"Alex, aku tidak ingin kehilanganmu," ujar Ryan, suaranya gemetar. "Tapi kita tidak punya pilihan. Salah satu dari kita harus tetap di sini untuk memberi kesempatan yang lain selamat."
Alex menelan ludah, matanya berkaca-kaca. "Ryan, aku tidak bisa memilih. Kita harus menemukan cara keluar bersama-sama."
Namun, tanah semakin retak dan situasinya semakin kritis. Kedua sahabat itu tahu bahwa waktu mereka terbatas. Akhirnya, mereka membuat keputusan sulit. Tanpa berkata apa-apa, mereka saling berpelukan erat. Lalu, dengan senyuman pahit, Alex mengatakan, "Berjanjilah padaku, Ryan. Teruslah melangkah dan jangan pernah menoleh ke belakang."
Ryan menangis, tetapi ia tahu bahwa ini adalah satu-satunya cara untuk menyelamatkan dirinya. Ia berlalu perlahan dari tempat tersebut, menyisakan Alex yang tersenyum meski hatinya penuh kekhawatiran.
Dengan langkah berat, Ryan melangkah turun, menangis dan berdoa agar temannya tetap aman di tempat yang tinggi. Apakah Alex selamat atau tidak, itu menjadi teka-teki. Hanya waktu yang akan memberi jawaban, dan kisah persahabatan mereka akan tetap menjadi misteri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H