Apa yang paling berharga di dalam dunia ini? Saya yakin jawaban kita semua sepakat dan sepaket yaitu waktu. Ia ada tapi seringkali dianggap seperti takada. Ia selalu membersamai tapi banyak orang yang tak menikmati kebersamaan bersamanya. Apakah itu salahnya? Tentu tidak. Sekali lagi, itu adalah kesalahan banyak orang yang sering mengabaikannya. Seringkali banyak orang menganggap kalau nanti ia (waktu) pasti akan datang lagi. Takheran begitu datang waktu subuh banyak orang sudah menantikan petang. Begitu datang malam, banyak orang yang sudah terburu-buru untuk menantikan datangnya pagi dan begitu seterusnya.
Padahal, kita sering diingatkan : "kalau telah datang padamu waktu sore, janganlah tunggu waktu pagi. Kalau lah datang padamu waktu pagi, jangan pernah menunggu waktu sore". Singkatnya, kita harus, kudu, wajib memanfaatkan setiap waktu kita dengan sebaik-baiknya.
Making Time, Not Having Time
Ashley Whillans di dalam bukunya yang berjudul "Time Smart"Â menyampaikan dengan sederhana kalau orang yang cerdas dalam memanfaatkan waktu cenderung akan merasa lebih bahagia dibanding mereka yang tidak bisa mengelola waktunya dengan baik. Sampai di sini nampaknya sudah mulai jelas kenapa ada orang yang terlihat lebih bahagia dalam kesehariannnya dibanding orang lain yang terlihat tidak bahagia dalam hidupnya. Ya, ternyata hal ini seringkali berbanding lurus dengan kecerdasannya dalam memanfaatkan waktu. Lalu pertanyaannya, bagaimana cara kita membedakan having time dan making time?
Mudahnya, pernahkan Anda seperti merasa takpunya waktu apalagi di tengah mengejar banyak deadline yang sudah menanti? Tapi anehnya, di sisi lain, kenapa Anda tetap punya waktu untuk menjalankan ibadah harian, makan dan mengantar anak Anda ke sekolah atau istri Anda ke dokter? Pernahkah Anda merenungkan hal itu?
Ya, ketika Anda merasa takpunya waktu dalam melakukan banyak hal, sesungguhnya waktu itu tetap tersedia dan ada, dan sama sekali bukan salah waktunya, tapi Andalah yang memilih, saya ulangi sekali lagi, Andalah yang memilih untuk memutuskan punya waktu (having time) atau tidak.Â
Padahal, waktu itu tetap ada. Tapi Andalah yang memilihnya untuk menjadi takada atau takpunya. Pada bagian ini, Anda sesungguhnya sedang mengatakan kepada waktu, "hai waktu, sesungguhnya engkau taktersedia untuk hal ini dan hal itu..". Sampai di sini Anda sudah terjebak dengan "having time", takpunya waktu untuk banyak hal.
Uniknya, ketika Anda tetap melaksanakan ibadah shalat dzhuhur (misalnya) di tengah rangkaian meeting penting yang berderet dan berbaris, sesungguhnya Anda sudah "making time" atau menciptakan ketersediaan waktu yang harus ada dan tersedia untuk Anda melakukan hal yang ingin Anda lakukan itu. Jadi, kata kuncinya adalah penting.
Ketika Anda menganggap suatu hal itu penting atau sangat penting untuk Anda, keluarga Anda, karir Anda, ibadah Anda dan sebagainya, maka Anda akan berupaya keras untuk "making time"Â apapun kesibukan Anda saat ini. Ya, Anda akan tetap memaksa untuk terus melakukan hal yang Anda anggap penting itu. Sebaliknya, ketika Anda tidak menemukan atau merasa belum menemukan pentingnya hal yang akan Anda lakukan, maka jangan kaget kalau Anda selalu berkata "I have no time"Â untuk melakukan ini dan seterusnya. Ya, persis seperti ketika Anda menolak pertemuan yang diatur melalui WA dengan teman lama Anda yang sudah 20 tahun tidak bertemu. Anda akan dengan gampang berkata, "maaf, saya belum punya waktu kalau minggu ini.."
Coba Anda renungkan dan pikirkan sejenak mulai hari ini, sudahkah yang Anda lakukan penting bagi Anda dan hidup Anda hingga Anda memutuskan untuk "making time" dan "menciptakan waktu" dalam semua hal yang Anda lakukan itu? atau sebaliknya, Anda tetap berkutat dalam hal takpunya waktu di hampir semua hal yang sedang Anda lakukan? Ya, semua keputusan Anda di tangan Anda.Â
Semoga bermanfaat
Be The New You
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H