Mohon tunggu...
TAX CENTER UIN SGD BANDUNG
TAX CENTER UIN SGD BANDUNG Mohon Tunggu... Konsultan - Pusat Studi Perpajakan Di UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Tax Center FISIP UIN SGD Bandung merupakan pusat informasi pendidikan perpajakan yang mempunyai peran signifikan dalam meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat untuk mengerti hak dan kewajiban perpajakannya. Lembaga ini merupakan hasil kerjasama antara DJP Kanwil Jabar 1 dengan UIN SGD Bandung yang diinisiasi oleh Jurusan Administrasi Publik pada tanggal 10 Desember 2020.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Core Tax System Tertunda: Menunda Efisiensi atau Mematangkan Reformasi?

20 September 2024   08:47 Diperbarui: 20 September 2024   08:59 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: pinterest.com

Perpajakan di Indonesia selalu menjadi isu yang kompleks dan belum sepenuhnya terselesaikan. Saat ini pemerintah Indonesia dihadapkan dengan tantangan besar terkait penerapan core tax system yang terus diundur hingga akhir tahun 2024 yang awalnya direncanakan akan launching pada awal tahun 2024 dengan maksud dan tujuan untuk mereformasi administrasi perpajakan menjadi lebih efisien dan transparan. 

Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PSIAP) atau yang lebih dikenal oleh masyarakat dengan sebutan Core Tax System, kini menjadi sorotan publik dikarenakan adanya penundaan dalam penerapan implementasinya. Pada awalnya, sistem ini ditargetkan untuk diterapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pada 01 Januari 2024, tetapi hal tersebut kemudian diundur menjadi 01 Juli 2024. Hanya saja menurut keterangan terbaru yang disampaikan oleh Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Pengawasan Pajak, Nufrasa Wira Sakti, implementasi PSIAP tampaknya akan kembali mengalami penundaan dan baru bisa dijalankan pada akhir tahun 2024.

Core Tax System dibuat dengan maksud untuk menjadi tulang punggung reformasi perpajakan yang merupakan sistem teknologi informasi yang dirancang untuk mengelola administrasi perpajakan secara lebih efisien, terintegrasi, dan modern. Sistem ini berfungsi sebagai platform utama untuk memproses, mengawasi, dan mencatat berbagai kegiatan terkait pajak, seperti pendaftaran wajib pajak, pelaporan, pembayaran, dan pengawasan kepatuhan pajak.

Pada hari Senin, 12 Juni 2024 diadakan rapat bersama Komisaris XI yang dimana Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Pengawasan Pajak, menyampaikan alasan dari penundaan core tax system ini yaitu masih ada dalam fase pengujian, yang melibatkan dua tes utama yaitu System Integration Test (SIT) dan Functional Verification Test (FVT). SIT memiliki tujuan untuk memastikan bahwa aplikasi berfungsi dengan baik secara keseluruhan sistem yang telah terintegrasi, sementara FTV lebih fokus pada pengujian modular yang memastikan setiap komponen sistem berfungsi sesuai dengan yang diharapkan. Tahapan ini dinilai sangat penting karena tingginya skala dan dampak dari core tax system yang akan menggantikan sistem lama yang sudah digunakan selama bertahun-tahun, sehingga ketika fase pengujian selesai akan dilanjutkan ke tahap user acceptance test untuk memastikan bahwa sistem memenuhi kebutuhan pengguna secara efektif. Kemudian, sistem akan masuk ke fase initial deployment yang dijadwalkan pada akhir tahun 2024.

Selain itu, alasan penundaan lainnya adalah diperlukannya pelatihan intensif bagi para pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk mempersiapkan transisi ke sistem yang baru. Hal ini dilakukan agar DJP bisa memastikan kesiapan dari sumber daya manusia untuk mengoprasikan sistem dengan lancar ketika sudah diluncurkan, sehingga memerlukan ketelitian dan waktu. DJP juga merencanakan dukungan pasca-implementasi pada tahun 2025, dengan fokus pada pemeliharaan sistem dan perbaikan jika terjadi kesalahan atau bug. Hal ini menekankan pentingnya manajemen risiko dalam transisi sistem besar seperti ini, di mana potensi gangguan teknis bisa berdampak langsung pada operasional perpajakan nasional.

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp.977 miliar untuk mengoptimalkan implementasi core tax system. Dalam rincian anggaran tersebut mencakup realisasi sebesar Rp.223,83 miliar pada tahun 2021, Rp.407,36 miliar di 2022, Rp 34,35 miliar di 2023, dan pagu anggaran Rp.311,46 miliar untuk tahun 2024. 

Dilihat dari hal ini, maka menimbulkan kekhwatiran ditengah masyarakat dan beberapa pakar ahli bahwa pemerintah akan menghadapi tantangan dalam mencapai target optimilisasi penerimaan pajak jika penundaan dilakukan hingga akhir 2024. Selain itu juga, penundaan ini dipandang akan berpengaruh pada pencapaian target yang telah di fokuskan pemerintah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), yang pada akhirnya akan berdampak pada stabilitas fiskal. Jika dilihat dari dunia usaha, penundaan ini juga berdampak pada ketidakpastian lebih lanjut terkait adaptasi teknologi dan perubahan administrasi yang semestinya dilakukan sejak awal 2024.

Tetapi disisi lain, pemerintah harus terus berupaya untuk mengatasi dampak yang mungkin timbul akibat penundaan ini. Salah satunya adalah dengan mengambil tindakan untuk terus meningkatkan transparansi dengan menyampaikan informasi kepada publik mengenai setiap perkembangan dan kendala teknis yang terjasi seputar core tax system. 

Pemerintah juga harus menekankan pentingnya sosialisasi yang berkelanjutan kepada masyarakat agar siap menghadapi perubahan ini tanpa menghadapi kesulitan lainnya. Selain itu juga, pemerintah harus melakukan pelatihan instensif pada seluruh masyarakat dan pegawai dengan maksud mencegah timbulnya hambatan dari segi sumber daya manusia.  

Meskipun sampai saat ini core tax system masih tertunda, tetapi saat penerapannya akan memberikan manfaat jangka panjang bagi penerimaan negara dan meningkatkan tax ratio. Selain itu juga, dengan diimplementasikannya core tax system sinergi antara lembaga akan lebih optimal, sehingga membantu menciptakan instisusi perpajakan yang kuat, kredibel, dan akuntabel, dengan operasional yang lebih efektif dan efisien. Hal ini akan menjadi kontribusi pada peningkatan kepatuhan wajib pajak, terutama dalam pengelolaan utang pajaknya.

Indonesia sedang dalam proses menuju sistem perpajakan yang lebih modern dan terintegrasi. Perubahan ini tidak hanya akan menguntungkan pemerintah melalui peningkatan penerimaan pajak, tetapi juga akan memberikan dampak positif bagi wajib pajak melalui kemudahan, transparansi, dan kejelasan yang ditawarkan oleh core tax system.

 

Author: Ajeng Siti Nuraeni

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun