"Apakah yang sudah anda berikan untuk Indonesia?"
Sebuah pertanyaan menusuk dan tajam. Ia menyerang, butuh keberanian untuk menjawabnya. Laman Kompasiana pun segera dipenuhi beragam tulisan karya para Kompasioner pemberani yang berusaha menjawab pertanyaan tersebut. Bahkan semakin seru, Kompasiana mengadakan even menulis berhadiah tentang hal ini.
Jadi, apa yang sudah anda berikan untuk Indonesia?
Apa ya? Seorang pekerja swasta sampai merenung memikirkan jawaban dari pertanyaan ini. Ia menuliskan renungannya, bahwa selama ini banyak sekali tuntutan telah diberikan kepada pemerintah, belum lagi kritikan. Tetapi apakah kita sudah menjalankan kewajiban sebagai warga negara? Apakah kita pernah memberikan solusi alternatif? Apakah kita pernah berbagi ilmu? Apakah kita sudah membayar pajak? tulisnya.
Seorang guru honorer yang bersemangat menjawab dengan sengit dalam artikelnya di Kompasiana bahwa bukankah kegiatannya mengajar di Aceh Barat adalah persembahannya untuk Indonesia?. Begitu pula jawaban dari seorang Instruktur latihan kerja di provinsi Nusa Tenggara Timur yang berbagi kisah perjuangan. Ia bahagia menyaksikan siswa hasil didiknya telah mampu berdikari, bahkan telah membentuk kelompok usaha.
Seorang Ibu Rumah Tangga juga tak mau ketinggalan. Ia menulis bahwa keinginan untuk melakukan banyak hal yang bermanfaat (bagi bangsa dan negara) terkadang sedemikian kuat.Namun ia menyadari bahwa setiap diri memiliki kapasitas dan kemampuan yang berbeda satu sama lain. Ketika seseorang belum bisa melakukan banyak hal untuk bangsa, maka tidak ada salahnya untuk tetap melakukan hal-hal kecil dalam jangkauan kita. Maka sebagai perempuan biasa yang berkutat dalam ruang rumah tangga ia berusaha sekuat tenaga untuk tidak kehilangan jati diri sebagai perempuan Indonesia. Bukankah semua hal berawal dari hal terkecil? demikian jawabnya.
Apa yang sudah anda berikan untuk Indonesia? Versi Saya.
Indonesia sayang,
Walau aku tak mengharapkan balasan, namun selalu.. apa yang sudah kuberikan padamu, kemudian kembali lagi kepadaku. Segala ketulusan, keikhlasan, perjuangan, kelembutan, semangat, kegigihan, keberanian, kebahagiaan, air mata. Semuanya kembali lagi kepadaku dan membuatku menjadi lebih kuat.
Aku masih ingat betapa beratnya burung Garudamu itu dulu saat pertama kalinya ia berada di pundakku. Sungguh berat bagiku hingga membuatku tertatih-tatih. Tapi bukankah kau tahu, aku tetap dan terus langkahkan kakiku? Meskipun satu demi satu, ku jaga selalu Garudamu. Aku bahagia membawa beban itu.
Sulit untuk menghitung sudah berapa banyak air mata yang tumpah saat daku menatap merah putihmu yang berkibar-kibar hingga di negeri orang. Aku suka menatap merah putih itu ada di mana-mana dan tanpa terasa air mataku menetes. Deras.