Mohon tunggu...
Tubagus Al Amin
Tubagus Al Amin Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Hidup dalam kesederhanaan

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

BI Rate Tetap Sebesar 7,50%

14 November 2014   14:18 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:50 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 13 November 2014 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 7,50%, dengan suku bunga Lending Facility dan suku bunga Deposit Facility masing-masing tetap pada level 7,50% dan 5,75%. Kebijakan tersebut masih konsisten dengan upaya untuk mengendalikan inflasi menuju ke sasaran 4,5±1% pada 2014 dan 4±1% pada 2015, serta menurunkan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih sehat. Bank Indonesia menilai bahwa kebijakan stabilisasi ekonomi yang ditempuh selama ini mampu menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan serta mendukung proses penyesuaian ekonomi ke arah yang lebih seimbang. Hal ini tercermin pada defisit transaksi berjalan yang menurun dan permintaan domestik yang tetap terkelola. Namun, Bank Indonesia mewaspadai indikasi kenaikan ekspektasi inflasi terkait dengan rencana kebijakan BBM yang akan ditempuh Pemerintah. Untuk itu, Bank Indonesia akan memperkuat bauran kebijakan moneter dan makroprudensial untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan serta mendukung penguatan struktur perekonomian domestik. Selain itu, koordinasi kebijakan antara Bank Indonesia dan Pemerintah akan diintensifkan dalam mengendalikan inflasi dan defisit transaksi berjalan, agar penyesuaian ekonomi tetap terkendali dan mendukung kesinambungan pertumbuhan ekonomi.

Di sisi global, pemulihan ekonomi dunia terus berlanjut, meskipun berjalan tidak seimbang. Pemulihan ekonomi global masih ditopang oleh perekonomian Amerika Serikat yang terus membaik. Hal itu tercermin dari indikator produksi yang meningkat dan tingkat pengangguran yang menurun. Perkembangan AS ini semakin memperkuat prakiraan terjadinya normalisasi kebijakan The Fed pada pertengahan 2015. Sementara itu, perekonomian Eropa dan Jepang mengalami perlambatan. Perekonomian Tiongkok juga mengindikasikan kecenderungan yang melambat. Dengan perkembangan tersebut, harga komoditas global masih cenderung menurun, termasuk penurunan harga minyak dunia seiring dengan meningkatnya pasokan di tengah melemahnya permintaan. Dari jalur perdagangan, perkembangan ekonomi global tersebut akan berpengaruh pada kinerja ekspor Indonesia, dengan terus membaiknya ekspor manufaktur di tengah masih tertahannya ekspor komoditas primer. Sementara dari jalur keuangan, arus masuk modal asing ke Indonesia diperkirakan masih akan terus berlangsung meskipun dengan volatilitas yang masih cukup tinggi sehubungan dengan normalisasi kebijakan the Fed. Bank Indonesia akan terus mewaspadai berbagai risiko eksternal tersebut agar tetap kondusif bagi perekonomian Indonesia.

Seiring dengan masih lemahnya permintaan global, pertumbuhan ekonomi domestik masih dalam kecenderungan melambat. Pertumbuhan ekonomi triwulan III 2014 tercatat 5,01% (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi pada triwulan II 2014 sebesar 5,12% (yoy). Konsumsi meningkat ditopang oleh masih kuatnya konsumsi swasta dan meningkatnya belanja barang Pemerintah. Sementara itu, kegiatan investasi, khususnya investasi nonbangunan, masih lemah. Dari sisi eksternal, kinerja ekspor masih mengalami kontraksi, terutama bersumber dari melemahnya ekspor komoditas primer, sementara ekspor manufaktur secara konsisten terus membaik. Hal ini tercermin dari pertumbuhan ekonomi regional, dimana sumber perlambatan disebabkan oleh melemahnya pertumbuhan ekonomi Sumatera sebagai wilayah pengekspor komoditas. Sementara, pertumbuhan ekonomi di wilayah KTI mengalami peningkatan sejalan dengan kembali diekspornya mineral dan pertumbuhan kawasan Jawa relatif tinggi sejalan dengan terus membaiknya ekspor manufaktur. Secara keseluruhan tahun 2014, pertumbuhan diperkirakan mendekati batas bawah kisaran 5,1-5,5%, dan akan meningkat pada kisaran 5,4-5,8% pada 2015.

Kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) membaik pada triwulan III 2014, terutama didukung oleh defisit transaksi berjalan yang menurun. Defisit transaksi berjalan pada triwulan III 2014 mencapai 6,836 miliar dolar AS (3,07% dari PDB), menurun dari defisit pada triwulan II 2014 sebesar 8,689 miliar dolar AS (4,07% dari PDB) dan triwulan III 2013 sebesar 8,635 miliar dolar AS (3,89% dari PDB). Perbaikan transaksi berjalan terutama didukung oleh kenaikan surplus neraca perdagangan nonmigas sejalan dengan penurunan impor sebagai hasil kebijakan stabilisasi ekonomi yang ditempuh selama ini, ditengah defisit neraca migas yang masih meningkat. Perbaikan tersebut juga didukung oleh masih positifnya ekspor manufaktur, akibat berlanjutnya pemulihan AS, dan mulai pulihnya ekspor tambang pasca keluarnya izin ekspor mineral mentah. Sementara itu, transaksi modal dan finansial mencatat surplus yang cukup besar, terutama ditopang oleh meningkatnya arus masuk modal asing PMA sejalan dengan persepsi positif investor terhadap prospek perekonomian domestik. Aliran masuk modal asing terus berlanjut di Oktober 2014. Dengan perkembangan tersebut, cadangan devisa Indonesia meningkat menjadi 112,0 miliar dolar AS, setara 6,6 bulan impor atau 6,4 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Ke depan, defisit transaksi berjalan diperkirakan akan terus membaik seiring dengan meningkatnya ekspor manufaktur dan mineral, serta terkendalinya impor migas.

Rupiah mengalami pelemahan disebabkan sentimen global. Pada triwulan III 2014, rupiah secara rata-rata melemah sebesar 1,2% (qtq) ke level Rp11.770 per dolar AS. Tekanan terhadap rupiah dipengaruhi oleh faktor eksternal, yaitu kekhawatiran terhadap normalisasi kebijakan The Fed, dinamika geopolitik, dan perlambatan ekonomi global. Sementara dari faktor internal, pelemahan rupiah dipengaruhi oleh perilaku investor yang menunggu pembentukan kabinet baru dan program kerja pemerintah ke depan. Tekanan terhadap rupiah juga berlanjut di bulan Oktober 2014. Rupiah secara rata-rata melemah 2,01% (mtm) ke level Rp12.142 per dolar AS. Ke depan, Bank Indonesia akan terus menjaga stabilitas nilai tukar sesuai dengan fundamentalnya.

Inflasi terjaga dan berada dalam tren yang menurun sehingga mendukung prospek pencapaian sasaran inflasi 2014 yakni 4,5±1%. Inflasi triwulan III 2014 tercatat 4,53% (yoy), menurun dibandingkan 6,70% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Inflasi yang tetap terjaga tersebut didukung oleh inflasi inti dan volatile food yang terkendali. Terkendalinya Inflasi inti didukung oleh penurunan harga komoditas global, permintaan yang moderat dan ekspektasi inflasi yang terjaga. Sementara itu, inflasi volatile food juga tercatat relatif rendah, seiring dengan tercukupinya pasokan pangan. Sebaliknya, inflasi administered prices meningkat terutama didorong oleh kenaikan TTL RT dan LPG 12 kg. Inflasi yang terkendali berlanjut pada bulan Oktober 2014, meskipun mencatat kenaikan menjadi 4,83% (yoy). Bank Indonesia terus mencermati berbagai risiko inflasi, khususnya rencana penyesuaian harga BBM bersubsidi, yang terindikasi pada meningkatnya ekpektasi inflasi. Menghadapi hal tersebut, Bank Indonesia akan menempuh sejumlah kebijakan untuk memastikan dampak kenaikan BBM terhadap inflasi tetap terkendali dan temporer, termasuk dengan memperkuat koordinasi pengendalian inflasi dengan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Stabilitas sistem keuangan masih solid ditopang oleh ketahanan sistem perbankan dan relatif terjaganya kinerja pasar keuangan. Ketahanan industri perbankan tetap kuat dengan risiko kredit, likuiditas dan pasar yang cukup terjaga, serta dukungan modal yang kuat. Pada akhir triwulan III 2014, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) masih tinggi, sebesar 19,40%, jauh di atas ketentuan minimum 8%, sedangkan rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) tetap rendah dan stabil di kisaran 2,0%. Dari sisi fungsi intermediasi, pertumbuhan kredit melambat menjadi 13,16% (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan di akhir triwulan II 2014 (17,2%, yoy), sejalan dengan proses penyesuaian dalam perekonomian. Meskipun melambat dibandingkan triwulan II 2014, pertumbuhan DPK pada September 2014 meningkat dibandingkan bulan sebelumnya dan tercatat sebesar 13,32% (yoy). Hal ini seiring dengan operasi keuangan pemerintah yang ekspansif. Sejalan dengan hal tersebut, kondisi likuiditas perbankan pada triwulan III 2014 relatif terjaga. Sementara itu, kinerja pasar modal juga membaik, tercermin pada IHSG yang berada dalam tren meningkat.(sumber : Departemen Komunikasi Bank Indonesia)

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun