Abstrak
Hadits Sejatinya tak sama dengan al-Qur'an. Karena Al-Qur'an diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw yang sudah terjamin akan kevalidannya.Â
Demikian, demi menjamin sebah keshahihan pada hadits, kita membthkan sebuah penelitian serta beberapa analisis. Kebanyakan para ulama hadits menegaskan bahwa Hadits Dhaif tak bisa digunakan sebagai Landasan hukum, Tetapi imam Abu Hanifah beranggapan bahwa Hadits Dha'if boleh digunakan sebagai landasan hukum.Â
Dan beliau beranggapan bahwa hadits dha'if lebih baik daripada Qiyas dan ra'yu. Contoh hadits rasulullah yang dianggap dha'if oleh Abu Hanifah yaitu merupakan hadits ahad yang berlawanan dengan hadits mutawatir, al-qur'an dan hadits masyhur. Oleh karena itu, beliau lebih mendahulukan menerapkan Hadits mursal daripada Qiyas.
A. Pendahuluan
Hadis secara etimologi adalah segala sesuatu yang diperbincangkan yang disampaikan baik dengan suara maupun dengan lisan. Sedangkan secara istilah atau terminologi bahwasannya hadis adalah sinonim dari sunah yang berarti segala sesuatu yang bersumber dari Nabi baik berupa perkataan, perbuatan atau pernyataan di dalam masalah-masalah yang berhubungan dengan syariat. Karena begitu pentingnya informasi yang datang dari Nabi, maka segala sesuatu yang disandarkan kepadanya menjadi sebuah sandaran hukum setelah Al-Qur'an. Sehingga menjadikan hadis sebagai sumber hukum kedua setelah Al-qur'an.Â
Dalam Ilmu Hadits ada istilah dengan Hadits Dha'if, dalam Hadits Dha'if ini banyak perbedaan pendapat antara ulama muhaddisin dengan para Fuqoha mengenai masalah periwayatan dan pengamalannya, ada yang membolehkan mengamalkan hadis Dha'if dan ada juga yang melarang mengamalkan Hadis Dha'if.
B. Pembahasan
Pengertian Hadis Dhai'f
Hadits Dha'if merupakan Hadits yang bukan memenuhi ketentuan dari Hadits Shahih dan hadits hasan. Hadits Dha'if ini menduduki pada posisi ke-3 pada penjabaran suatu hadits. Definisi yang paling tepat yaitu: Hadits yang bukan tercantum pada gambaran dari hadits Shahih dan hadits hasan tersebut. Para Ahli hadits memberi pengertian Hadits Dha'if seperti dibawah ini:
.
Artinya: "Hadits Dha'if yaitu Hadits yang tidak terdapat ciri Hadits Shahih maupun Hadits Hasan". (As-shahih, 1977:165).
Dalam kitab Alfiyah, Imam Suyuthi menjabarkan:
# .
"Hadits dhaif merupakan Hadits yang sepi dari Sifat Hasan. Hadits dhaif terbagi menjadi beberapa tingkatan".
Contoh hadits yang menjelaskan, Nabi Muhammad Saw berwudlu dan mengusap Kaos kakinya, (Sebagai pengganti mengusap kaki). Hadits tersebut dihukumi dhaif, dikarenakan dikembangkan oleh Abu Qais Al-Audi, kredibiltas dipermasalahkan dari para ahli hadis.Â
Macam-Macam Hadits Dha'if
Adapun Ajaj al-Khatib mengelompokkan Hadits Dhaif dalam dua tahapan, sebagai berikut: 1) Hadits Dha'if sebab ketidak-muttashil-an sanad, 2) Hadits Dha'if sebab selain ketidak-muttashilan sanad. Berikut Hadits Dha'if sebab ketidak-muttashil-an sanad yaitu:
Hadits Mursal, Menurut Jumhur Muhaddisin, Hadits mursal yaitu Hadits yang dikembangkan para Tabi'in baik beliau kecil maupun besar dari Rasulullah Saw, baik berbentuk Perbuatan, perkataan maupun taqrir-nya. Tetapi beberapa muhaddisin menjelaskan Hadits mursal tersebut merupakan Hadis dikembangkan oleh para tabi'in yang kualitasnya sesuai Hadits munqathi'.
Hadits Munqathi' yaitu Hadits pada sanadnya satu orang periwayatnya gugur didalam satu tempat maupun lebih, yang didalam dijelaskan seorang rowi yang mubham. Dalam Segi gugurnya para perawi, serupa pada Hadits Mursal, tetapi jika Hadits Mursal tersebut gugurnya para perawinya terbatas (dibatasi pada derajat sahabat. Sedangkan Hadits Munqathi' batasan tersebut tidak ada pada perawinya, berupa gugur dari awal maupun akhir tetap disebut sebagai Hadits Munqathi'.Â
Hadits Mu'dal. Hadits mu'dal merupakan hadits pada sanadnya dua orang maupun lebih perawinya gugur beriringan. Model seperti ini merupakan Hadits mursal oleh Para Tabi' al-Tabi'in. Hadits tersebut sama dalam sisi keburukan kualitasnya, dan lebih rendah dari Hadits Munqathi'. Sedangkan ke munqathi'an-nya lebih satu tempat.
Hadits Mudallas. Menurut etimologi tadlis berasal dari kata al-dalas yaitu al-dzulmah (Kedzaliman). Sedangkan Tadlis dalam artian jual beli yaitu membungkam aib dari barang tersebut. Yang Maksud dengan jual beli tadlis yaitu semua jual beli yang mengandung ketidakpastian , semacam perjudian dikarenakan tidak adanya jumlahdan ukuran yang pasti dan tidak memungkinkan untuk diterima. Pembagian Tadlis ada dua macam:Â
a). Tadlis Isnad yaitu Hadits yang dikembangkan oleh perawi yang sudah sempat bertemu sendiri pada masanya, tetapi bukan berarti bisa mendengarkan langsung dari orangnya ataupun mendengar dari orang yang bersama dengannya, Tapi belum pernah bertemu. Kemudian beliau membuat pemikiran bahwa ia mendengar langsung dari orang tersebut.
b). Tadlis al-syuyukh
Tadlis ini lebih rendah ketimbang tadlis isnad, sebab perawi tidak sengaja menjatuhkan seseorang dari sanadnya dan juga tidak sengaja menyerupai juga bukan mendengar dari orangnya secara langsung. Perawi tersebut membahas guru, dan juga nisbat (sfat yang tidak lazim diperkenalkan).
Hadits Mu'allaq
Muallaq menurut merupakan isim maf'ul artinya terpaut atau terikat. Sanad semacam inilah bisa disebut dengan Muallaq dikarenakan terpaut pada bagian-bagian atasnya, tapi dibagian bawahnya terputus, maka akan berperan dengan suatu hal yang terpaut dalam atap juga lainnya.
Mengenai Hadits Dha'if dikarenakan penyebab lainnya dalam Ketidak-muttashilan Sanadnya dan juga hal-hal lainnya dalam tujuh macam di bawah ini:
Hadits SyazÂ
Menurut Etimologi syaz berarti suatu benda berupa isim Fa'il sering diartikan dengan menentang maupun memisahkan diri. Ada juga pendapat dari Jumhur Ulama, Bahwa Syaz memiliki arti menyendiri.
2. Hadis Mudraj
Menurut Etimologi Mudraj yaitu memasukkan. Maksudnya yaitu mudraj matan. Ibn Shalah berpendapat bahwa, mudraj matan merupakan perawi yang memasukan perkataan pada hadis Rasulullah. Contoh perkataan shahabat juga seorang yang setelahnya, kemudian perawi memperoleh hadisnya dengan tambah lafadz dan tanpa adanya pemecahan, hal tersebut menyebabkan campuran antara hadis rasulullah Saw dan perkataan perawinya didalam satu naungan redaksi.Â
3. Hadis MaqlubÂ
Menurut etimologi maqlub berarti terbalik. Melainkan menurut istilah ilmu hadis merupakan Hadis terbalik dalam bagian matannya maupun nama perawinya pada sanadnya.
Hadits Ma'lul merupakan Hadis riwayatnya seorang siqah (hafalannya sangat kuat), Tapi sesudah diteliti terlihat adanya kecacatan buruk yang dijumpai
Hadis Musahhaf
Hadis musahhaf secara etimologi yaitu modifikasi lafadz sehingga nantinya bisa menyebabkan adanya perubahan dalam artian tertentu. Melainkan menurut istilah musahhaf merupakan suatu modifikasi pada hadis dalam suatu ciri khasnya terhadap lafad lainnya.
Hadis Mudtarib
Hadis mudtarib merupakan hadis dalam periwayatnya bertentangan juga berbeda-berbeda dalam hal ciri, dimana tak akan memungkinkan untuk ditarjihkan pada bagian lainnya, sebagaimana perawinya satu maupun lebih.
Kehujjahan Hadits Dha'if
Sebagaimana yang kita pahami Hadits dalam masanya sebelum At-Tirmidzi terkelompokkan pada 2 bagian yaitu: 1. Hadits shahih, isinya ada berbagai macam syarat Hadits shahih. 2). Hadits dha'if, isinya terdapat banyak persyaratan Hadits Shahih, dan juga tergolong isinya ada hadits hasan juga Hadits dha'if pada tingkatannya naik menjadi hadits Hasan, dikarenakan terdapat jumlah sanadnya banyak.
Ibnu Taimiyah berpendapat dengan cara memperkenalkan bagian-bagian hadits dalam shahih, hadits hasan juga dha'if. Yaitu At-Tirmidzi yang tak popular bagian sebelum-sebelumnya. Kita pahami bahwa Imam Ahmad bin Hanbal memakai Hadits Dha'if tersebut untuk suatu hujjah sesudah fatwanya shahabat.
Kriteria Hadits Dhaif
Ahli Hadits mempunyai batas tersendiri terhadap hadits dhai'if, sebagai berikut:
.
Artinya: "Hadits dhaif merupakan hadits yang tidak sama dengan hadits shahih maupun hadits hasan, juga bukan menyamakan terhadap sifat-sifat hadits shahih maupun hadits hasan."
Demikian, Hadits Dha'if tersebut tak memenuhi persyaratan hadits shahih maupun hadits Hasan. Kumpulan dari Hadits Dha'if memiliki dugaan sebagai alat penetapan bahwa hadits itu tak berasal dari Rasulullah langsung. Adanya kewas-wasan Ahli hadits terhadap diterimanya hadits tersebut, hingga beliau-beliau tidak membahas adanya petunjuk diatas keaslian Hadits tersebut Meriwayatkan Hadits Dha'if
Para ahli Hadits memperingatkan supaya semua orang dalam periwayatan hadits dha'if tiada sanad yang bisa ditunjukkan dengan hal tersebut. Hingga mereka tak diperbolehkan berkata: "Rasulullah Saw menyabdakan begitu-begitu..", begitu juga semacamnya. Maka kata tersebut dihukumi makruh dipergunakan pada periwayatan sahih. Pada saat periwayatan Hadits sahih seorang mempergunakan dasar yang nantinya untuk ditunjukan pada kebenaran atas tingkatannya.
Pandangan Hadits Dha'if menurut Abu Hanifah
Yang kita tau bahwa hadits Dha'if merupakan suatu hal yang berasal dari sumber Nabi Muhammad Saw baik berupa perkataan, perbuatan, maupun sifat. Abu Hanifah mendahului Hadits qauli daripada Hadits fi'li. Dikarenakan hadits fi'li diperbolehkan untuk perbuatan spesifik bagi Rasulullah Saw. Sedangkan beliau lebih memilih mendahului hadis mutawattir daripada hadits ahad bila dua-duanya berdampak pada syarat hukum pada Al-qur'an
Hukum Mengamalkan Hadits Dhaif
Menurut Teori, Imam Syamsyuddin bin Abdurrahman al-Sakhowi murid al-Hafis Ibnu Hajar Al-Saqani mengatakan ada 3 macam hukum menerapkan Hadits Dha'if, Yaitu:
1). Diperolehkan menerapkan Hadits baik secara mutlak ataupun pada syariat-syariat (haram, halal, sunnah, dan sebagainya) pada syarat kedhaifannya tak dhaif syahid (yang sangat lemah sekali), ataupun tak ada dalil melainkan hadits itu.
2). Boleh disunnahkan menerapkan Hadits Dha'if pada hal yang fadha'il a'mal, nasihat, maupun lain dari hukum aqidah selama bukan tergolong hadits maudhu' (palsu). Ulama yang berpendapat diantaranya Imam ibn l-Mubarak, Imam Abdurrahman bin al- Mahdi, Imam Ibnu al-shalah, Imam al-Nawawi, Imam al-Sakhawi, serta ulama' lainnya.Â
3). Tak diperbolehkan menerapkan Hadits Secara Mutlak baik pada Fadhail a'mal dan juga pada syariat-syariat. Dan ini merupakan madzhab imam abu bakar ibnu al-arabi, al-syihab alkhafaji, serta al-jalal al-Dawwani.
C. Kesimpulan
Dari pengertian dan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa banyak sekali pembagian dalamHadits dhaif yang mana dari keseluruhan tak dapat di hukumi untuk ditolak. Ada yang dapat diterapkan, contoh semacam Hadits Dha'if nan dikarenakan putusnya sanad, majhul.
 ReferensiÂ
Ahmad Umar Hasyim, Qawa'id Ushul al-Hadits (Beirut: Dar al-Kutub al-Arabi, 1984).
Jamaluddin Abdullah bin Yusuf Az-Zaila'I, Nashbur Rayah Fi Takhrij al-Ahadis al-Hidayah, Juz I, (Darul Hadits, 1415 H/ 1995 M).
Labib Mz, Minhat fi ilm Multalah al- hadis, (Surabaya: Bintang Usaha Jaya, 2003).
Muhammad Nashir al-Din al-Albani, "Hadits Sebagai Landasan Aqidah dan Hukum",Trj Mohammad Irfan Zein (Jakarta: Pustaka Azzam, 2002).
M. Syuhudi Ismail, "Kaidah Keshahihan Sanad Hadits; Telaah Kritis dan Tinjauan dalam Pendekatan Ilmu Sejarah", (Jakarta: Bulan Bintang, 2005).Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H