Kenapa terjadi perceraian atau perpisahan? bukankah sebelumnya kedua manusia ini begitu sangat mencintai? bukankah sebelumnya kedua insan ini begitu saling mengagumi? Lalu kenapa ini terjadi? Ya, faktornya beragam dan takperlu diulas secara berulang. Anda bisa baca dan temui di banyak tulisan ilmiah dan nonilmiah sebab musabab ini terjadi.
Tapi yang ingin kita kulik kali ini adalah sisi lain dari kenapa perpisahan itu terjadi, yaitu dari sisi setiap pribadi yang ingin melihat orang lain berubah. Ya, melihat orang lain berubah demi dirinya, bukan dirinya yang berubah demi orang lain.Â
Gagalnya Dialog Dua Aku
Dalam rumah tangga, sejatinya terdapat dua aku yang saling taksama, berbeda, berseberangan dan seterusnya. Dua aku ini takboleh disatu-satukan. Silakan menyatukan tujuan akhirnya. Tapi jangan coba-coba menyatukan isi kepalanya, egonya dan seterusnya. Semakin seseorang mencoba menyatu-nyatukan keduanya, maka semakin rentan untuk terjadi perbedaan yang seringkali ujungnya berakhir dengan pertikaian dan perpisahan.
Dulu, aku merasa aku pintar itulah kenapa aku ingin mengubah dunia.
Sekarang, aku merasa bijaksana itulah kenapa aku ingin mengubah diriku sendiri (Rumi)
Kalau ada orang yang harus menjadi lebih baik dan berubah, sesungguhnya orang itu adalah "aku" diriku, bukan "aku" dirinya. Selama ini yang seringkali terjadi adalah, banyak orang yang berusaha mengubah "aku" dirinya hingga lupa untuk memperbaiki "aku" diriku. Kegagalan dialog dua aku iniah yang kemudian menyebabkan banyak pertengkaran, perselisihan hingga seringkali menyebabkan perpisahan.
Menyadari sepenuhnya kalau kita tidak sempurna adalah sebuah langkah awal untuk membuka dialog dua aku ini. Semakin seseorang merasa dia tidak sempurna, maka ia akan semakin mencoba melihat keindahan dalam pertumbuhan dua aku ini. Semua orang sedang bertumbuh. Semua orang sedang belajar untuk lebih baik. Adalah lebih baik jika merasa tidak baik daripada mengaku diri selalu baik.
Perasaan belum baik akan mengarahkan kita ke jalan yang lebih baik. Merasa sudah baik seringkali mengungkung diri dalam kesombongan yang seringkali menyebabkan salah satu aku akan gagal bertumbuh, berkembang hingga akhirnya seringkali menyesatkan jalan pilihan.
Dialog antar dua aku sejatinya tidaklah sulit. Ia hanya membutuhkan kelapangan jiwa dan kerendahan hati. Aku yang satu hanya perlu menyadari akan kelemahan aku yang lain dan begitu juga sebaliknya. Semakin setiap individu bisa mengendalikan aku di dalam dirinya dengan bijaksana, maka dialog antar dua aku akan menjadi selaras, seimbang dan ujungnya tentu saja akan menciptakan keluarga yang oleh banyak kalangan disebutkan sakinah, mawaddah warahmah.
Jadi, silakan cek "aku" masing-masing, masihkah alarmnya berbunyi dan condong ke arah orang lain? kalau iya, maka perbaiki arahnya dan fokus ke diri sendiri. Jika sudah, maka selalu buka dialog dengan "aku"dirinya agar kita paham dan mengerti tentang keindahan sebuah hubungan.
Jika sudah dilakukan dengan maksimal, maka selalu ingat hal ini, bertengkar berdua terkadang lebih baik daripada damai sendirian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H