Sebelum mengitung keuntungan dari TA, mungkin bisa membaca artikel kami sebelumnya di link http://tbrights.com/apakah-kita-sudah-menyiapkan-spt-tahunan-kita-jangan-menunggu-bom-waktu/ . Pada artikel tersebut, kami mengungkapkan bagaimana DJP bisa mendapatkan data Kita, baik dari data internal maupun eksternal, apalagi di tahun 2018, dengan akan diberlakukan Automatic Exchange of Information (AEOI), kerahasiaan Bank dibuka, maka akan terlihatlah seluruh harta Kita, dan tidak akan lagi bisa sembunyi di Negara tercinta Indonesia. Beli mobil ketahuan, beli rumah ketahuan, punya deposito dan tabungan banyak ketahuan, apakah Kita mau terus sembunyi dan juga menyimpan harta di bawah bantal atau di bawah tempat tidur? Lalu, Apakah kita perlu takut? Tidak, jangan takut, ada TA, yang memberikan keuntungan bagi Kita, membuat rasa nyaman dan aman buat kita. Yuk sekarang kita lihat bagaimana menghitung untung Kita..
UU Pajak Penghasilan jelas menyebutkan bahwa yang menjadi obyek Pajak Penghasilan adalah Penghasilan.. Apabila Kita tidak melaporkan harta kita pada SPT Tahunan, “Jurus” yang digunakan pegawai pajak dalam mengenakan pajak atas harta yang tidak/belum kita laporkan, mereka akan menggunakan Pasal 4 ayat (1p) UU PPh menyebutkan : “Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun termasuk : tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak”. Pasal tersebut dapat diarttikan, apabila kita tidak/belum melaporkan harta kita maka atas penghasilan yang digunakan untuk membeli harta tersebut akan dikenakan pajak sesuai dengan tarif pajak yang berlaku. Yuk sekarang kita hitung bagaimana menghitung pajak dengan tarif umum dan sekaligus keuntungan dari TA.
Sebagai contoh, Wisnu Oho, seorang pengusaha Warteg, yang memiliki 5 Warteg di Jakarta, selama ini tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan tidak pernah melaporkan penghasilannya ke kantor pajak, karena yang bersangkutan tidak mengerti harus melaporkan penghasilannya dan dikenai pajak. Di Klaten, kampong halaman, Wisnu Oho memiliki 4 rumah bertingkat, 5 hektar sawah, 2 mobil box dan 2 mobil niaga. Mei 2015, Yusuf Di, Kepala Seksi Ektensifikasi di KPP Klaten, yang sangat rajin mencari data, menemukan kepemilikan harta rumah dan sawah dari data BPN dan PBB atas nama, dan dengan bantuan Sujoni, Ahli Penilai PBB, menilai harga pasar dari harta Bapak Wisnu Oho senilai 10milyar. Atas data tersebut, Yusuf Di dan Lusi Yulni, Kepala Seksi Waskon KPP Klaten, membuat surat SP2DK kepada Wisnu Oho, untuk mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak, melaporkan dan membayarkan pajak atas penghasilan yang digunakan untuk membeli aset terserbut dengan menggunakan Pasal 1 huruf(p) UU PPh dan menghitung kewajiban pajak sebesar Rp. 2.945.000.000.
Darimana dasar perhitungan petugas pajak tersebut, dan apabila saat ini dengan sudah berlakunya UU TA, apakah Wisnu Oho dapat mengikutinya dan apa dan berapa sih untungnya bagi Wisnu Oho apabila dia dapat mengikuti TA?
Petugas pajak memperhitungkan pajak atas harta Wisnu Oho dengan dasar Pasal 4 ayat (1p) yaitu adanya tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak, dan mengenakan pajak sesuai Tarif Pasal 17 UU PPh. Karena pihak KPP belum melakukan pemeriksaan (walaupun sudah dilakukan pemeriksaan, juga dapat ikut TA), baru bersifat SP2DK (Himbauan), maka Wisnu Oho berhak langsung dapat mengikuti TA, dan perhitungan selisih antara perhitungan pajak dengan perhitungan TA adalah sebagai berikut
Selisih antara perhitungan pajak dan perhitungan TA adalah sebesar Rp. 2.745.000.000,. Atas hal tersebut Wisnu Oho mengikuti TA dengan membayar uang tebusan sebesar Rp. 200.000.
Sesuai perhitungan di atas, bukankan RP. 2.745.000.000 merupakan untung? Wisnu Oho diuntungan karena mengikuti TA serta terhindar dari pengenaan pajak dari pihak KPP sebesar Rp. 2.945.000.000 (belum termasuk sanksi yang pada umumnya sebesar 2% sebulan dari saat terhutang sampai dengan dibayar), dengan hanya membayar uang tebusan Rp. 200.000.000
Jelas untung sekali, dan kita sangat rugi apabila tidak mengikuti Tax Amnesty. Apakah Anda masih ragu? Yuk cari untung dengan Tax Amnesty, bantu Negara, bantu diri sendiri, bantu orang lain, dan kemudian patuh dan taat pajak untuk kehidupan bernegara lebih baik
Semoga Program TA terlaksana dan tercapai maksimal
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H