1. Pendahuluan
Beberapa waktu lalu, media memberitakan Gubernur DKI Jakarta, Ahok, meributkan masalah pengadaan UPS kepada sekolah-sekolah yang berlokasi di DKI Jakarta. Ahok merasa tidak perlu bahkan menurutnya, harga UPS tersebut diatas harga yang berada di pasaran, sehingga ditengarai adanya praktik korupsi di DPRD DKI Jakarta. Dalam berita berikutnya, diketahui pemenang lelang dari pengadaan UPS tersebut, merupakan perusahaan yang tidak jelas keberadaannya.
Pengadaan pemerintah menjadi masalah di Negara tercinta kita ini. Kasus-kasus korupsi ditangani Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) maupun Kejaksaan dan Kepolisian, banyak berasal dari kasus pengadaan barang dan jasa yang dilakukan Instansi Pemerintah baik pusat dan daerah, yang membuat pejabat pusat maupun daerah menjadi pesakitan. Sebagai contoh pada Instansi Pemerintah Pusat, Andi Malarangeng, mantan Menteri Pemuda dan Olahraga, yang telah divonis bersalah atas pengadaan terkait Hambalang, pada Instansi Pemerintah Daerah, Ratu Atut, mantan Gubernur Banten, yang telah divonis bersalah atas pengadaan barang dan jasa yang dilakukan di Propinsi Banten.
Tidak hanya kasus korupsi, kasus persaingan usaha yang ditangani oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), juga terbanyak adalah berasal dari pengadaan instansi pemerintah yaitu adanya persekongkolan baik secara vertikal maupun horizontal, maupun melakukan perjanjian yang dilarang sesuai yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehar. Sebagai contoh, kasus tender Pekerjaan Revitalisasi Pembangunan Gelanggang Pemuda/Remaja Propinsi Nusa Tenggara Barat Tahun Anggaran 2011, KPPU memutuskan PT. Media Cipta Perkasa (Terlapor I) dan PT Kerinci Jaya Utama (Terlapor III) terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 22 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999. Sementara itu PT Serba Karya Abadi (Terlapor II) tidak terbukti melanggar Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999.
Pengadaan barang dan jasa Instansi Pemerintah dikelola Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) dalam rangka tranparansi pengadaan sehingga pengadaan yang dilakukan di lingkungan Instansi Pemerintah dapat berjalan semestinya tanpa adanya praktek kecurangan, korupsi, kolusi maupun nepotisme (KKN). Dibentuknya LKPP ini untuk mengawasi dan menghindari adanya kecurangan-kecurangan dalam pengadaan sehingga tujuan akhir dari pengadaan barang dan jasa yang dilakukan dapat tercapai.
Bila berbicara pengadaan yang dilakukan Instansi Pemerintah, dalam ilmu ekonomi, pengadaan tersebut merupakan Pengeluaran Pemerintah, yang pada akhirnya adalah bertujuan untuk meningkatkan Produk Domestik Bruto (PDB). Multiplier Effect daripada pengadaan, diharapkan pelaku usaha mendapatkan keuntungan yang kemudian dibagikan ke karyawan sebagai gaji/upah, dan karyawan tersebut menggunakan uangnya untuk konsumsi, tabungan maupun investasi dan pada akhirnya pemerintah mendapatkan penerimaan Negara dari pajak. Tetapi apabila pengadaan tersebut tidak dilakukan pengawasan melekat, pada akhirnya terjadi kecurangan-kecurangan seperti kerjasama antar pelaku usaha (rekanan) dalam pengadaan, kerjasama antara pelaku usaha dengan pihak pengadaan, dan juga praktek korupsi dengan menggelembungkan nilai proyek maupun penyelesaian proyek yang hasilnya tidak sesuai dengan yang ditentukan karena adanya pembayaran-pembayaran kepada suatu pihak tertentu, yang pada akhirnya pemerintah dirugikan, masyarakat dirugikan sehingga multiplier effect yang diharapkan tidak terjadi.
