"PKS masih intensif menjalin komunikasi dengan NasDem dan Demokrat untuk membangun Koalisi Perubahan, jadi sangat diragukan jika PKS tiba-tiba ke KIB," ujar Ujang Komarudin, seperti dikutip media.
Terkait kemungkinan bergabungnya PDIP ke KIB sebenarnya sudah cukup lama diisyaratkan oleh para petinggi KIB, tak terkecuali Airlangga Hartarto. Elit Golkar termasuk yang paling rajin menjalin komunikasi dengan para pengurus partai moncong banteng.
PDIP, sebagai partai pemenang Pemilu 2019, sebenarnya sudah punya tiket langsung untuk mendaftarkan capres dan cawapresnya. Itu berbeda dengan delapan partai peserta Pemilu 2019 lainnya yang perolehan suara masing-masing tidak mencapai 20% presidental thresold (PT).
Oleh karena itu penggabungan partai-partai dalam sebuah koalisi menjadi sebuah keniscayaan. Kini, menatap Pilpres 2024, koalisi dari partai-partai tak sekadar mencari kawan seiring yang memiliki visi dan misi sama, akan tetapi juga tentunya dengan mempertimbangkan mampu meraih kemenangan pada kontestasi akbar politik tersebut.
Hal itu pula yang memungkinkan jumlah koalisi menjadi seminimal mungkin. Awalnya ada prediksi kemungkinan bisa adanya empat koalisi atau poros, tetapi dari dinamika yang terus berkembang sangat mungkin hanya akan ada dua koalisi, atau maksimal tiga.
Ada beberapa alternatif hitung-hitungannya. Jika PDIP benar-benar melepas haknya untuk mengusung capres dan cawapres sendiri dan jadi bergabung dengan KIB, itu berarti hanya akan ada maksimal tiga koalisi atau poros. Yakni, KIB, lalu Koalisi Indonesia Raya (KIR) yang bermaterikan Gerindra dan PKB, dan Koalisi Perubahan (KP) yang dibangun NasDem, Demokrat dan PKS.
Koalisi Perubahan otomatis tidak akan terbentuk seandainya salah satu partai pengusungnya menarik diri, sebut misalnya Demokrat atau PKS. Salah satu mundur, sekaligus juga membuat NasDem gigit jari untuk memajukan Anies Baswedan sebagai capres.
KIB, yang dibangun oleh satu partai nasionalis (Golkar) dan dua partai berbasis Islam (PAN dan PPP), mencoba meningkatkan kekuatan elektoralnya dengan terus berupaya menarik PDIP yang nasionalis atau PKS yang berbasis agama.
Belum lagi upaya mereka untuk menarik partai non parlemen seperti Perindo atau PSI, yang secara umum memiliki basis massa yang sama yakni anak muda. Kalangan pemilih milenial ini yang coba ditingkatkan ketertarikannya pada pemilu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H