Mohon tunggu...
Tazkiya azfin
Tazkiya azfin Mohon Tunggu... Lainnya - pelajar

Semua sudah digariskan sesuai dengan rencana Tuhan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ibu dengan Segala Welas Asihnya

26 Oktober 2020   11:19 Diperbarui: 26 Oktober 2020   11:25 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Konteks ini klasik tapi menarik, seputar ibu dan welas asihnya, " ibu " tema yang sering dijadikan karya puisi ketika ujian praktik bahasa indonesia, 8 dari 10 siswa/i memilih tema ibu  dibanding  tema lainya, siswa yang notabenya  anak laki-laki yang dekat dengan ayah,akan memilih menulis tentang  ibu daripada seorang  ayah, terkadang ungkapan kasih sayang seorang anak kepada ibu dipersembahkan melalui karya klasik  yang ditulis diatas lembar kertas putih dengan bantuan tinta hitam, tapi itu hanya sekedar tulisan " habis manis sepah dibuang " begitulah peribahasanya, hanya aksara tanpa  makna, padahal, dibalik tulisan itulah terdapat makna yang besar, bagaimana cara kita  menghormati, menyayangi, serta patuh kepadanya, semua tidak semudah tarian tinta hitam, seseorang  lihai mengolah ragkaian kata, tapi kata  serta verba itulah makna asli karya seorang anak  kepada ibunya. " Nduk, tukokno gulo " , berapa banyak dari kita yang langsung berangkat jika ibu mulai berbicara, faktanya, presentase  kata " Ngko sek, mbok " melebihi 72% persen, hal yang ironis.

Pernahkan terlintas dipikiran kalian kenapa  tema puisi " ibu " sangat digemari?, bukan hanya puisi tetapi karya tulis lainya yang sering mengangkat cerita tentang seorang ibu. 

Karena  ibu adalah sesosok  pahlawan dalam hidup kita, darahnya melekat dalam diri kita, ucapanya selalu terngiang-ngiang dipikiran kita, senakal-nakalnya seorang anak, jauh dilubuk hatiya tersimpan sebuah tempat  cinta kepada sang ibu. Ibu,  tempat pertama anak memperoleh pelajaran. " Ibu budi, bapak budi ", semua bukan tentang budi, tapi sosok ibu-lah yang akan tersimpan dimemori kita, ibuku seorang chef, maka aku akan pintar memasak sepertinya, ibuku sosok yang tegar pasti aku menjadi anak yang tangguh, ibuku seorang ibu nyai, pasti aku akan menikah dengan gus, tidak, bukan seperti itu. Bagaimana jika aku mempunyai ibu seorang pelacur, apakah aku akan menjadi seorang pelacur?, siapa yang akan disalahkan disini?, Ibu?. Tuhan?, atau Aku?. Tuhan tidak bisa disalahkan dalam hal ini, Tuhan maha adil. 

Mungkin anak seorang pemulung tidak percaya dengan keadilan tuhan, " Kenapa Tuhan memberikanku kehidupan seperti, aku hanya makan nasi dengan garam setiap hari, paling enak jika ada hajatan dirumah tetangga baru aku bisa merasakan namanya ayam, mendut, dimana bentuk keadilan Tuhan?". Tuhan dengan segala rahasianya, IQ  manusia tidak akan bisa mendeskripsikan kehendak Tuhan. Ibu?, ibuku seorang pelacur, aku menjadi anak haram, tidak ada yang ingin bermain denganku " Ibu,kenapa ibu menjadi seorang pelacur?, semua penduduk desa memanggilku anak haram, tidak ada yang ingin duduk satu bangku denganku, aku benci ibu!!" , perempuan mana yang ingin bekerja sebagai pekerja seks komersial, tidak ada satupun, tadi keadaanlah yang menuntutnya, melewati pasang surut arus kehidupan, sampai ibu melakukan hal yang dilarang agama. 

Cinta ibu adalah kebahagian, kedamaian, tak perlu dituntut, pernyataan SM Mochtar tentang kasih ibu dalam lagunya memang benar adanya, kasihnya akan mengalir, sederas mata  air dan kasih ibu akan bermuara yaitu cinta pada buah hatinya. " Biarkan ibu menjadi pelacur, tapi anak ibu bisa makan, bisa sekolah, bisa membeli mainan seperti teman-temanya, ibu hanya berdoa kepada tuhan jika anak ibu seorang perempuan, ibu tidak ingin dia menjadi pelacur seperti ibu, jika anak ibu seorang laki-laki, ibu berdoa kepada Tuhan agar dia menjadi laki-laki yang bertanggung jawab, seorang laki-laki yang menghargai wanita ".

Ibu  tidak pernah marah, dia tidak akan marah jika anaknya memakai lipstik kesayanganya, dia tidak akan marah jika anaknya menghabiskan uangnya, ibu hanya akan marah jika anaknya melanggar norma dan larangan agama. Jika kasta masih berlaku di Indonesia,ibu akan berada di kasta brahmana dengan segala welas asihnya dan  seorang anak akan berada dikasta sudra dengan segala keegoisanya. 

Aku?, aku juga tidak bisa disalahkan disini. Aku terlahir dari rahim ibu dengan bantuan ayah serta kehendak Tuhan, aku adalah korban, aku ingin menuntut Tuhan, tapi tidak mungkin, itu tidak akan merubah apapun. Aku ingin menyalahkan ayah kenapa dia pergi meninggalkanku dan mentelantarkan ibu, tapi aku sadar ayah juga punya jalan hidup. Ibu?, aku marah kepadanya kenapa ibu melahirkanku didunia tapi aku juga sadar, tanpanya aku tidak bisa menikmati keindahan ciptaan Tuhan. 

Semua sudah ditakdirkan Tuhan, untukku dan juga ibu. Tuhan akan memberikan award bagi dia yang bersabar menghadapi cobaan-Nya, DIA akan memberikan sesuatu yang mengalahkan dunia seisinya, kita adalah ciptaan Tuhan, yang hanya mampu menerima dan berusaha. Untukmu ibu, engkau tidak salah, engkau adalah malaikat tanpa sayap yang dikirim Tuhan untuk menjagaku di dunia, untukku kamu tidak salah, kamu adalah anak yang lahir dari seorang perempuan yang hebat, berbahagialah meskipun hidupmu tak seindah anak seorang raja. Terimakasih atas segala welas asihmu, ibu , maafkan anakmu ini yang menuntut ini dan itu. Kisah ini tentang ibuku, ibumu, ibu kita dengan segala welas asihnya.

 Salam hangat

penulis

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun