Mohon tunggu...
Sartadja Kartadiredja
Sartadja Kartadiredja Mohon Tunggu... Buruh - Lojor ulah dipotong, pondok ulah disambung

Ongkarana sangtabean, pukulun sembah Rahayu. Ahung mangandeg ahung madegdeg. Lebak ulah diruksak, gunung ulah dilebur. Kuntul sauyunan, gagak sagalengan, walik sagiringan. Kudu bisa sareundeuk saigel, sabobok sapehanean. Kudu bisa ka cai jadi saleuwi, ka darat jadi salegok. Kudu bisa silih asuh, silih asah, jeung silih asih.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Saba Budaya Baduy, Kelestarian dan Plastik

13 Juli 2020   09:59 Diperbarui: 6 September 2020   18:36 904
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam acara 'Sawala Budaya' yang diadakan pada hari Minggu 12 Juli 2020 di Cafe Umakite, Kota Serang, Kang Suhada berbeda pandangan dengan Kang Heru mengenai solusi bagi permasalahan 'kebanyakan tamu' di Mandala Kanekes. 

Menurut Kang Suhada, menyurati Presiden Joko Widodo bukanlah cara yang bijak---melanggar aturan Adat. Masyarakat Kanekes pada tahun 2007 sudah membuat peraturan desa tersendiri tentang tamu-tamu yang datang ke Mandala Kanekes, tepatnya Peraturan Desa Kanekes Nomor 01 Tahun 2007 Tentang SABA BUDAYA DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT ADAT TATAR KANEKES (BADUY). Dalam Perdes ini terdapat pasal-pasal yang mengatur tentang Tujuan dan Alur, Bentuk, Pintu Masuk, dan Larangan (BAB IV -- V). 

Kang Suhada menjelaskan pula mengenai struktur pemerintahan Adat Kanekes, yaitu hanya Djaro Pamarentah yang berwenang untuk menjembatani seluruh komunikasi masyarakat Kanekes dengan pihak luar, baik pemerintah (daerah dan pusat) ataupun dengan pihak-pihak lainnya yang berkepentingan dengan masyarakat Kanekes, sedangkan Djaro-djaro yang lainnya 'teu wasa' atau tidak berwenang.

Lebih jauh Kang Suhada menjelaskan filosofi Saba Budaya Baduy yang memiliki makna 'nyaba', bertamu, bersilaturahmi yang mencerminkan sebuah momen saling menjaga dan menghormati di antara tuan rumah dengan para tamunya. Oleh karena itu, terminologi 'objek wisata' semestinya tidak diterapkan dalam kerangka mendatangi masyarakat Kanekes. 

Saba Budaya Baduy itu 'two-way equal communication' yang menjunjung tinggi penghormatan terhadap sesama manusia dan saling menjaga; sedangkan 'objek wisata' itu 'one-way ignoramus communication' yang hanya berorientasi kepada kepentingkan mereka-mereka yang datang dan mencari keuntungan mental-psikologis semata, dan bahkan kepentingan ekonomi semata, tanpa peduli dengan adat budaya masyarakat Kanekes dan kelestarian lingkungan yang menjadi 'Pikukuh Adat' Kanekes.

Bagaimana selanjutnya?

Pertanyaan ini tidak cukup terjawab secara definitif dalam diskusi Sawala Budaya pada sore itu karena keburu datang waktu magrib. 

Namun para pihak menyadari perlunya langkah-langkah strategis-konkrit yang mesti melibatkan semua stakeholder, pemerintah daerah setempat, perguruan tinggi yang ada di Banten, akademisi, pihak swasta, pengusaha, dan mereka pegiat Baduy yang tulus ikhlas meluangkan waktu dan sumber daya terbatasnya untuk kepentingan kelestarian Mandala Kanekes.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun