Belanda pantas menerima lebih dari pemalingan muka Anda selama bertahun-tahun ini, pengkhianatan kepada negeri kita yang indah ini, dan penyerahan kebebasan-kebebasan kita yang diperoleh lewat perjuangan keras.
Belanda tetaplah harus menjadi negara yang bebas.
Negara berhak menentukan siapa yang boleh dan siapa yang tidak boleh melewati perbatasannya. Itu bukan menjadi persoalan. Yang menjadi persoalan ialah niat di balik hal itu, yaitu apakah ia berlandaskan kerangka berpikir yang picik atau bestari, apakah ia merangkul hanya mazhab tertentu atau semua mazhab, dan apakah ia bertolak dari egoisme atau altruisme?
Dengan memojokkan komunitas tertentu Wilders memperlihatkan bahwa niatnya berlandaskan kepicikan, merangkul hanya mazhab tertentu, dan bertolak dari egoisme. Ketiganya sesungguhnya serenteng.
Apabila pemahaman induk kearifan, kepicikan mestinya gejala yang timbul dari ketidakpahaman terhadap sesuatu karena ia sama sekali tidak mencerminkan kearifan. Dengan demikian, ada sesuatu yang oleh Wilders tidak dipahami, sebagaimana bisa ditafsirkan dari wacananya yang senantiasa memojokkan komunitas tertentu. Dia tidak memahami bahwasanya perubahan yang dia dambakan hanya bisa diadakan lewat kerangka berpikir yang bestari, yang tidak memberikan perlawanan terhadap tetapi justru mengayomi, menampung, dan pada akhirnya menyerap semua kelompok karena mengetahui bahwa lewat cara itu orang dimudahkan perjalanannya menuju pencerahan, yaitu keadaan pada kesadaran yang oleh kebestarian dikenali sebagai sesuatu yang didambakan dan pada saatnya akan dicapai oleh setiap insan.
Wilders hanya mewakili mazhab tertentu, yakni Yahudi-Nasrani dan humanisme. Golongan yang di Belanda tampil sebagai pembela mazhab tersebut oleh filsuf Belanda Rob Riemen dalam Kekekalan Laten Fasisme (2015) disebut sebagai ‘orang-orang setengah beradab yang juga merasa perlu untuk mengomentari budaya sendiri’. Mereka yang berseberangan dengan mazhab tersebut diluarkan oleh Wilders, yang adalah ciri otoritarianisme.
Menurut kamus, egoisme adalah tingkah laku yang didasarkan atas dorongan untuk keuntungan diri sendiri daripada untuk kesejahteraan orang lain. Akan tetapi, egoisme juga bisa diartikan sebagai keterikatan kesadaran kita pada hasrat. Keterikatan tersebut merintangi diri kita untuk menerima perbedaan karena, seperti ditunjukkan oleh keadaan ekstrem seperti dalam krisis migran di Eropa, hal tersebut mengharuskan kita untuk bertindak melawan naluri kesintasan, yang berakar pada hasrat akan kesintasan, hasrat terkuat ego manusia.
Kepolisian kota Aarhus di Denmark telah menerapkan hal itu dalam rangka kepraktisan (kebijakan mereka tersebut sekadar didorong oleh keinginan untuk menjaga keamanan kota; mereka sekadar melakukan pekerjaan mereka). (Silakan baca Serangan Nice dan Model Aarhus.)
Hal yang saya harapkan ialah agar Wilders berikhtiar dengan berlandaskan kerangka berpikir yang bestari, merangkul semua mazhab, dan bertolak dari altruisme. Saya menyadari bahwa hal itu tidak realistis karena yang saya tuntut dari seorang Wilders ialah bahwa dia menjadi insan yang tercerahkan padahal kapan pencerahan dialami oleh seseorang tidak ada yang tahu, termasuk oleh orang itu sendiri.
Akan tetapi, dalam politik tetapi juga pada bidang kehidupan lainnya, hal itu ternyata bisa disimulasikan. Situs PoliticalCompass.org menampilkan suatu model spektrum politik yang dibangun oleh dua dimensi: dimensi sosial (Otoritarianisme-Libertarianisme) sebagai sumbu y dan dimensi ekonomi (Kanan-Kiri) sebagai sumbu x. Berdasarkan konsep agenda PVV untuk pemilu 2017 Belanda, dimensi sosial politik Wilders bisa dibilang berada pada spektrum Otoritarianisme ekstrem sementara dimensi ekonominya berkisar pada spektrum Kiri tengah.
Dalam model itu, Wilders dapat menyimulasikan ‘politik tercerahkan’ dengan bertanya: apakah tindakan saya sudah memperlakukan orang lain sebagaimana saya ingin diperlakukan? Dalam model itu, apabila dia melandasi setiap tindakannya seturut jawaban atas pertanyaan tersebut, politik dia bakal bercirikan Libertarianisme-Kiri. Sebagai percobaan, silakan dibuktikan dengan mengisi tes yang tersedia pada PoliticalCompass.org dengan mengikuti kaidah kencana tersebut.