Ketokohan  Dr. KH. TGB. Zainul Majdi, yang akrab disapa TGB ini, mulai banyak dibicarakan dan dipertimbangkan sejumlah pihak terkait dengan isu kepemimpinan nasional 2019.
TGB dinilai sangat layak masuk dalam bursa kepemimpinan nasional dengan sejumlah alasan faktual dan aktual. Di antaranya adalah kompetensi leadership-nya yang sudah teruji selama menjabat Gubernur NTB untuk dua periode ini.
Di samping itu, alumnus Univerisitas Al-Azhar Mesir ini juga memiliki kepribadian yang santun, punya pandangan kebangsaan yang sangat "nusantara", dan aktualisasi ke-Islam-an yang moderat.
Rilis hasil survey LSI (Lingkaran Survey Indonesia) yang dinahkodai Denny JA, Ph.D pada akhir Januari silam (28/01/18), menempatkantokoh muda asal Lombok ini pada urutan teratas sebagai Calon Pemimpin yang Disukai Masyarakat dengan perolehan 74%.
Dengan angka di atas, berarti TGB mengungguli nama-nama tokoh muda lain yang sudah eksis secara nasional, seperti Muhaimin Iskandar dari PKB dengan perolehan angka 61 % atau Romakhurmuzy dari PPP dengan perolehan 50%.
Dalam dialognya di Pesantren Bina Insan Mulia, Cirebon, pada Jumat2 Februari lalu,TGB yang juga sahabat karib KH Imam Jazuli Lc., MA, sejak kuliah di Mesir  ini mengatakan bahwa orang yang tidak bisa menerima Pancasila, Pembukaan UUD dan UUD 45 berarti tidak adil.
Pernyataan TGB tersebut dilontarkan ketika menjawab pertanyaan peserta Kongkow-kongkow Kebangsaan terkait dengan sikap sebagian ormas yang belum bisa menerima Perpu Ormas 2017.
Menurut TGB, apa yang menjadi kandungan Pancasila dan UUD 45 bukan hanya sejalan dengan syariah, bahkan itulah hal-hal pokok yang diperjuangkan oleh syariah Islam. Menolak Perpu sama artinya dengan tidak bisa menerima asas Pancasila dengan ikhlas.
"Coba, apa yang lebih vital dari memperjuangkan nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan dalam hidup seseorang?", tandasnya memperjelas posisi pandangannya mengenai Pancasila dan NKRI.
Dengan pandangan dan sikap kebangsaannya ini, TGB. Zainul Majdi ingin mengajak semua elemen dalam tubuh umat Islam se-Indonesia untuk mengakhiri berbagai aksi silat lidah yang tidak bisa menerima secara ikhlas Pancasila sebagai panduan meta yuridis bangsa Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H