Mohon tunggu...
Teddy Sanjaya
Teddy Sanjaya Mohon Tunggu... Guru - Pecinta Kopi

Suka menulis apa saja yang penting di tulis. Pelajar sepanjang hayat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Yang Tersayang

9 November 2023   19:57 Diperbarui: 9 November 2023   20:20 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hari sudah beranjak pagi, ku lihat kalian berdua masih saja lelap tertidur. Semakin hari bau menyengat ini mulai mengangguku, biasanya aku lekas menyuruhmu untuk membersihkannya, tapi kali ini aku sangat malas baik menyuruhnymu atau membersihkannya sendiri. "Pagi yang membosankan," ujarku.

Usia pernikahan kita sudah memasuki lima tahun, aku sangat beruntung memilki suami yang sangat pengertian dan penyayang, serta anak perempuan yang cantik dan menggemaskan yang sudah berumur 3 tahun, usia yang sangat lucu-lucunya. Namun aku tak bisa membayangkannya bagaimana ia ketika besar nantinya. "Aku sangat mencintai kalian berdua," ucapku dalam hati semberi mencium kening suami dan anak perempuanku.

Lekas ku beranjak ke dapur menyiapkan sarapan pagi sekaligus makan siang, hanya saja aku sedikit kesal dengan suami dan anakku, sudah seminggu ini kalian tidak mau makan masakanku, terpaksa aku yang menghabiskannya sendirian. Hal ini mengingatkanku ketika aku mengandung putri cantiku dulu, setiap hari saya dan suami selalu pesan makanan melalui aplikasi, anehnya setiap bangun tidur aku selalu memiliki keinginan untuk memasak dan sama sekali tak kucicip makanan tersebut.

"Sayang bangunlah, hari sudah semakin siang, itu ada pesan dari teman kantormu. Katanya hari ini masuk kerja tidak," teriaku kepada suamiku.

Aku lanjut menyiapkan masakan dan bergegas membersihkan dapur, sebelum putri cantikku terbangun. Dia adalah anak yang tidak bisa berdiam diri, selalu saja ada hal yang dilakukannya, apa saja yang ia temui di dapur langsung ia mainkan layaknya sebuah mainan baru. Terkadang ketika aku beres-beres selesai masak, ia pun ikut, awalnya aku merasa terganggu sekali kemudian memberikan bentakan kecil, lalu mukanya cemberut dan mulai mau menangis. Terpaksa aku mempersilahkan putri cantiku ini membantu ku dengan caranya sendiri.

"Ayo sayang lepas bajumu dan langsung mandi, lalu sarapan ya," kata ku kepada putri kecilku.

Selesai memandikannya, aku langsung mengajaknya sarapan, awalya aku kesal dengan ia tidak mau makan, namun dengan sepenuh hati aku membujuknya dan kami pun makan dengan lahap. "Ayo, buka lagi mulutnya, pintar," ucapku.

Tuk! Tuk ! tuk! ....

Terdengar bunyi ketukan pintu yang memanggil namaku dan suamiku, berbegas aku mengintip dari lubang pintu, ada beberapa warga sudah berkermurun di depan rumah, aku menjadi bingung, pasti setiap pagi mereka slealu melakukan hal ini dan seperti biasa aku tindak menjawab dan kembali beraktifitas seperti biasanya. "Sayang, jangan digubris mereka di depan ya, saya tidak mau berbaur lagi, sudah seminggu ini kelakuan mereka seperti itu," kataku kepada suamiku.

Segelas teh hangat sudah tersaji di atas meja, seakan-akan memberikan ketenangan kepada ku selepas melakukan beres-beres rumah dan aktivitas lainnya. Tidak lupa ku nyalakan televisi sehingga ada yang menemani diriku yang tentunya akan lebih fokus dengan handphone ku. Saat-saat seperti ini, biasanya kuingat kenangan-kenangan manis bersama sumiku, ia selalu saja memberikan kejutan kepada ku setiap bulannya, mulai dari membelikan barang kesukaan serta mengajak makan ke tempat baru dan memberi kejutan dengan berlibur ke luar kota. "Aku jadi kangen masa-masa itu," ujarku dalam hati.

Hanya saja, ada yang tidak ku sukai darinya, namun ketika aku marah dia selalu meminta maaf meski aku yang salah, dia sangat pengertian, terutama atas sakit ku dahulu yang pernah aku alami, sehingga tidak ada laki-laki lain yang mau menikahiku kecuali suamiku ini, dia benar-benar mencintaiku. "Parasku juga sangat cantik," kata ku dengan sombong.

"Selamat pagi, ada orang di rumah ?"

Terdengar suara laki-laki mengetuk pintu rumah, aneh sekali, suara ini begitu asing di telinga. Aku jadi gemetar setelah mencoba mengintip dari pintu. Aku tidak bisa berbuat apa-apa, tubuhku merinding dan semuanya terlihat gelap. Secepatnya aku berlari ke dapur dan mengambil pisau, firasatku mengatakan laki-laki di balik pintu bukan orang baik. "Berani kamu masuk ke rumahku, akan bernasib sama kalian," ancamku dalam hari kepada mereka.

Perlahan suara tersebut hilang, kemudian dengan cepat aku membereskan semua di ruang keluarga usai bersantai tadi, aku duduk di meja makan, berharap putriku tidak terganggu atas ulah mereka. Kali ini sangat parah, terdengar suara mobil di depan rumah, banyak sekali, beberapa orang ada yang membaca senjata, aku mencoba mengintip dari cctv rumah, mereka semakin banyak saja berdatangan, terlihat warga sekitar hanya bisa diam dan tak melakukan apa-apa. "Apa yang terjadi ini, mereka sangat menakutkan wahai suamiku sampai warga saja terdiam melihat mereka datang," kataku kepada suamiku.

Selang beberapa menit kemudian, terdengar suara dobrakan pintu serta beberapa laki-laki dengan badan tegap masuk ke dalam rumah, mereka langsung menuju kamar, aku mencoba melawan menggunakan pisau dapur yang ku pegang.

"Pelaku sudah kami amankan, korban sudah dievakuasi," ucap salah satu dari mereka.

**

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun