Sekarang kondisi semakin parah, harga-harga semakin membumbung, kaum kapitalis semakin lahap memakan rakyat, disaat seperti inilah seharusnya kaum intelejensia bertindak berbuat sesuatu, bidang seorang sarjana adalah berfikir dan mencipta yang baru. Harus bisa bebas disegala arus-arus yang kacau, tetapi tidak bisa lepas dari fungsi sosialnya, Yakni bertindak demi tanggungjawab sosialnya. Apabila keadaan telah mendesak kaum intelejensia yang terus berdiam didalam keadaan yang mendesak telah melumpuhkan semua sendi-sendi kehidupan. Ketika Hitler mulai membuas maka kelompok intelejensia muda berkata tidak, mereka walaupun masih muda berani berkata tidak, berani menentang pemimpin geng-geng bajingan - rezim nazi, bahwa mereka mati itu bukan soal, mereka telah memenuhi panggilan seorang pemikir, tiada indahnya penghukuman mereka. Tetapi apa yang lebih puitis selain bicara tentang kebenaran. Kita harus mempublikasikan suatu seruan terhadap keberanian bicara, kita perlu konsepsi dewasa ini. Segala usaha yang bisa kita lakukan harus dikerahkan, untuk bisa belajar dan memahami persoalan kekinian ini. Masalah ketidak mau an ini adalah masalah kaum intelejensia, baik mereka kaum intelejensia nasionalis, sosialis maupun agamis.
Jokowi memiliki berbagaimacam gelar, seperti ratu adil, orang berpengaruh di dunia dan masih banyak lagi. Revolusi kini adalah agama baru, dan semboyan-semboyan manipol sosialisme, demokerasi, nawacita, revolusi mental dan lain-lain tidaklah lebih dari doa-doa yang dikira mustajab. penulis rasa kita di Indonesia sudah pada saatnya berkata tidak pada jokowi.
Mahasiswa adalah generasi muda yang ditugaskan untuk membasmi generasi tua yang mengacau, kitalah generasi yang akan memakmurkan Indonesia. Yang berkuasa sekarang adalah orang-orang yang dibesarkan oleh system demokerasi yang kacau, hingga berujung pada kesengsaraan rakyat dengan se-enak menaikan harga BBM yang berdampak pada harga-harga yang lainnya, tariff listrik dan told an sebagainya, serta ketidak jelasan hukum di negeri ini, baik bagi koruptor maupun mereka yang mengedarkan narkoba.
Kita harus melawan, sebagaimana Soekarno, Hatta dan Sjahrir. Mereka melawan hingga kita bebas seperti saat ini.
Bagi penulis sendiri politik adalah barang yang paling kotor, lumpur-lumpur yang kotor, tapi suatu saat dimana kita tidak bisa menghindari diri lagi, maka terjunlah kedalamnya.
Manifesto politik gerakan pembaharuan, setelah kemerdekaan tercapai pada tahun 1945, kenyataan menunjukkan bahwa kita masih jauh dari tujuan. Kita melihat dengan penuh kecemasan bahwa pemimpin Negara dan Pemerintahan ini telah membawa bangsa Indonesia kepada keadaan yang teramat menghawatirkan. Dictator perseorangan dan golongan yang berkuasa bukan lagi merupakan bahaya diambang pintu, Tetapi telah menjadi suatu kenyataan.
Cara-cara kebijaksanaan Negara dan pemerintahan bukan saja bertentangan dengan azas-azas kerakyatan dan hikmah musyawarah, bahkan menindas dan memperkosanya. Jelas sudah bagi kita bahwa istilah demokerasi dipakai sebagai topeng belaka, justru untuk menindas dan menumpas azas-azas demokerasi itu sendiri. Tiba saatnya bagi patriot Indonesia untuk bangkit menggalang kekuatan untuk menyelamatkan bangsa dari jurang malapetaka.
Kita punya pemimpin, kita punya presiden, tapi buat penulis bukan berarti dia punya kekuasaan absolute untuk menentukan hidup kita. Apalagi jika kita sadar bahwa ada penyelewengan dan ketidak adilan. Kalau kita hanya menunggu dan menerima nasib, kita tidak akan pernah tahu kesempatan apa yang sebenarnya kita miliki dalam hidup ini. sederhananya,penulis hanya ingin perubahan agar hidup berbangsa ini lebih baik. Satu-satunya cara adalah jokowi harus jatuh.
Dalam high level politic terjadi dua kelompok besar, demikian pula pada Partai Golkar. kelompok pertama cenderung kepada oposisi sementara kelompok yang kedua adalah kelompok yang terpengaruh unsure ‘banteng’. Jokowi condong kepada kelompok ke dua karena demi politik keseimbangannya. Karena selama ini hanya golkar yang memberatkan takaran oposisi.
Dalam usahanya untuk menjatuhkan pengaruh kelompok anti pemerintahan, pemerintah jokowi melakukan politik kenaikkan harga bbm, politik hukum. Sasarannya jelas, membuat rakyat panik dan tidak lagi berfikir tentang kelabilan jokowi, akan tetapi berfikir tentang perutnya masing-masing. Dengan situasi panic seperti ini parlemen yang jelas wakil rakyat akan terjepit, tidak bertindak berarti menimbulkan chaos, jika bertindak parlemen akan ‘dimusuhi’ eksekutif. Penulis sebagai pengurus cabang GMNI Pandeglang mendapatkan informasi bahwa Organisasi-organisasi mahasiswa akan menggabungkan diri dalam kesatuan BEM seluruh Indonesia, dan akan turun ke jalan dengan 1 (satu) tuntutan. Yaitu, LENGSERKAN JOKOWI.
Tidakkah lebih baik kita dibunuh di negeri Indonesia dalam memperjuangkan kesejahteraan hidup daripada menyerah pada kemunafikkan sang penguasa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H