Berikut adalah paseng tentang “pegangan hidup” (Ibrahim, 2009;2003)
Uappasenngeng makkatenni ri lima akkateningeng
Mamulana, ada tongeng e
Maduanna, lempuk e
Matelluna, getteng e
Ma eppakna, sipakataue
Malimanna, mappesonae ri pawinruk seuae
Aku memesankan untuk berpegang
Pada lima pegangan hidup
Pertama, perkataan yang benar
Kedua, kejujuran
Ketiga, keteguhan pada keyakinan
Keempat, saling menghargai satu sama lain Kelima, berserah diri kepada pencipta yang tunggal.
Di tengah situasi bangsa kita yang seluruh lini kehidupan terserang “krisis”, sehingga kita seolah kehilangan pegangan. Maka pakailah kredo dari Perancis, “Discover the new in the old”. Parallel dengan itu, ingat pula pesan dari jas merah Bung Karno. Kita gali, kita menyusup, kita menjelajah secara dialogis-kreatif ke akar-akar budaya leluhur yang tersebar di seluruh Nusantara. Buat menemukan “pegangan cultural” kita dalam mengelola kekinian dan masa depan. Seperti pesan- jangan menjadi daun putus dari tangkai yang diterbangkan angin kesana-kemari.
Karena itu jadikanlah butir-butir hikmah dari kearifan lokal sebagai wacana sosial, buatkan panggung untuk merayakan kearifan lokalnya, sehingga patria kita menjadi taman bagi bunga-bunga kearifan lokal yang berjalinan sama. Tayangan televisi, berita surat kabar, siaran radio, cerita sinetron, nyanyian lagu, pesan facebook, fasilitasi LSM, pendampingan relawan, kuliah professor, nasihat orang tua, orasi tokoh politik,eloknya ikut perayaan dan mengisi panggung itu. Kearifan lokal adalah modal sosial yang sama urgensinya dengan modal sumber daya alam, SDM, modal fisik sarana prasarana, teknologi. Jika ini kuat maka kita memiliki toleransi yang tinggi atas sensitifitas kesenjangan, ketidaksetaraan, ekslusivitas, dan eksploitasi terjadinya konflik dan tindakan kekerasan.
Penutup
Tulisan ini tidak bermaksud mengatakan bahwa kearifan lokal sebagai buah pengetahuan dari hikmah kebijaksanaan pengalaman hidup adalah satu-satunya contributor bagi kebaikan tatanan. Sudah 2 abad teryakini bahwa pengetahuan ilmiah adalah contributor nyata peradaban manusia., sebuah pengetahuan yang mengandalkan alur logico-hypotetico-verificatif sebagai landasan kebenaran yang dihasilkannya, yang terbukti berhasil memproduksi narasi-narasi besar sebagai acuan tatanan.
Tulisan ini hanya ingin menggugah bahwa sisakanlah juga ruang untuk perayaan narasi kecil kearifan lokal, buatkanlah juga panggung presentasi hikmah kebijaksanaan. Bila selama ini taman peradaban telah diisi oleh bunga-bunga kearifan non lokal dari sains modern, sementara kearifan lokal terpinggirkan dan terinjak oleh kehadiran mereka maka kini demi peradaban yang lebih baik ikhlaskanlah pojok demi pojok, ruang demi ruang, untuk artikulasi kearifan lokal dalam taman itu. Karena jika peminggiran terus berlanjut, penghancuran terus terjadi maka itu juga adalah bagian dari kekerasan yang bisa memicu konflik. Demikian
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H