Mohon tunggu...
Teddy Budiyansyah
Teddy Budiyansyah Mohon Tunggu... -

Histori, Vakansi, Point of View dari Teddy Budiyansyah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Perkara di Tolikara

25 April 2016   21:23 Diperbarui: 25 April 2016   21:37 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia memang dikenal dunia sebagai negara yang paling damai dalam hal pelaksanaan demokratis. Sebagai negara pluralis yang memiliki banyak keberagaman baik itu dari sisi agama, ras, budaya, suku, bahasa dan hal lainnya, pemerintah memiliki tanggung jawab yang besar dalam hal menjaga keberagaman kehidupan.

Kita pun sejak kecil di sekolah dasar dalam pelaran PMP ( Pendidikan Moral dan Pancasila) atau PPKn (Pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan) sudah diajarkan untuk senantiasa memiliki tenggang rasa dan rasa toleransi terhadap sesama warga negara, itulah kenapa di negara kita sudah cukup terbentuk untuk saling memahami setiap insan manusia.

Kejadian intoleransi di negara kita sudah dianggap sebagai hal yang sangat sensitif untuk dibicarakan, semakin dibicarakan maka semakin sensitif dan maka akan semakin reaktif. Tak ayal masyarakat akan semakin reaktif karena juga ada peran dari kebebasan media yang membawa kita untuk semakin terprovokasi, ini yang sangat bahaya dari masyarakat yang demokratis. Apalagi jika sudah banyak tokoh  yang angkat bicara soal ini, semakin masyarakat terpancing seolah sama sama memiliki peran untuk semakin ikut latah reaktif.

Perkara insiden beberapa waktu yang lalu yang cukup mengusik keharmonisan toleransi umat beragama di Indonesia yang terjadi di Karubaga Kabupaten Tolikara Provinsi Papua. Insiden tersebut cukup mengharukan sekali mengingat kejadian tersebut berlangsung saat seluruh umat muslim di dunia sedang merayakan hari raya Idul Fitri 1436 H. Bayangkan saja, saat umat islam sedang berbahagia merayakan hari kemenangannya kemudian ada satu kelompok orang yang mengusik dengan melakukan pengrusakan rumah ibadah dan melakukan pembakaran, sungguh menyedihkan apapun itu alasannya. Sama seperti saat Umat Kristen sedang melakukan prosesi malam Natal dalam cinta kasih damai nya kemudian terjadi ledakan bom di gereja. Sama menyedihkannya mendengar berita tersebut.

Bukan perihal karena saya muslim maka saya mengutuk kejadian pembakaran mushala di Tolikara tersebut, tapi karena hal tersebut sudah sangat mencoreng kehidupan beragama. Sama hal nya saya akan mengutuk kejadian pemboman di malam natal tahun 2000 silam di sekitar 12 gereja di seluruh Indonesia. Ini bukan soal saya agama apa dan mereka agama apa, tapi ini adalah soal kemanusiaan dimana setiap orang memiliki hak untuk hidup dan memilih agama sesuai kehendaknya. 

Penduduk muslim Papua adalah sekitar 15% dan di Papua sendiri didominasi oleh penduduk Kristen dengan presentase 65%. Sedangkan bagaimana dengan di Kabupaten Tolikara, Penduduk muslim hanya sekitar 0.5% dan 99% nya adalah Kristen. Ini hanya hitung hitungan angka saja perihal memang muslim di Tolikara merupakan minoritas, dan saya percaya bahwa masyarakat Tolikara pun sama seperti masyarakat Indonesia pada umumnya, memiliki toleransi yang cukup tinggi akan kehidupan beragama. Dan agama memang seharusnya bukan merupakan issu yang sensitif dalam menjalan kehidupan sehari hari.

Menilik dari akar permasalahan kejadian tersebut, disebut dalam beberapa media bahwa adanya keterlibatan dari Gereja Injil Di Indonesia (GIDI) yang beberapa waktu sebelum kejadian yang mengeluarkan surat edaran untuk tidak melakukan kegiatan agama apapun di sekitar area Karubaga karena sedang berlangsungnya kegiatan GIDI tersebut. Ini tentunya perlu ditelusuri mengenai alasan kejadian tersebut, apakah benar adanya dan hanya percayakan kepada pihak yang berwajib untuk mengusut dan emnindak kejadian tersebut.

Sekali lagi, ini bukan perihal saya agama apa dan mereka agama apa dan saya perlu untuk reaktif untuk melakukan pembalasan, tapi ini adalah perihal terusiknya kebebasan beragama yang sangat mengganggu kehidupan bermasyarakat. Semoga pemerintah dapat dengan menyeluruh mengusut kasus tersebut secara hukum dan mengadili dengan hukum pidana bukan hukum agama. Dan kita sebagai masyarakat tidak perlu reaktif untuk sesumbar memberikan respon yang buruk yang bahkan hanya dapat memperkeruh suasana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun