Sebuah proyek inovatif yang bertujuan untuk membantu penyandang tunanetra memahami dan menguasai alat musik tradisional Gender Bali melalui media audiobook telah berhasil mencapai pencapaian luar biasa. Proyek ini merupakan bagian dari Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian Masyarakat (PKM-PM) di Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha), yang telah mendapatkan dukungan dari Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek).
Proyek PKM-PM yang berkolaborasi dengan Yayasan Teratai di Denpasar ini telah memimpin jalan bagi penyandang tunanetra dewasa, termasuk mereka dengan kategori low vision dan sepenuhnya buta, untuk memahami dan bahkan tampil memainkan alat musik Gender Bali. Proyek inovatif ini dipimpin oleh Putu Listya Candra Dewi dan melibatkan tim mahasiswa dari Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) dan Program Studi Sistem Informasi (SI). Mereka juga mendapat dukungan dan bimbingan dari dosen Drs. I Komang Ngurah Wiyasa, S.Pd., M.Kes.
Sasaran proyek ini adalah 5 penyandang tunanetra dewasa yang berkunjung ke Yayasan Teratai. Setelah berbulan-bulan pelatihan intensif yang dimulai pada 18 Agustus 2023 hingga mencapai puncaknya pada 25 September 2023, para peserta akhirnya tampil dalam sebuah pertunjukan musik Gender Bali di Yayasan Teratai Denpasar.
Apa yang membuat proyek ini begitu istimewa adalah penggunaan media audiobook dalam pelatihan. Audiobook merupakan format audio yang dapat diakses melalui perangkat MP3 player, dan dalam kasus ini, berisi materi pelatihan khusus tentang Gender Bali. Audiobook memberikan keunggulan berupa fleksibilitas dan aksesibilitas kepada penyandang tunanetra, memungkinkan mereka untuk belajar dan berlatih secara mandiri tanpa terikat oleh waktu dan tempat.
Selain itu, audiobook ini juga mengadopsi konsep micro learning yang sesuai dengan gaya belajar auditori penyandang tunanetra. Materi pelatihan dibagi menjadi bagian-bagian kecil yang sesuai dengan tingkat pelatihan, mulai dari pengenalan alat musik Gender Bali hingga teknik bermain dan pengenalan gending klasik seperti "Tulang Lindung."
Proyek ini memiliki dampak positif ganda. Pertama, ini membantu penyandang tunanetra mengembangkan keterampilan bermain musik Gender Bali sambil memelihara budaya dan warisan lokal Bali. Kedua, penggunaan audiobook memudahkan pembelajaran dengan efisiensi tinggi, memungkinkan pembelajaran dalam waktu singkat, dan sesuai dengan kebutuhan penyandang tunanetra. Terakhir, proyek ini menggali potensi penyandang tunanetra, membangun rasa percaya diri, dan membantu mereka mengatasi keraguan tentang kemampuan mereka.
Ini adalah salah satu contoh bagaimana inovasi teknologi dan semangat inklusi sosial dapat mengubah kehidupan penyandang tunanetra, memberikan mereka peluang untuk tampil dan berkembang dalam berbagai aspek kehidupan mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H