Pd Februari 2008, di California, Dr. Jill Bolte Taylor (@DrJBT), seorang ahli neuroanatomi, tampil sbg pembicara TED (www.ted.com). Dl pembicaraannya, Dr. Taylor mengibaratkan hemisfer kanan otak dng prosesor paralel dan hemisfer kiri otak dng prosesor serial. Intinya, keduanya memproses informasi secara berbeda shg masing-masing 'berkutat' dng hal-hal yg berbeda pula; dl bahasa Dr. Taylor, keduanya bahkan bisa dibilang memiliki kepribadian yg berbeda.
Hemisfer kanan melulu berurusan dng kekinian. Lewat kelima indra kita, hemisfer kanan menyerap informasi dl bentuk energi dan dng menggunakan informasi tsb ia lantas membangun realitas sebagaimana kita alami pd saat itu juga, yakni segala sesuatu yg kita cium, kita dengar, kita lihat, kita raba, dan kita rasa pd saat itu. Dr. Taylor lantas menggambarkan manusia sbg sebuah makhluk energi yg lewat kesadaran hemisfer kanan terhubung dng energi di sekelilingnya. Lantaran setiap manusia terhubung dng energi di sekelilingnya kita sbg umat manusia juga terjalin berkelindan satu sama yg lain.
Sebaliknya, hemisfer kiri bernalar secara lempeng dan logis. Ia melulu berurusan dng masa lalu dan masa depan. Oleh hemisfer kiri, informasi dl realitas kekinian hasil bentukan hemisfer-kanan dicacah dan disortir. Potongan-potongan informasi tsb lantas ia tautkan dng pengalaman pd masa lalu untuk memberikan perkiraan soal berbagai kemungkinan yg dpt terjadi pd masa mendatang.
Hemisfer kiri menggunakan bahasa dl menghubungkan dunia internal diri kita dng dunia eksternal diri kita. Bagian otak inilah yg menyuarakan dl diri kita: 'I am' (aku seorang pribadi). Lewat hemisfer kiri kita melihat diri kita sbg sebuah individu, sebuah insan yg terpisah dari insan lainnya.
Yg satu menawarkan kedamaian, yg satu lagi kehirukpikukan. Presentasi selengkapnya dpt disimak pd http://youtu.be/UyyjU8fzEYU.
Lantas, pd 2010, filsuf Belanda Rob Riemen menulis dl esainya De eeuwige terugkeer van het fascisme (Kelatenan Kekal Fasisme):
'... ekonomi didominasi oleh semangat perdagangan yg dng mengorbankan segalanya (manusia, lingkungan hidup, kualitas) ingin menghasilkan uang dan yg memerintahkan setiap orang yg terkena mantranya untuk beradaptasi, untuk berlaku kompetitif, produktif, efisien, komersial dan, yg terpenting, untuk tidak menjadi dirinya sendiri. Pendidikan sudah tidak lagi berkehendak menjadi penyelenggara pembinaan rohani yg bisa membantu orang hidup dl kebenaran, menciptakan keindahan, membawa keadilan, dan meraih kearifan tertentu, ia telah meluruh menjadi perangkat untuk mentransfer hal-hal yg berguna, pengetahuan yg siap pakai untuk ekonomi dan segala hal yg orang perlu tahu untuk menghasilkan uang.'
Berdasarkan gagasan Taylor dan Riemen dpt ditarik kesimpulan bahwasanya sistem pendidikan saat ini merupakan pendidikan otak-kiri tempat pengetahuan mengarus dari otak kiri ke otak kanan. Kiri memandu kanan. Kiri menginformasikan kanan.
Masa formatif seorang insan terlalu berharga untuk disia-siakan dng cara menjadikan si insan tsb peserta dl suatu sistem pendidikan yg cuma menjadikan dia bertanya 'Bagaimana caranya saya menghasilkan uang?' alih-alih menjadikannya menanyakan hal-hal yg penting, yg maknawi.
Dl sistem pendidikan kiri-ke-kanan filsafat menjadi anak bawang. Pendidikan yg tidak menganakemaskan filsafat niscaya tidak dpt dinamakan pendidikan. Kursus mungkin, tetapi bukan pendidikan.
Setelah Zaman Kemerdekaan menyusul Zaman Penjajahan, Indonesia, menyusul Zaman Reformasi, kini berada dl Zaman Kebebasan. Akan tetapi, untuk menjadi sungguh-sungguh bebas dl Zaman Kebebasan ini, kita harus menjadi insan yg berpikiran terbuka dan yg mempertanyakan segalanya. Seorang insan yg berani bermimpi.
Utk itu dibutuhkan revolusi pendidikan yg bertujuan menghasilkan pendidikan yg mengaruskan pengetahuan dari otak kanan ke otak kiri. Kanan memandu kiri. Kanan menginformasikan kiri.
Secara konkret, pendidikan dasar dpt saja dijadikan masa penentuan minat dan bakat peserta didik sebelum peserta didik disalurkan dl sistem pendidikan menengah yg berpola kuliah tempat minat dan bakatnya ditumbuhmekarkan.
Apa pun, pertanyaan yg harus diajukan dan dijawab dl rangka revolusi ini ialah: Bagaimana caranya menjadikan dikdasmen kita menghasilkan insan yg berpikiran terbuka dan yg mempertanyakan segalanya?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H