internasional maupun lokal yang diberikan legalitas untuk melakukan kekerasan bahkan kepada penduduk sipilnya yang dianggap pemerintah membahayakan eksistensi negara (Amanah, n.d.). 

Secara historis, pembentukan militer di Indonesia memiliki keunikan dibandingkan dengan militer negara lain, karena terbentuk melalui proses kemerdekaan. Perjuangan ini tidak hanya didasarkan dalam bentuk perjuangan fisik tetapi keterlibatan militer secara informal juga memiliki peran penting dalam penyusunan strategi pendirian bangsa indonesia. 

Dalam karya The army and Politics in Indonesia, Harold mencatat bahwa sejak awal pendirian militer tidak pernah menganggap dirinya sebagai instrumen negara yang peduli terhadap masa keamanan. 

Sebaliknya, TNI selalu mendefinisikan dirinya sebagai kekuatan militer dan kekuatan sosial-politik Indonesia. Hal ini kemudian berimplikasi kepada tidak adanya batasan eksplisit yang dapat melihat fungsi militer dan politik. Dalam proses perkembangan politik Indonesia, militer mewujudkan sebuah konsep yang disebut dengan Dwifungsi yang muncul sebagai akibat dari peranan sosial politik oleh militer dan kristalisasi ideologi yang menopang tugas tersebut (Sundari, 2017). 

Kekosongan jabatan yang di tinggal Belanda pada saat itu, memaksa perusahaan-perusahaan milik belanda dinasionalisasi dengan penempatan golongan militer di dalamnya. Djiwandono dalam bukunya berargumen bahwa konsep Dwifungsi merupakan evolusi ketidaksukaan terhadap Demokrasi Liberal yang dianggap lebih mengarah pada individualistis sehingga tidak sesuai dengan konsep keindonesiaan yang berdasarkan pada asas kekeluargaan dan gotong royong.

Konsep Dwifungsi pertama kali diungkap A.H nasution pada saat menjabat sebagai Menpangad. Dia menyatakan bahwa posisi TNI di Indonesia tidak bisa mereplikasi konsep di negara Barat, yang mana posisinya hanya sebagai alat pemerintahan atau dibawa kontrol sipil, tetapi juga tidak seperti di negara Amerika Latin yang memposisikan militer sebagai kekuasaan monopoli, melainkan TNI adalah tentara yang hidup berdampingan dengan rakyat. 

Oleh karena itu, ide A.H Nasution kemudian dikenal dengan konsep "Jalan Tengah". Ide Nasution mendapat angin segar setelah keberhasilan militer dalam menumpas pemberontakan di beberapa wilayah tanah air dan kemudian diimplementasikan oleh Bung Karno dalam Demokrasi Terpimpin. Akar Dwifungsi kemudian dapat tumbuh pada masa itu dan pada masa Orde Baru mendapatkan legalitasnya. 

Dwifungsi semakin mendapat legitimasi sejak keberhasilan militer dalam menumpas pemberontakan G30 S PKI 1965. Hal ini kemudian yang mengidentifikasikan bahwa Dwifungsi dapat dibenarkan bagi para pejuang kemerdekan. 

Orde Baru mentransformasikan ABRI sebagai mesin politik untuk kepentingan dan keamanan Soeharto, dalam bentuk mencegah personel militer dalam melakukan kritik terhadap Soeharto, dan menempatkan militer dalam MPR dan DPR, sebagai Fraksi ABRI, serta penempatan militer dalam pos-pos ranah sipil (Singh, 2001). 

Sikap politik otoritarian tersebut kemudian berimplikasi kepada dominasi militer dalam lembaga struktural negara. Akibatnya kekuatan sipil tidak dapat menunjukan eksistensinya dalam mereduksi kekuatan hegemonik militer. Kekuatan sipil seharusnya benar-benar dapat dimaksimalkan dan meminimalkan kekuasaan militer. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun