Skip jika tak ingin membaca.
Ini hanya cerita dari kehidupan rumah tangga teman saya. Dan sepertinya kita harus belajar pada hubungan mereka ini, yang semoga tidak dialami oleh kita.
-------------
Teman saya ini sebut saja Pipit. Ia merupakan teman lama yang belakangan rajin curhat soal hubungan rumah tangganya yang sedang tidak baik-baik saja. Ia hanya butuh ceritanya didengarkan. Terpaut jarak, maka komunikasinya pun sebatas chat di Wa dan itupun jarang.Â
Pipit seorang ibu rumah tangga yang baru mempunyai satu anak, usianya sekitar empat tahun dan belum bersekolah. Suaminya ini seorang pegawai yang bergaji di atas UMR. Belum lagi dengan sampingannya.Â
Namun, setelah satu tahun pernikahan, hubungannya tidaklah baik-baik saja. Pertengkaran kerap terjadi. Bahkan hingga sekarang.Â
Menurut ceritanya, suaminya mintanya dilayani terus kalau di rumah, baik dari makan, s*k, dsb. Tidak ada inisiatifnya buat sebatas nyapu, nyuci baju, ataupun hal sederhana lainnya yang membuat istri bahagia.Â
Kepekaannya sangat kurang. Bahkan, ketika di rumah pun kebanyakan main hape ketimbang bercengkerama dengan istri ataupun anak.Â
Suami dari Pipit ini, hanya memberi uang satu juta untuk satu bulan. Di mana uang tersebut untuk belaknja kebutuhan, jajan anak, arisan, dan lain sebagainya.
Apakah itu cukup?
Tergantung.
Di sini, saya tidak akan mengomentari uang segitu cukup atau tidak. Karena sampai sekarang, aku blm bisa memberikan istri dengan nominal sekian.Â
Yang akan kita bahas di sini adalah DI MANA LETAK KEHARMONISAN SEBUAH RUMAH TANGGA?Â
Pipit dan suaminya ini usia pernikahan memang belum lama. Saya tahu betul saat pacaran, suami Pipit ini ngejar-ngejarnya seperti apa. Sangat. Bahkan hampir setiap saat. Saat apel ataupun ke mana, bawanya ya, mobil. Siapa sih yang nggak kepincut?Â
Setelah menikah ternyata sangat bertolak belakang. Â
Yang tadinya perhatian, ternyata tidaklah demikian. Yang tadinya kerap memberikan sesuatu, sekarang dibatasi.Â
Setelah ditanya lebih dalam, kenapa kok bisa kerap bertengkar, nangis2, tetangga kerap demgar omelan mereka, bahkan orang tua dari suaminya ini acuh tak acuh bahkan mendukung anaknya ketimbang menantunya.Â
Ternyata:Â
Keluarga suaminya ini memang pendidikannya tinggi semua. Mereka punya jabatan. Kakak iparnya PIpit pun seorang yang bersepatu dan bergaji lumayan. Orangtuanya pun demikian.Â
Lantas, Pipit ini siapa?
Ia hanya anak orang sederhana yang punya saudara kandung banyak. Sedangkan pendidikannya hanya sampai SLTA. Ia pun tak bekerja, dikarenakan sama suami tidak diperbolehkan.Â
Beda derajat inilah yang membuat Pipit tidak leluasa dalam bertindak sebagai ibu rumah tangga. Suami tidak perhatian. Kerap memarahi bahkan omongannya kasar. Dia bak seorang raja yang harus dilayani. Sedangkan untuk melayani itu, masih kurang dan terbatas.Â
Sebenarnya, orangtua dari suaminya ini tidak merestui hubungan mereka. Karena ya salah satunya pendidikan. Mereka punya calon tersendiri. Namun, apalah daya, saat belum menikah, anaknya karus ngejar-ngejar Pipit. Mereka berharap menantunya yang setara, baik dari sisi pendidikan maupun derajat.
Walaupun Pipit ini kerap tersiksa secara batin. Tapi, ia tetap bertahan dengan segala kemungkinan. Ia pun berharap hati suaminya kembali redam dan perlakuannya dengan penuh kasih sayang.Â
Semoga hubungan rumah tanggamu kembali baik-baik saja, teman!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI