Mohon tunggu...
Tea For free
Tea For free Mohon Tunggu... -

i'm deadly in love with tea : t :

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

hidup sebagai cahaya

21 April 2010   03:02 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:40 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

beberapa teman mengatakan saya identik dengan rambut ikal dan kacamata. oke. kalau sedang iseng, saya sering mengeriting rambut ikal saya atau mencatoknya lurus. jadi mungkin rambut tidak bisa menjadi identitas khusus saya. kalau kacamata, YA. minus mata saya cukup besar dan saya tidak terlalu nyaman menggunakan softlens. jadi kacamata adalah andalan saya untuk melihat dunia. hehe. hiperbola. hari minggu siang, saya jalan-jalan dengan suami. pengen makan siang diluar, ceritanya. karena cuaca panas, saya melepas kacamata dan saya tinggalkan begitu saja di dashboard mobil. toh hanya makan saja dan menu makan siang ini bukan ikan yang butuh kejelian memisahkan duri dari dagingnya ^^. selesai makan, something bad happens :'(. kedua tangkai kacamata saya lepas. ternyata, usut punya usut, karena panas, sekrup pengencang kedua tangkainya mengendur dan kacamata saya otomatis teronggok dengan manisnya di atas dashboard. huh. "ya sudah, kamu pegangan saya aja, is, kalau jalan, kan enggak keliatan," canda suami saya sambil menggandeng tangan saya. oke. mata saya tidak separah itu lah. mungkin karena siang hari, masih ada cahaya jadi saya masih bisa melihat. nah, karena malas ke optik kesibukan saya belum sempat membetulkan kacamata saya. terpaksa saya pakai softlens untuk aktifitas yang membutuhkan ketajaman penglihatan. parahnya, sore kemarin, ketika suami saya pamit pulang agak malam karena lembur, saya sudah melepas softlens dan siap-siap bersantai sambil menunggu ide buat menulis. tiba-tiba PETTT, listrik padam. jam menunjukkan pukul delapan malam. gelap gulita. dan saya lupa dimana meletakkan HP saya untuk menelepon suami supaya cepat pulang. sisa malam itu saya lakukan dengan duduk manis di sofa depan tv, menikmati kegelapan sambil menunggu suami pulang. hanya secercah cahaya bulan yang malu-malu menyusup dari ventilasi menimbulkan efek dramatis. yeah, lagi-lagi hiperbola, haha. dalam keheningan saya berpikir, betapa kita membutuhkan cahaya dalam hidup ini. cahaya matahari. cahaya terang yang membuat kita mampu MELIHAT. lebih dalam saya merenung, kita butuh cahaya untuk menerangi hati kita agar kita tetap berpikir jernih : IMAN. dalam agama yang saya yakini juga ada kata-kata indah : jadikanlah hidupmu sebagai cahaya yang menerangi sekitar kamu. intinya, hiduplah dalam iman, dalam sukacita dan kebaikan untuk memberikan pengaruh baik bagi orang-orang sekitar kamu. it's easy to tell but not that simple to do, i think ^^ yet it's not imposible too. (tolong, koreksi kata-kata bahasa inggris saya yang agak kacau ini, tapi saya harap anda mengerti maksud saya -- maksa ^^) saya juga jadi ingat sebuah tulisan indah : THERE ARE TWO WAYS OF SPREADING THE LIGHT : TO BE THE CANDLE, OR, THE MIRROR THAT REFLECTS IT (THE LIGHT) by edith wharton. i prefer to be the mirror than a candle. karena lilin akan habis demi terang yang diciptakannya, tapi cermin mampu menjadi releksi akan sebuah perenungan yang membuka hati, selain mampu merefleksikan cahaya bagi sekitarnya. nah, dihubungkan dengan hari kartini, hari ini, seperti sebuah quote yang terkenal darinya : HABIS GELAP TERBITLAH TERANG (eh, nyambung nggak siy?!?)  hehe ... ditulis sambil tiduran, di pelukan suami. well, he's my light, i'm sure. and i wanna be the mirror to reflects his light.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun