Mohon tunggu...
Sartadja Kartadiredja
Sartadja Kartadiredja Mohon Tunggu... Buruh - Lojor ulah dipotong, pondok ulah disambung

Ongkarana sangtabean, pukulun sembah Rahayu. Ahung mangandeg ahung madegdeg. Lebak ulah diruksak, gunung ulah dilebur. Kuntul sauyunan, gagak sagalengan, walik sagiringan. Kudu bisa sareundeuk saigel, sabobok sapehanean. Kudu bisa ka cai jadi saleuwi, ka darat jadi salegok. Kudu bisa silih asuh, silih asah, jeung silih asih.

Selanjutnya

Tutup

Nature

Tukang Kode 2

24 April 2013   23:32 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:39 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Benarkah tukang kode hanya untuk mereka yang berotak  cerdas saja? Rhoma menciptakan lagu Begadang 1 dan Begadang 2. Saya menciptakan cerita tentang tukang kode secara serial, kemaren tukang kode dan sekarang tukang kode 2. Tukang kode 1 saya lewatkan. Cerdas menurut saya bila anda bisa menjawab perkalian 345 x 675 secara tepat dalam hitungan detik, tanpa sebelumnya mengingat hasil perkalian tersebut. Kira-kira saja.

Cerdas juga bisa berarti anda selalu mendapat jawaban dengan mudah akan sebuah persoalan yang anda hadapi. Apapun itu. Saya anggap pembaca sudah mahfum tentang kecerdasan yang saya maksud. Selanjutnya saya mencoba menelaah, sesuai pengalaman belajar menjadi tukang kode, apakah yang diperlukan seorang tukang kode untuk melaksanakan tugasnya sehari-hari dengan baik. Bila anda seorang pelajar, mahasiswa ataupun pehobi yang sedang asyik-asyiknya belajar menjadi tukang kode, ada baiknya merenungkan apa yang akan saya sampaikan.

Tukang kode tak cukup hanya mengandalkan kecerdasan untuk menghasilkan kode yang efisien, mudah dibaca serta bisa dipakai berulang-ulang. Bila tukang beca cukup mengasah kecerdasannya dengan mengisi teka-teki silang yang bukunya dijual Rp.1.000 di pinggir jalan, maka tukang kode tak cukup mengasah otaknya hanya dengan bermain catur atau bermain game. Sebagai tukang kode, untuk mendapatkan angka 4, tak mesti hanya menjumlahkan angka 2+2. Meski ini adalah jawaban yang benar. Pada situasi tertentu tukang kode mesti mendapatkannya dengan menjumlahkan angka 1+3 atau bahkan 1+1+1+1. Meski batasannya kabur, menurut saya ini bukan soal kecerdasan. Ini soal kreatifitas dan imajinasi.

Kreatifitas seperti seorang seniman semisal Roma yang menciptakan Begadang 1 dan Begadang 2, juga mutlak diperlukan oleh tukang kode. Kreatif itu menciptakan sesuatu dari tidak ada menjadi ada. Bila saat ini anda menggunakan Windows, tanpa harus membayar lisensi kepada Bill Gates, bisa saja disebut kreatif dan sesungguhnya memang kreatif (dalam etika yang negatif tentunya -- Buy it, they deserve it). Belilah, mereka layak untuk mendapatkan uang! Menjadi kreatif tidaklah datang begitu saja. Tukang kode harus tekun berlatih, tekun memecahkan masalah demi masalah yang ditemuinya. Practices make perfect.

[caption id="attachment_256990" align="aligncenter" width="480" caption="Terus mencoba-coba"][/caption]

Gambar di atas berarti begini: Selama belum sukses, coba lagi. Bila anda mati, baru berhenti. Cukup beralasan. Begitulah tukang kode, terus mencoba dan mencoba lagi. Bila anda sekali mecoba, gagal dan berhenti. Lupakan saja keinginan menjadi tukang kode. Ada proses belajar yang harus dilewati melalui latihan-latihan memecahkan masalah. Anda akan menjadi tukang kode yang kreatif apabila algoritma tindakan anda mengikuti alur sebagai mana tertera pada gambar hingga anda  mati. Cukup kreatif, bukan?

Tukang kode pun mesti mengasah imajinasinya. Bila imajinasi anda tumpul, maka kode-kode akan berserakan di mana-mana tetapi mati. Bila dijalankan, hasilnya paling bagus 404. Terburuk, komputer menjadi bengong. Maksud saya, hang. Kursor di layar cuma berputar-putar.

Generasi tukang kode saat ini, pasti langsung diajarkan apa yang namanya pemograman berorientasi obyek. Ini bukan obyekan di luar gaji, Tetapi sebuah konsep pengkodean yang wajib dipahami secara benar. Bahasa komputer seperti Java --- lagi-lagi bukan Jawa maksudnya -- dapat dikuasai apabila tukang kode memahami 'obyekan' yang satu ini.

Pemograman Berorientasi Obyek, yang sejak tahun 80-an digagas Smaltalk (omong cilik) membutuhkan imajinasi dalam memahaminya. Dahulu kala, saya hanya paham apa yang disebut sebuah 'variable' dan sebuah 'sub program' atau 'fungsi'. Dalam bahasa obyek, ketiga hal tadi dibungkus menjadi satu obyek. Obyek ini bisa diturunkan, terbungkus rapi, dan menjelma menjadi berbagai obyek lainya yang sejenis. Contoh obyek dalam kehidupan sehari-hari adalah manusia. Manusia secara umum berkepala, berambut, dan beruban. Manusia pun makan, tidur dan bermimpi. Turunannya, saya, anda, tukang kode, tukang beca dan sesiapa yang disebut manusia. Kira-kira begitu. Bila kurang jelas, tanya Roy Suryo, tukang telematika yang sekarang menjadi tukang menteri. Nanti saja kita lanjutkan obrolan kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun