Jam makan siang Joni Buncit tidak makan di kantin karyawan tempat dia bekerja, dia berkeliaran tidak untuk cari makan tidak juga ke lapangan sebab dia bukan binatang ternak. Ternak yang paling menantang baginya adalah ternak hewan Kapibara. Hewan itu hewan pengerat bertubuh sebesar kambing, bermuka kotak dan hewan itu cepat sekali berkembang biak. Hewan itu bisa mengerat kayu, dia bayangkan kapibara mengerat kayu untuk pagar kandangnya sendiri sampai pagar kayu itu roboh, rumah Joni Buncit pun juga terbuat dari kayu gebyok, menakutkan bila saat dia beternak kapibara dan kapibara itu sudah beranak pinak sampai puluhan ekor mereka akan mengerat rumah gebyok-nya sampai habis, sampai pagi harinya tinggal dia sendirian tidur di atas dipan pakai kolor saja dikelilingi puluhan kapibara bermuka kotak menunggunya bangun untuk kemudian mengerat dipan tempat dia tidur. Karena itu dia tidak mau beternak hewan kapibara. Dia tidak mau seperti temannya yang terbangun dari tidur siang dan mendapati seekor Iguana nangkring di atas dadanya, diam tak bergerak untuk sekian lama menunggu ciuman dari Si Orang tidur yang terbangun untuk mengusirnya. Teman Joni Buncit itu pintar main bass, bagi temannya itu lebih nyaman ditindihi alat musik bas bersenar lima daripada ditindihi iguana sepanjang satu meter yang suka berkeliaran ke mall sama seperti jam istirahat makan siang itu Joni Buncit berkeliaran juga di mall (kebetulan tempat kerjanya berada di atas sebuah mall lumayan besar). Jam istirahat saat itu mall sepi sekali, tidak ada satu orang pun penjual dan pembeli, tidak ada juga counter dan tenant. Benar-benar sepi karena dia ada di parkiran lantai lima dan parkiran itu masih kosong. Joni Buncit duduk di pojok di deretan kursi merokok sebelum masuk pintu kaca tempat eskalator bergerak naik turun dan tidak ada ibu-ibu penjual jajanan pasar di dekatnya. Kalaupun ada ibu penjual jajanan pasar menggendong tenggok (semacam keranjang dari anyaman bambu), tentu saja merk keranjang tenggok-nya bukan Puma atau Adidas atau Nike. Joni buncit ingin beli onde-onde rasa strawberry.
“Tak ada makanan seperti itu!” Bentak Si Ibu
“Kamu jangan mempermainkan saya!” Hardik Si Ibu-ibu muda yang kesal pada laki-laki muda sales alat kecantikan. Laki-laki muda itu katanya mau diajak kencan kalau Si Ibu-ibu muda itu membeli bedak penirus wajah. Setelah Si Ibu muda itu benar membelinya mereka pun benar kencan dan Si laki-laki sales alat kecantikan itu mengajaknya pergi ke pekuburan. Saat itu malam, konon katanya di pekuburan itu sering terlihat ibu-ibu menggendong tenggok, menjajakan jajanan pasar sambil bernyanyi lagu ‘hip-hop’ masa kini yang ia pernah dengar dari seorang laki-laki tidak terlalu gemuk tapi perutnya buncit, Joni Buncit begitu ia biasa dipanggil oleh teman perempuannya. Salah satu perempuan cantik dan baik untuknya, yang biasa bersamanya. Teman perempuannya datang menyusul Joni Buncit di parkiran lantai lima sebuah mall yang mulai ramai oleh cerita tentang pekerjaan sehari-hari. Salah satunya pekerjaan menari balet yang tidak dianggap pekerjaan oleh Si Bos yang mengerjakan laporan penjualan minuman di bar. Padahal mereka berdua merasa waktu akan lebih cepat melaju kalau berdua bersama, bersama menari dan membuat laporan penjualan minuman di bar. Maka satu jam istirahat makan siang terasa cepat lebih cepat dari lagu ‘Satu jam saja' yang dinyanyikan penyanyi dangdut yang suka bergoyang ala kepiting, kepiting rebus tepatnya. Apa ada penyanyi dangdut bergoyang ala kepiting rebus bukan goyang penggali kubur. Satu jam istirahat makan siang terasa cepat.
Pikir Joni Buncit, ‘Kalau perutku lebih buncit lagi mungkin aku bisa naruh sepiring makan siang di atas perutku lalu makan sambil jalan sekalian melatih keseimbangan badan’
Jam makan siang - Semarang, 10 April 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H