Mohon tunggu...
TauRa
TauRa Mohon Tunggu... Konsultan - Rabbani Motivator, Penulis Buku Motivasi The New You dan GITA (God Is The Answer), Pembicara Publik

Rabbani Motivator, Leadership and Sales Expert and Motivational Public Speaker. Instagram : @taura_man Twitter : Taufik_rachman Youtube : RUBI (Ruang Belajar dan Inspirasi) email : taura_man2000@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Ini 3 Nostalgia Ramadan yang (Harus) Bisa Terulang

19 April 2021   22:10 Diperbarui: 19 April 2021   22:44 1288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sahur bersama adalah satu dari beberapa nostalgia Ramadan yang (harus) bisa terulang (bola.com)

Jika Anda ditanya, apa yang membuat Anda menjadi sangat merindukan masa-masa kecil di bulan Ramadan? Tentu jawabnya beragam. Ada yang rindu main petasan, karena anehnya petasan banyak di jual di Ramadan. Ada yang rindu lari-larian di Masjid dengan bebas tanpa halangan. Ada yang rindu diajak jalan-jalan menjelang berbuka bareng orang tua dan lain sebagainya.

Itu hanyalah sebagian kecil dari banyaknya nostalgia ramadan masa kecil yang mungkin pernah kita rasakan. Tapi jika ditanya, apa nostalgia Ramadan yang sangat membahagiakan dan seharusnya juga dapat diulang di generasi selanjutnya? maka ada 3 hal yang bisa kita rindukan, tapi (Insya Allah) juga bisa dilakukan lagi di generasi yang berbeda.

Baiklah, Markililede (mari kita lihat lebih dekat).

1. Berangkat Tarawih Bersama

Berangkat tarawih bersama adalah pemandangan langka di lingkungan rumah orang tua saya dulu. Ada yang ayahnya tarawih, ibunya tidak, anaknya kelayapan. Ada yang ibunya tarawih, ayahnya tidak dan anaknya tidak. Ada yang ayah ibunya tarawih, anaknya tidak. Mungkin ada juga yang berangkat tarawih bersama sekeluarga tapi luput dari pengamatan kami.

Tapi minimal, ayah dan ibuku bisa membawa kami sekeluarga (seluruh anaknya tanpa terkecuali) untuk berangkat tarawih bersama. Ini adalah momen nostalgia ramadan yang sangat saya rindukan.

Jarak rumah ke masjid kira-kira 500 meter dan kami memutuskan selalu berjalan kaki bersama. Di sela perjalanan, kami saling bercanda, tertawa dan seterusnya. Singkatnya, dalam perjalanan tarawih bersama di masjid hingga pulang tarawih adalah momen yang sulit untuk tidak dikenang dalam hidup kami sekeluarga.

Sekarang, kami semuanya sudah tinggal cukup berjauhan secara fisik meski tetap dekat secara mental. Bahkan hampir semua kami tinggal di kota yang berbeda dengan kota asal orang tua kami dengan berbagai macam alasan yang ada. Yang bisa saya upayakan tentu saja adalah menurunkan suasana ini kepada anak dan keluarga saya, generasi orang tua saya selanjutnya.

2. Sahur Bersama

Sahur bersama adalah momen yang akan selamanya saya rindukan bersama keluarga. Bagaimana tidak, kakak tidur di atas (di lantai 2), saya di bawah, tapi orang tua kami tetap mampu mengkondisikan kami semua untuk ikut sahur bersama tepat pada waktunya.

Khusus di masa kecil, orang tua saya selalu punya cara untuk membangunkan kami sahur. Mulai dari menggoda dengan menu-menu istimewa di waktu sahur, menyiapkan makanan paporit kami, hingga memberikan "insentif" untuk yang sahur penuh adalah beberapa trik yang dilakukan orang tua kami.

Hari ini, kami (anak orang tua saya) juga melakukan sahur bersama dengan tip yang dulu dilakukan orang tua kami. Hasilnya sejauh ini cukup baik, anak-anak kami juga cukup semangat dalam menjalani sahur bersama.

Ya, yang bisa kami lakukan adalah menurunkan tradisi yang baik ini sampai generasi selanjutnya untuk mengobati kerinduan ini.

3. Tadarus Alquran Bersama

Jika orang lain banyak yang melakukan tadarus (membaca Alquran sambil memperbaiki bacaannya) di Masjid, maka kami sekeluarga melakukannya bersama di rumah. Saya yang jebolan pondok selalu diandalkan untuk memperbaiki bacaan seluruh anggota keluarga.

Sayangnya, saya lebih sering kecewa, karena alhamdulillah seluruh bacaan Alquran keluarga inti saya hampir sama baiknya. Lagi-lagi di sini saya sangat kagum dengan orang tua kami. Bagaimana mungkin mereka bisa "menciptakan" anak-anak yang cukup baik membaca Alquran meski tidak semua kami bisa membaca Alquran seperti "Qori" membaca Alquran. 

Tapi minimal, untuk bacaan diri sendiri atau untuk modal mengajarkan ke anak-anak, maka saya harus mengakui kalau seluruh anak orang tua kami mampu melakukannya. Tentu itu suatu modal yang jarang dimiliki orang lain.

Yang paling membuat rindu adalah duduk bersama membentuk lingkaran dan saling menatap antar keluarga. Sungguh, bagi saya itu adalah sebuah kesuksesan yang saya bertekad akan meneruskannya juga ke anak-anak saya kelak.

***

Dalam buku saya yang berjudul G.I.T.A. (God Is The Answer), saya menulis kalau saingan terberat kita bukan lah orang-orang hebat yang ada di kantor kita. Bukan yang ada di luar sana yang kita lihat lebih baik hidupnya. Bukan juga yang lebih tinggi dan lebih kaya dalam hidup ini.

Tapi, saingan terberat Anda dan saya adalah orang tua kita yang berhasil membuat kita hingga seperti saat ini. Pertanyaannya, apakah kita mampu menjadikan anak kita jauh lebih hebat dari orang tua kita membentuk kita?

Kalau bisa, maka Anda bisa mengaku berhasil. Tapi kalau belum atau hanya "imbang" dalam semua aspek kehidupan, termasuk soal agama, maka sesungguhnya Anda belum berhasil melewati saingan terberat Anda itu dan tidak ada yang bisa Anda banggakan dalam hidup.

Jadi, coba pikirkan lagi, momen apa yang paling Anda rindukan di masa kecil dulu khususnya di bulan Ramadan? Kalau sudah tahu, duplikat dan lanjutkanlah di masa Anda sekarang untuk melepas kerinduannya.

Semoga bermanfaat

Salam bahagia

Be the new you

TauRa

Rabbani Motivator

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun