Mohon tunggu...
TauRa
TauRa Mohon Tunggu... Konsultan - Rabbani Motivator, Penulis Buku Motivasi The New You dan GITA (God Is The Answer), Pembicara Publik

Rabbani Motivator, Leadership and Sales Expert and Motivational Public Speaker. Instagram : @taura_man Twitter : Taufik_rachman Youtube : RUBI (Ruang Belajar dan Inspirasi) email : taura_man2000@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Satu Ibu Bisa Mengurus 7 Anak, Tapi 7 Anak Belum Tentu Bisa Mengurus Satu Ibu

3 November 2021   07:45 Diperbarui: 3 November 2021   08:06 4504
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dulu, ketika menjadi ketua BEM di kampus, salah satu agenda yang cukup rutin dan takpernah kami tinggalkan adalah bakti sosial. Selain karena tersedia dana dan sumber daya dari berbagai donatur, ternyata kegiatan ini juga membantu kami untuk memperkaya empati di kehidupan sosial.

Entah berapa yayasan, rumah yatim dan sebagainya yang pernah kami singgahi, hingga suatu hari kami singgah ke sebuah pantai jompo yang menempuh perjalanan hampir 2 jam. Singkat cerita, kami bertemu pihak pengelola yang sudah kami hubungi sebelumnya hingga kami bisa bercengkrama dan berkomunikasi dengan para lansia yang ada di sana.

Ada teman saya yang mengajak bernyanyi bersama, ada yang hanya mengajak cerita para lansia, ada yang membantu menyuapi seorang bapak yang sangat sepuh untuk makan, ada yang hanya duduk dan saling menatap saja dengan salah satu nenek di pojok taman dan lain sebagainya. Intinya, kami yang hadir sekitar 12 orang semuanya menyebar dan mencoba merasakan dan memberikan sedikit kebahagian yang bisa kami bagikan sebagai orang yang juga punya ibu dan ayah.

Setelah lama mengamati dan membaur dengan mereka, saya mendapati seorang ibu tua yang sedang menangis bersama teman wanita saya yang menemaninya. Saya memberi kode bertanya kenapa ibu itu menangis? 

Teman saya tadi membalas dengan kode lain kalau jangan bertanya apapun dulu, biarkan dia menangis sepuasnya dulu. Ya, kami hanya diam menunggu ibu itu selesai menangis.

Tidak lama kemudian, setelah agak tenang, beliau mulai menceritakan siapa dia. Apa latar belakangnya. Dari cerita di awal saja, kami tahu kalau beliau bukan orang biasa. 

Lebih lanjut, ibu itu menceritakan kalau anaknya ada 7 orang dan semuanya sudah sukses. Ada yang tinggal di luar negeri, kebanyakan di luar kota dan hanya satu yang ada di dalam provinsi (beda kota) dan anak itu yang paling 1-2 bulan sekali datang. 

Selama bercerita, beliau masih terus menangis meski tangisannya semakin mereda. Saya melihat ada semacam penyesalan di matanya. Ada semacam kesedihan yang mendalam yang sangat sulit untuk ia ungkapkan meski sudah bercerita banyak. 

Tentu sebagai anak, saya dan teman tadi belum sepenuhnya paham apa yang dirasakan ibu itu. Tapi jika memposisikan diri sebagai ibu (itu), maka sepertinya kami sudah mulai mengerti makna kesedihannya.

Setelah lama terdiam, akhirnya dia berkata kepada kami,

"Nak, 1 orang tua bisa menjaga, mengurus dan membesarkan 7 anaknya. Tapi, belum tentu 7 anak yang sudah dibesarkan bisa merawat meskipun hanya 1 orangtua.."

Ibu tua itu berlalu dan masuk ke dalam ruangan. Saya yang mendengar ucapan itu bersama seorang teman tadi mendadak diam membatu. Kami berdua menatap rumput kosong sesaat. Lalu kami saling menatap dan menarik napas cukup dalam. Teman saya tadi mengangguk dan mengulang pernyataan si ibu dengan lebih pelan.

"Yah, benar. Satu orang tua bisa membesarkan dan merawat berapapun anaknya, tapi 7 anakpun belum tentu bisa dan mampu untuk menjaga dan merawat satu orang tuanya.."

Kami beranjak dari tempat itu dan membawa oleh-oleh pelajaran yang sangat berharga hari itu. Ya, pelajaran itu terkadang takharus dengan penjabaran panjang lebar. 

***

Pelajaran itu terkadang datang dari siapa saja dan bahkan dengan ucapan yang singkat. Tapi yang paling penting dari sebuah pelajaran adalah, bagaimana sikap kita terkait pelajaran itu. Apakah kita akan menjadi seperti anak ibu itu? ataukah kita akan menjadi pribadi yang sebaliknya? Pada akhirnya Anda yang bisa menentukan sikap yang Anda ambil. Tapi ingat, waktu tidak akan bisa diulang dan Anda (umumnya) akan diperlakukan sebagaimana Anda memperlakukan orang lain saat ini.

Semoga bermanfaat
Salam bahagia
Be the new you

TauRa
Rabbani Motivator

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun