Pada 1600an, astronomer bernama Johannes Kepler memperkenalkan tiga Hukum Gerakan Planet (Kepler's Laws of Planetary Motion). Hasil studi ini memuat deskripsi dan bukti ilmiah, bahwa planet-planet di sistem tata surya kita bergerak mengitari matahari. Sebuah konsep yang menjadi fondasi saintifik keilmuan modern.Â
Sekurangnya seratus tahun setelahnya, dengan fondasi Hukum Kepler di atas, Isaac Newton mempopulerkan tiga Hukum Gerak Newton (Newton's Laws of Motion). Hukum ini kemudian dikenal sebagai landasan ilmu fisika mekanika, dengan rumusnya yang terkenal, F = ma.Â
Tiga ratusan tahun kemudian, Carlos M Cipolla, seorang professor ekonomi dari UC Berkeley, juga mempromosikan hukum yang tak kalah hebat dari keduanya, yakni Hukum Kebodohan Manusia (Basic Laws of Human Stupidity).Â
Hukum ini memang tak diajarkan di bangku sekolahan atau perkuliahan. Namun, refleksinya bergaung di kehidupan kita. Bahkan, contoh-contoh riil kebodohan manusia bisa kita temui di mana saja, di televisi, Youtube, media sosial, grup kantor, grup keluarga, jalan-jalan raya, dan di sekitar kita. Berurusan dengan kebodohan manusia dan hal-hal bodoh yang melekat padanya tentu sangat meletihkan. Namun, karena kebodohan itu tersebar di mana-mana, kita harus paham betul prinsip dan konsep dasarnya.Â
Cipolla membantu kita memahaminya, melalui lima Hukum Kebodohan Manusia.Â
Pertama, kita selalu menganggap remeh jumlah orang-orang bodoh di sekitar kita.Â
Hukum pertama ini bertujuan untuk memberikan gambaran, betapa kita pasti akan bertemu dengan orang-orang bodoh. Maka untuk mengantisipasinya, kita harus memahami kalau orang bodoh itu ada di mana saja, kapan saja. Ada sekelompok orang-orang bodoh di luar sana yang siap melakukan hal-hal bodoh, yang bahkan tak mereka sadari kalau perbuatannya adalah hal bodoh yang merugikan. Dan jumlahnya selalu lebih banyak dari yang kita kira.Â
Kedua, kebodohan tak memandang status sosial, ekonomi, dan budaya.Â
Selalu ada orang bodoh di kalangan manapun. Mau itu di kalangan terdidik, ilmuwan, pejabat-pejabat negara, tokoh-tokoh agama, hingga lingkup terkecil yakni keluarga. Intelektual atau tidak, kaya atau miskin, tua atau muda, proporsi orang bodoh ini hampir sama di setiap level. Selalu ada segelintir orang bodoh yang tak menyadari kalau dirinya bodoh dan kerap melakukan tindakan bodoh.Â
Siapa yang dirugikan?Â
Semua orang.Â
Kok bisa?Â
Ketiga, orang bodoh itu merugikan orang lain dan merugikan dirinya sendiri.Â
Saya penasaran dan bertanya kepada teman-teman di grup WA, di grup keluarga, dan teman-teman di kantor, mengenai siapa saja yang menurut mereka termasuk orang bodoh berdasarkan definisi tersebut. Begini pandangan mereka.
Siapa saja orang-orang bodoh itu?
Pemabuk yg berkelahi dan ugal-ugalan di jalan; pengemudi mobil yang tak tau arti jaga jarak aman; pengrusak fasilitas umum; pasangan belum menikah yang berhubungan seks tanpa pengaman; pengidap narkoba; perokok; penyebar berita bohong; atau orang-orang yang diimbau untuk #dirumahaja tapi tetap petantang petenteng di luar, sok kuat, dan seolah tak terjadi apa-apa.
Dan masih banyak lagi.
Di sini kita harus sangat berhati-hati. Karena pada prinsipnya, kerugian itu tak hanya dirasakan langsung oleh orang bodoh, melainkan juga oleh orang-orang di sekitarnya. Kerugian ini bisa bermacam-macam, mulai dari materil, waktu, tenaga, pikiran, hingga kebahagiaan yang direnggut oleh orang-orang bodoh itu. Waktu pun terbuang percuma karena berhadapan dengan orang-orang bodoh tadi.Â
Tak ada seorang pun yang dapat menjelaskan dan menerka seberapa besar dampak atau musibah yang bisa ditimbulkan oleh orang-orang bodoh. Meski tak dirasakan saat ini, tapi bisa saja suatu saat nanti.Â
Keempat, banyak orang yang menganggap remeh dampak dan musibah yang dihasilkan orang bodoh. Bahkan, orang-orang ini seringkali lupa dan tak merasa kalau mereka sedang berurusan dengan orang bodoh.Â
Tapi, tak jarang pula kita sadar kalau kita masih sering berhubungan dengan orang bodoh. Dan entah karena alasan apa, kita masih saja berurusan dengan mereka, bergaul, berkumpul, bergunjing, atau aktivitas bodoh lain yang tanpa manfaat.Â
Akhirnya kita terjebak, tak bisa mengambil keputusan penting, mulai ketergantungan dan terikat secara emosional dengan mereka, dan secara langsung menjadi orang-orang bodoh juga. Makin besar lah komunitas orang-orang bodoh ini. Kerugiannya tak akan langsung terasa, sampai akhirnya kita sesali di kemudian hari.Â
Kelima, orang bodoh adalah tipe orang yang paling berbahaya.Â
Ya. Dibanding kelompok orang yang lain, orang bodoh ini paling merugikan. Bahkan lebih merugikan dari penjahat sekalipun. Kalau penjahat masih bisa mengambil manfaat dari kerugian orang lain, orang bodoh bisa menghancurkan semua orang, termasuk dirinya sendiri.Â
Maka, teman-temanku sekalian, tugas kita sekarang adalah lebih waspada, juga mawas diri. Kenali lingkungan dan orang-orang di sekitar kita. Dengan siapa saja kita bergaul, bekerja, dan bertatap muka. Karena sebagai makhluk yang terbiasa harus survive, kewarasan dan keselamatan adalah hal yang utama.
_______
Terima kasih telah mengunjungi laman dan membaca artikel ini. Semoga tulisan-tulisan ini dapat memberikan inspirasi & pandangan lain bagi Anda dalam melihat sebuah fenomena.Â
Rambu, setiap Sabtu
Lihat pula kolom lainnya di akun Linked-in | Iqbal Tawakal
Stay connected & be enlightened! Cheers.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H