Lalu apa hubungannya antara LKPP, KPK/Kejaksaan dan KPPU terkait masalah pengadaan dengan pajak yang dikelola Direktorat Jenderal Pajak (DJP)? Apakah pajak dapat menjadi alat kontrol serta berhubungan dalam mencapai target penerimaan pajak seperti judul di atas?
Dalam tulisan ini akan dibahas satu per satu, mengenai pengadaan, persaingan usaha, korupsi dan pajak, dan diharapkan adanya solusi dalam mengurangi bahkan dihilangkan adanya persekongkolan atau kerjasama melalui perjanjian yang dilarang dalam pengadaan, begitu pula menghindari adanya korupsi, serta pada akhirnya pendapatan Negara melalui penerimaan pajak akan meningkat.
2. Pengadaan Pemerintah
a. Aturan mengenai Pengadaan
Pengadaan barang dan jasa diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 4 tahun 2015 Tentang Perubahan Keempat Atas Perpres Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, yang ditetapkan dan diundangkan pada tanggal 16 Januari 2015 oleh Presiden Indonesia, Bapak Jokowi. Per ini mengatur pengadaan barang dan jasa yang dilakukan Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi, yang selanjutnya disebut K/L/D/I yang menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah(APBD).
Perpres mengenai pengadaan barang dan jasa selalu dirubah mengikuti perkembangan, dan dalam rangka untuk perbaikan pelayanan maupun pencegahan adanya kecurangan dari proses awal sampai dengan akhir pengadaan. Pengadaan secara elektronik, proses tender elektronik, pembelian elektronik telah diatur sejak dikeluarkannya Perpres Nomor 54 tahun 2010, yang dalam Perpres terakhir, disebutkan dalam Pasal 1 :
• Ayat (37) Pengadaan secara elektronik atau E-Procurement adalah Pengadaan Barang/Jasa yang dilaksanakan dengan menggunakan teknologi informasi dan transaksi elektronik sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
• Ayat (38) Layanan Pengadaan Secara Elektronik yang selanjutnya disebut LPSE adalah unit kerja K/L/D/I yang dibentuk untuk menyelenggarakan sistem pelayanan Pengadaan Barang/Jasa secara elektronik.
• Ayat (39) E-Tendering adalah tata cara pemilihan PenyediaBarang/Jasa yang dilakukan secara terbuka dan dapat diikuti oleh semua Penyedia Barang/Jasa yang terdaftar pada sistem pengadaan secara elektronik dengan cara menyampaikan 1 (satu) kali penawaran dalam waktu yang telah ditentukan.
• Ayat (40) Katalog elektronik atau E-Catalogue adalah sistem informasi elektronik yang memuat daftar, jenis, spesifikasi teknis dan harga barang tertentu dari berbagai Penyedia Barang/Jasa Pemerintah.
• Ayat (41) E-Purchasing adalah tata cara pembelian Barang/Jasa melalui sistem katalog elektronik.
• Ayat (42) Portal Pengadaan Nasional adalah pintu gerbang sistem informasi elektronik yang terkait dengan informasi Pengadaan Barang/Jasa secara nasional yang dikelola oleh LKPP.
b. Pelaksanaan Proyek Pengadaan Barang & Jasa
Pelaksanaan pengadaan dilakukan oleh masing-masing instansi pemerintah sesuai dengan dana APBN/APBD yang dialokasikan setiap tahunnyaLembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) dibentuk pada tanggal 6 Desember 2007, berdasarkan Perpres Nomor 106 Tahun 2007, berkedudukan sebagai Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) dan bertanggungjawab langsung kepada Presiden RI. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, LKPP di bawah koordinasi Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas. Dengan adanya LKPP diharapkan agar proses pengadaan barang/jasa pemerintah yang pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBN/APBD) dapat berlangsung secara lebih efektif dan efisien serta mengutamakan penerapan prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat, transparan, terbuka, dan adil bagi semua pihak dan tentunya dapat dipertanggungjawabkan. Selain itu LPP dibentuk untuk mengembangkan suatu sistem pengadaan barang/jasa yang mencakup aspek regulasi dan prosedur yang jelas, kelembagaan yang lebih baik, sumber daya manusia yang mumpuni, proses bisnis yang transparan dan akuntabel, serta penanganan permasalahan hukum yang mengedepankan azas keadilan serta kewenangan dalam merumuskan perencanaan dan pengembangan strategi, penentuan kebijakan serta aturan perundangan pengadaan barang/jasa pemerintah yang sesuai dengan tuntutan perubahan.
Sesuai PerpresNomor 106 tahun 2007 tersebut, Tugas LKPP untuk melaksanakan pengembangan, perumusan, dan penetapan kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, sedangkan Fungsi LKPP adalah :
1) Penyusunan dan perumusan strategi serta penentuan kebijakan dan standar prosedur di bidang pengadaan barang/jasa Pemerintah termasuk pengadaan badan usaha dalam rangka kerjasama pemerintah dengan badan usaha;
2) Penyusunan dan perumusan strategi serta penentuan kebijakan pembinaan sumber daya manusia di bidang pengadaan barang/jasa Pemerintah;
3) Pemantauan dan evaluasi pelaksanaannya;
4) Pembinaan dan pengembangan sistem informasi serta pengawasan penyelenggaraan pengadaan barang/jasa Pemerintah secara elektronik;
5) Pemberian bimbingan teknis, advokasi dan pendapat hukum;
6) Pembinaan dan penyelenggaraan dukungan administrasi kepada seluruh unit organisasi di LKPP; dan
7) Pengawasan atas pelaksanaan tugas LKPP.
Saat ini, hampir seluruh pengadaan intansi pemerintah dilakukan melalui LPSE, dalam website-nya www.lkpse.lkpp.go.id, LPSE adalah unit kerja yang dibentuk di seluruh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/lnstitusi Lainnya (K/L/D/I) untuk menyelenggarakan sistem pelayanan pengadaan barang/jasa secara elektronik serta memfasilitasi ULP/Pejabat Pengadaan dalam melaksanakan pengadaan barang/jasa secara elektronik. ULP/Pejabat Pengadaan pada Kementerian/Lembaga/Perguruan Tinggi/BUMN yang tidak membentuk LPSE dapat menggunakan fasilitas LPSE yang terdekat dengan tempat kedudukannya untuk melaksanakan pengadaan secara elektronik. Selain memfasilitasi ULP/Pejabat Pengadaan dalam melaksanakan pengadaan barang/jasa secara elektronik LPSE juga melayani registrasi penyedia barang dan jasa yang berdomisili di wilayah kerja LPSE yang bersangkutan.
Pengadaan barang/jasa secara elektronik akan meningkatkan transparansi dan akuntabilitas, meningkatkan akses pasar dan persaingan usaha yang sehat, memperbaiki tingkat efisiensi proses pengadaan, mendukung proses monitoring dan audit dan memenuhi kebutuhan akses informasi yang real time guna mewujudkan clean and good government dalam pengadaan barang/jasa pemerintah
Dasar hukum pembentukan LPSE adalah Pasal 111 Perpres Nomor 54 Tahun 2010 tentang pengadaan barang/jasa pemerintah yang ketentuan teknis operasionalnya diatur oleh Peraturan Kepala LKPP Nomor 2 Tahun 2010 tentang Layanan pengadaan Secara Elektronik. LPSE dalam menyelenggarakan sistem pelayanan Pengadaan Barang/Jasa secara elektronik juga wajib memenuhi persyaratan sebagaimana yang ditentukan dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
Layanan yang tersedia dalam Sistem Pengadaan Secara Elektronik saat ini adalah e-tendering yang ketentuan teknis operasionalnya diatur dengan Peraturan Kepala LKPP Nomor 1 Tahun 2011 tentang Tata Cara E-Tendering. Selain itu LKPP juga menyediakan fasilitas Katalog Elektronik (e-Catalogue) yang merupakan sistem informasi elektronik yang memuat daftar,jenis, spesifikasi teknis dan harga barang tertentu dari berbagai penyedia barang/jasa pemerintah, proses audit secara online (e-Audit), dan tata cara pembelian barang/jasa melalui katalog elektronik (e-Purchasing).