Mohon tunggu...
Teddi
Teddi Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Niat, Tekad, Nekat, dan Semangat Menembus PTN

15 Februari 2019   11:43 Diperbarui: 15 Februari 2019   12:45 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Ini adalah kisahku, bagaimana kerasnya perjuangan untuk bisa kuliah di PTN, semua ini berawal ketika upacara bendera saat aku masih duduk dibangku kelas X SMA. Ketika Pembina upacara memeberikan arahan yang berkaitan dengan perguruan tinggi negeri, disitulah semangatku mulai menggelora dan membara. 

Dengan  semangat dan gembira hati ini mendengarkannya, bapak itu berkata "apabila kalian ingin masuk ptn tanpa tes, maka berjuanglah dari sekarang apalagi untuk kalian yang masih kelas X, pertahankan dan tingkatkanlah nilai kalian, banyak beasiswa yang bisa kalian dapatkan, dari jalur SNMPTN maupun SBMPTN. 

Kuliah gratis itu tidak mustahil jika kalian berjuang sekuat tenaga itu pasti akan terwujud." Mendengar pembicaraan guru tadi diriku sangat semangat seakan semuanya itu mudah untuk terlaksana.

Sejak itulah aku mulai berjuang dan belajar dengan giat dan semangat, usaha dan doa selalu menyertai disetiap saat. Satu semester hampir berlalu, tibalah saatnya pengambilah hasil perjuangan selama satu semester, aku ragu dengan usahaku selama itu. Setiap nama yang dipanggil dari peringkat sepuluh, tidak ada nama ku disebutkan. Hingga sampailah pada peringkat pertama, aku sudah putus asa disangka tidak mendapat apa-apa, lalu wali kelas meyebutkan bahwa akulah sang juara untuk semester pertama. Sontak hati ini riang gembira tak terhingga, puji Tuhan permulaan yang bagus dan tidak mengecewakan.

Kujadikanlah nilai itu sebagai motivasi untuk mengembangkan diri, terus kuasah pengetahuan demi masa depan. Sampai semester tiga gelar juara kelas itu masih melekat pada diriku. Memasuki semester empat aku mulai berpikir bahwa kemampuan akademik saja tidak cukup, untuk apa pengetahuan jika tidak diimplementasikan. 

Kucobalah untuk terjun dalam organisasi OSIS, aku memberanikan diri untuk mencalon sebagai ketua OSIS, puji Tuhan aku diberi kesempatan untuk mengemban tanggung jawab itu. Banyak sekali pengalaman yang aku dapatkan sejak menjadi ketua OSIS, sampai masa jabatan ku habis pada semester lima. Sampai saat itu juara kelas masih aku pengang.

Semakin giatlah aku belajar hingga sampailah pada saat pendaftaran SNMPTN dibuka dengan penuh semangat aku mendaftar melalui guru di sekolah, aku urus semua persyaratan tanpa rasa lelah, karena hati sudah semangat ingin kuliah. Sampailah pada pengumuman kelulusan, ternyata hasilnya sangat mengecewakan diriku gagal, aku sudah pasrah tapi tidak menyerah. Mungkin Tuhan belum merestui dan akan kucoba lagi.

Kucobalah untuk masuk lewat jalur yang kedua yaitu SBMPTN namanya, saat itu aku hanya punya tekad tapi tidak tau apa yang harus diperbuat, aku kebingungan bagaimana cara untuk mendaftar, karena waktu itu prasaranaku sangat tidak menunjang semangatku, hingga sampailah titisan Tuhan datang untuk menolongku, ia menawarkan pertolongang untuk membantuku daftar, dengan semangat kukirimlah semua dataku untuk melengkapi persyaratan daftarnya, dan satu masalah sudah selesai aku sudah berhasil daftar tinggal menunggu, hari untuk bertempur dengan soal-soal.

Aku belajar dengan sekuat otak dan tenaga, karena modal semangat saja tidak cukup. Hingga beberapa minggu sebelum menjelang tes aku baru sadar kemana aku akan menginap saat tes nanti, disitulah aku kembali menjadi bingung. Kutanyalah semua keluarga yang ada, dan ternyata Tuhan kembali membantuku. Ku temukanlah keluarga yang siap untuk ditumpangi rumahnya sebagai tempat peristirahtanku saat berjuang nanti. 

Pergilah kutinggalkan kampung menuju kota yang belum ku kenal betul, bersama ayah aku ditemani betapa berharganya orang tua bagiku. Setelah menghantarku keesokan harinya ayahku kembali ke kampung halaman, ditinggalkannyalah aku bersama sahabat otomitif ku sejak SMA, ia adalah motor kesayangan dan satu satunya milikku.

Mulailah aku berkeliling kota dangan motor tua, ditemani GPS yang selalu ada, kucari tampat untuk tes nanti, setelah sampai kulihat diruangan mana aku duduk nanti. Pulanglah aku setelah melihat tempat tadi, ketika perjalanan pulang aku mulai sadar bahwa aku berada di jalan yang salah, entah bagaimana GPS menunjukan jalan padaku, sesatlah aku dijalan sampai selama satu jam, sampai aku hampir ditabrak karna salah menyebrang. 

Kucoba bertanya pada seorang ibu yang sedang berjualan ditepi jalan, kemana arah jalan untuk pulang, ibu itu pun menjelaskannya dan ternyata jarak untuk pulang sangat jauh, kulanjutkan perjalanan dengan penuh ketelitian menelaah jalan. Sampilah aku di tempat peristirahatan yaitu rumah yang aku jadikan sebagai penginapan, kubaringkan badan  bersiap untuk tempur besok siang.

Haripun berlalu, tibalah saatnya untuk mengadu nasib dan berjuang melawan kebodohan. Segala sesuatu telah aku persiapkan baik pikiran, perasaan dan penampilan, kusiapkan sebaik mungkin. Berangkatlah aku menuju tempat pengujian. Setelah sampai disana aku disambut oleh teman seumuran yang juga ikut berjuang.

Tibalah saatnya masuk ujian, tak lupa doa selalu kupanjatkan agar dilancarkan dalam ujian. Ternyata soal yang ada diluar dugaan, tetapi aku tidak menyerah kukerahkan segenap pemikiran dan pengetahuan untuk diandalkan dalam menjawab soal ujian. Hingga selesailah sampai waktu pengahabisan. Tenang rasanya karena telah selesai menjalankan ujian, tetapi ada ragu yang menyangkut dihati "apakah aku bisa lulus". Terus ku berdoa agar semua sesuai keinginan, hingga beberapa bulan kemudian tibalah waktunya, hasil dari usaha yang ada. 

Pengumuman ujian telah tiba, aku sangat ragu untuk mengecek apakan aku lulus atau tidak, sampai-sampai aku tidak mau mengeceknya karena masih terpaku pada masa lalu takut dikecewakan lagi. Sampai terdengar nada dering pesan dari hp, ucapan selamat dari orang yang mendaftarkan ujian, ternyata aku lulus tes. Hatiku sangat senang, riang dan gembira, tak lupa aku ucapkan syukur pada tuhan, karena atas rahmatnya aku bisa lulus ujian.

Dari situlah aku belajar bahwa kegagalan adalah awal dari keberhasilah, usaha dan doa harus selalu ada agar semuanya tak sia sia. Doa tanpa usaha itu bohong, usaha tanpa doa itu sombong. Jalan Tuhan belum tentu yang termudah, bukan juga yang tercepat tapi sudah pasti yang terbaik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun