Mohon tunggu...
TauRa
TauRa Mohon Tunggu... Konsultan - Rabbani Motivator, Penulis Buku Motivasi The New You dan GITA (God Is The Answer), Pembicara Publik

Rabbani Motivator, Leadership and Sales Expert and Motivational Public Speaker. Instagram : @taura_man Twitter : Taufik_rachman Youtube : RUBI (Ruang Belajar dan Inspirasi) email : taura_man2000@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Jika Syarat Penderitaan "Mudah", Kenapa Syarat Bahagia "Susah"?

21 Oktober 2021   21:34 Diperbarui: 21 Oktober 2021   21:49 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang teman bercerita di sebuah grup kalau hidupnya cukup susah belakangan ini. Pekerjaan "tetapnya" hilang. pekerjaan sampingannya tidak berjalan sesuai harapan, ibunya sakit dan banyak kesusahan lainnya. Singkatnya, dia melihat hidupnya begitu susah. Teman tadi mungkin tidak sendiri. Ada jutaan orang yang bisa jadi sedang merasakan hal yang sama meski situasinya bisa berbeda. 

Teman lain bercerita kalau dia akan sangat bahagia kalau punya bla bla bla bla... cukup panjang list yang dia syaratkan untuk membuatnya bahagia. Ketika seorang teman menyela dan bertanya, apa sekarang hidupmu tidak bahagia? padahal kau tidak berada seperti teman kita yang pertama? Dia dengan yakin menjawab. "Beda bro..., standar bahagiaku berbeda dengan dia...".

Jika Syarat Penderitaan "Mudah", Kenapa Syarat Bahagia "Susah"?

Pernahkah Anda menyadari hal ini? Jika banyak orang seperti tidak punya syarat untuk mengakui posisi penderitaannya, lalu kenapa banyak orang yang seperti menyulitkan dirinya sendiri untuk bahagia? Bukankah seharusnya, jika syarat penderitaan begitu mudah kita buat, kenapa tidak kita jadikan juga syarat yang mudah untuk bahagia? Coba camkan sejenak.

Ingat, dengan membuat daftar syarat untuk bahagia, maka jangan-jangan begitu hal itu tercapai, akan muncul daftar baru lagi yang harus kembali Anda capai. Lalu pertanyaannya, sampai kapan Anda akan merasa bahagia? Apakah sampai rambut memutih, gigi rontok, tulang encok lalu Anda akan menghentikan syarat dan daftar bahagia Anda?

Saya khawatir, justru pada saat itu Anda sudah terlambat untuk berbahagia. Bahagia takperlu syarat yang panjang. Ia ada di rumah yang mewah, tapi ia juga sering hadir di rumah yang kumuh. Ia bisa hadir di istana yang luas, tapi ia juga bisa singgah di gubuk yang reok. Ia (bahagia) bisa ada di keluarga yang besar dan keturunan yang banyak, tapi ia juga bisa hadir di keluarga yang kecil, bahkan di kehidupan sebatang kara sekalipun.

Ya, bahagia itu tentang hati, syukur dan pilihan Anda untuk bahagia. Coba cek daftar syarat bahagia yang pernah Anda buat. Jadikan itu hanya sebagai "penambah" kebahagiaan yang bahkan jika takada pun takmasalah. Semakin panjang syarat dan daftar Anda, maka semakin jauh Anda dari bahagia.

Saya akhirnya bertanya ke teman yang punya banyak syarat bahagia tadi, "Dulu, Ketika melihat anakmu lahir dan sehat, apakah kau merasa bahagia..?" Dia lama terdiam sebelum akhirnya menjawab, "Ya, aku sangat bahagia. Aku gak tahu gimana rasanya ketika itu. Hatiku hanya merasa damai dan air mata tanpa terasa mengalir..". Ya, itulah kebahagian, teman. Ia takperlu syarat. Ia bersumber dari hati setiap kita. Lanjut saya singkat. Jadi, masihkah Anda punya banyak syarat untuk bahagia?

Semoga bermanfaat
Salam bahagia
Be the new you

TauRa
Rabbani Motivator

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun