Cairnya hubungan Ganjar dan Puan, merujuk pada kemesraan yang mereka perlihatkan sekarang, menumbuhkan kembali spekulasi terkait kemungkinan dipadukannya mereka untuk Pilpres 2024 mendatang. Spekulasi yang makin menguat jika dikaitkan dengan sikap Megawati yang belakangan cenderung protektif terhadap Ganjar, termasuk dengan kemarahannya atas pembentukan Dewan Kolonel yang diinisiasi kelompok elit partai pendukung Puan.
Mencermati kemungkinan itu, pertanyaan besarnya adalah siapa yang akan dimajukan sebagai capres dan siapa cawapres? Mungkinkah Puan, yang elektabilitas atau tingkat keterpilihannya dari berbagai hasil lembaga survei terus cekak, yang akan ditempatkan di posisi terhormat itu? Atau sebaliknya, Ganjar, yang elektabilitasnya stabil, yang mendominasi urutan pertama dalam deretan kandidat capres dan minimal selalu berada di posisi tiga besar?
Tidak sedikit yang berpendapat jika Puan cukup layak untuk dijadikan capres, tentu atas pilihan ibunya. Namun, potensi Puan untuk menjadi presiden ke-8 pada periode 2024-2029 itu masih di bawah peluang Ganjar.
Pengusungan Ganjar dan Puan sebagai capres dan cawapres di Pilpres 2024 sebenarnya sudah cukup ramai diperbincangkan sejak beberapa bulan lalu. Pada pertengahan 2022, Arya Fernandes dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS) sudah menyebut pengusungan  duet Ganjar-Puan adalah opsi alternatif yang patut dipertimbangkan oleh PDIP maupun Megawati, presiden ke-5.
Pengusungan Ganjar dan Puan, sebut Arya di Kompas.com, dapat emperkuat konsolidasi partai menjelang Pemilu 2022. Akar rumput PDIP akan total untuk melakukan mobilisasi dukungan.
Kendati demikian, Arya Fernandes bukannya tak melihat adanya kendala atau hambatan. Tetap ada plus minusnya. Minusnya, formasi koalisi yang terbentuk tentu akan terbatas, karena partai lain pasti akan berhitung juga. Bagi partai lain, posisi cawapres tentu menjadi 'alat tawar' atau ruang negosiasi sebagai pertimbangan membangun koalisi.
Untuk plusnya, jika akhirnya terpilih, PDIP akan semakin kuat.
Terkait dengan minusnya, yakni jika PDIP tak berkoalisi, sudah pasti akan dikeroyok oleh partai lainnya. Dalam pengamatan Ujang Komarudin dari Indonesia Political Review, bagaimanapun kekuasaan itu harus atau perlu dibagi-bagi. Oleh karena itu, ada istilah power sharing.
Ini serupa dengan pandangan Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran yang juga pengamat sosial dan kebijakan publik, Jannus TH Siahaan. Menurut dia, sebagaiamana disampaikannya di Kompas.com, Puan secara politik praktis sudah berada di depan Ganjar Pranowo satu langkah.
Menurut Jannus, elektabilitas Ganjar yang tinggi bisa tak berarti jika pada ujungnya tidak memiliki partai untuk maju sebagai capres 2024. Artinya, Ganjar bisa saja gagal menjadi capres jika tetap bertahan untuk berharap hanya dimajukan oleh PDIP meskipun semua lembaga survei menempatkannya di posisi teratas.
Prediksi dari Siti Zuhro, peneliti ahli utama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), tak jauh berbeda. Dia menyebut Ganjar Pranowo tak akan bermanuver ke partai lain seandainya PDIP ternyata mengusung Puan. Kecil kemungkinan partai politik lain bersedia mengusung Ganjar sebagai capresnya.