"Sebaik-baik sesuatu adalah yang pertengahan"
Begitu salah satu kaidah agama yang diajarkan para asatidz dan ulama sejak dahulu. Makan itu baik, tapi terlalu banyak makan itu jelek. Tidur itu baik, tapi terlalu banyak tidur juga jelek.
 Bahkan, puasa sebagai salah satu ritual ibadah itu baik dan sangat dianjurkan, tapi terlalu banyak puasa hingga menyebabkan tubuh menjadi lemah dan kehilangan semangat bekerja dan beraktivitas untuk melakukan ibadah lainnya juga tidak baik.Â
Itulah kenapa keseimbangan dan tidak berlebihan dalam melakukan sesuatu menjadi baik termasuk dalam beragama dan dalam konteks moderasi dalam beragama.
Sejatinya, perlu untuk mendudukkan antara agama dan pikiran-pikiran keagamaan. Jika agama adalah sesuatu yang dianut oleh setiap pemeluknya dan meyakini itu adalah yang terbaik baginya, maka pikiran-pikiran seputar keagamaan seringkali melahirkan pandangan-pandangan yang beragam, berbeda, dan terkadang seringkali taksama. Di sinilah kemudian sikap moderasi menjadi penting untuk dimiliki setiap pribadi.Â
Baik tentu bagus, tapi merasa baik tentu bukanlah hal yang baik. Pandangan yang benar tentu perlu digaungkan. Tapi memaksakan pikiran dan pandangan pribadi untuk diikuti apalagi dipraktikkan oleh orang lain tentu bukan hal yang diajarkan oleh agama, termasuk Islam.
Lebih jauh, fenomena yang terjadi di masyarakat seputar ketidakharmonisan antar satu golongan dan golongan lain, antar satu keyakinan dan keyakinan lain, umumnya hanya bersifat kasuistik dan terlalu berlebihan kalau mengatasnamakan agama tertentu. Ada beberapa perilaku yang perlu dipertimbangkan untuk menumbuhsuburkan sikap moderasi dalam beragama.
Pertama adalah Perilaku Interaksi Ta'abbudi
Sederhananya, konstitusi sudah menjamin kebebasan setiap individu untuk memeluk dan beribadah sesuai agamanya masing-masing, termasuk dalam melakukan aktivitas-aktivitas keagamaan dan ibadah secara utuh, tepat waktu, disiplin dan tentu saja penuh dengan kekhusyuan.Â
Perilaku ini hanya bisa disaksikan secara utuh di lingkungan sekitar kita mulai dari bangun tidur hingga tidur lagi. Tidak ada tempat yang lebih utuh dalam memotret perilaku interaksi hamba dan rabbnya melebihi sebuah tempat yang bernama masyarakat majemuk di banyak tempat di Indonesia.
Kedua adalah Perilaku Interaksi Ta'aqquli
Perilaku ini perlu dikembangkan untuk membentuk sebuah proses berpikir, belajar dan bertumbuh secara langsung dan simultan. Persis yang pernah di sampaikan Syaikh Alawi : "Semakin seseorang luas ilmunya, maka akan semakin lapang hatinya".Â
Akal perlu diisi. Ilmu perlu ditambah hingga ujungnya setiap pribadi bisa lebih memahami mengapa ada orang melakukan sesuatu yang dia lakukan hari ini. Kata kuncinya adalah tambah dan perluas ilmu.