Mohon tunggu...
Teddy Sanjaya
Teddy Sanjaya Mohon Tunggu... Guru - Pecinta Kopi

Suka menulis apa saja yang penting di tulis. Pelajar sepanjang hayat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Gelas Coklat

16 November 2023   10:08 Diperbarui: 16 November 2023   10:14 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Angin terlalu semangat hari ini menjalankan tugasnya, aku merasa sedikit ketakutan melewati jalanan biasanya yang ku lewati, takut adanya ranting pohon atau pohonya sendiri tumbang karena kencanganya angin, mengingat pohon-pohon tersebut sudah tua. Terpaksa aku memutar jalan dan melewati suatu jalan yang sama sekali tidak ingin aku lewati.

Sama seperti biasanya,hari-hari berlalu begitu saja, pulang, kerja, beristirahat dan terulang kembali dari urutan awal. Disamping itu, hal yang sama sekali masih mengganjal dalam diriku masih terbawa dan terbayang sampai saat ini. Aku menemukan diriku terjerat dalam perasaan rumit yang sulit diuraikan. Seiring waktu, aku memahami bahwa mencintai dua orang dalam waktu yang bersamaan bisa menjadi sebuah petualangan emosional yang penuh liku.

Mundur ke beberapa tahun lalu, kehidupanku berubah ketika aku mulai menyukai dia yang merupakan salah satu temanku, dia wanita yang periang, tidak begitu cantik dan tak pula tinggi, pokoknya berbeda jauh sekali dari wanita yang ku dambakan, tapi sayangnya, teman baikku juga memiliki perasaan yang sama terhadapnya. Setiap malam temanku selalu bercerita tentang dia, bagaimana kekagumannya serta telah menanamkan niat jika sudah mapan nanti akan langsung menikahinya.

Meskipun hatiku berteriak untuk mengungkapkan perasaanku, aku memilih untuk menyimpannya rapat-rapat. Aku tidak ingin melukai persahabatan diantara kami semua, mereka yang selalu berada di sampingku dalam suka dan duka. Seiring berjalannya waktu, kami melanjutkan hidup seperti biasa. Aku menutupi perasaanku dengan senyum dan tertawa, sementara di dalam hati, perasaan cinta itu tumbuh semakin besar.

Usia membuat kami sibuk dengan kegiatan masing-masing, bahkan hanya bertegur sapa saja lewat telepon atau media sosial, hanya sesekali berkumpul kembali dan itu tidak selalu lengkap seperti biasanya. Rindu memang terobati, namun kecerian yang dulu tidak sama, bahkan candaan yang biasa disajikan sudah tidak semenarik dulu, apakah candaan tersebut sudah terlalu usang?

Suatu hari, aku bertemu dengan seseorang yang membuat hatiku berdebar lagi. Kali ini, dia adalah seorang wanita yang membuatku merasa hidup dengan warna yang berbeda, ditambah lagi wanita betul-betul sesuai dengan kriteria idamanku selama ini. Tidak mudah untuk berkenalan dengannya, ada saja penghalang baik dari diriku ataupun situasi yang belum memerbolehkan atau membuat penundaan. Bukan laki-laki namanya kalau tidak banyak strategi dan seiring berjalannya waktu, kami sudah sangat dekat dan saling menyukai, hingga akhirnya memutuskan untuk menikah. Aku bahagia memiliki keluarga sendiri.

Beberapa tahun setelah pernikahanku, pertemuan dengan dia kembali terjadi, awalnya terasa biasa sekali, layaknya teman lama yang sudah lama tidak bertemu, kami berbincang dan suatu kebetulan kantor kami ternyata bersebelahan. Kami tiba-tiba dekat  serta akrab lagi, seperti memutar ulang waktu ke masa lalu di mana perasaan cinta tumbuh di antara kami. Namun, seiring kedekatan itu tumbuh, aku merasa semakin bingung.

Di beberapa momen, aku dan dia sering menghabiskan waktu bersama ketika istrihat, kami makan berdua, pergia berdua, seakan-akan aku mengabaikan statusku yang sudah memiliki istri. Aku tidak tahu juga apa yang dia rasakan, namun karena keegoisan ini membuatku nyaman-nyaman saja menjalaninya. Ada suatu waktu yang hampir membuat kami melakukan kesalahan besar, dengan cepat tersadar aku meninggalnya saat itu sendirian, dimana sebelumnya hanya ada kami berdua dan suasana yang mendukung.

Setelah momen itu, aku terbayang wajah istriku, aku semakin takut dan bingung, aku tak ingin mengkhianatinya, namun  keegoisan ini masih saja mendorongku lebih dalam.  Hati ini seakan-akan terbagi antara dua cinta. Aku mencintai istriku dengan segenap hati, namun di sisi lain, ada wanita lain yang masih membuat jantungku berdebar kencang. Setiap kali bersamanya, aku terpesona.

Aku merenung, "Apakah aku membuat pilihan yang benar dengan menikahi istriku? Atau seharusnya aku memberi kesempatan pada cinta lama yang masih terus membara di hatiku?"

Namun, hidup tidak selalu seperti yang kita rencanakan. Teman baikku, yang dulu menyukai dia, ternyata juga telah menemukan cintanya yang sejati di tempat lain dan memutuskan untuk tidak melanjutkan perasaannya, untuk memilih wanita lain yang membuatnya bahagia.

Seiring berjalannya waktu, aku belajar menerima bahwa hidup penuh dengan keputusan dan konsekuensinya. Meski hatiku mungkin terbagi di antara dua wanita yang berarti bagi saya, aku harus membuat pilihan, karena hidup terus bergerak dan pilihan-pilihan kita membentuk takdir yang tak terduga.

Apakah aku akhirnya memilih cintaku yang pertama, ataukah aku akan tetap setia pada keluargaku yang sekarang? Pertanyaan-pertanyaan ini masih menghantui pikiranku, dan aku menyadari bahwa perjalanan hidup ini belum sepenuhnya selesai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun