Seorang teman pernah bercerita kalau dia sudah "dimanfaatkan" oleh atasannya di kantor. Dia diminta mengerjakan banyak hal jauh di atas job desk pekerjaannya. Sialnya, masih menurutnya, dia sama sekali tidak mendapatkan kompensasi tambahan dari semua hal yang dilakukannya itu.
Singkatnya, dia merasa benar-benar "dimanfaatkan" dengan segala kemampuan yang dimilikinya. Dia mengomel, ngedumel, mengeluh dan seterusnya. Intinya, dia tidak senang dengan apa yang menimpanya itu.
Teman saya tadi pasti bukanlah satu-satunya orang di dunia ini yang merasakan hal yang sama. Di luar sana bisa jadi ada jutaan orang yang merasakan hal yang sama, baik disadari atau tidak.
Lalu pertanyaannya, burukkah kalau kita dimanfaatkan oleh orang lain? atau justru memanfaatkan (orang lain) adalah lebih baik daripada dimanfaatkan oleh orang lain?
Markililede (mari kita lihat lebih dekat).
Dimanfaatkan
Setelah lama mengomel, teman saya tadi meminta sudut pandang yang lain. Setelah diminta, saya dengan senang hati bertukar sudut pandang. Saya membukanya dengan sabda Rasul yang artinya,
"Sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain"
Sampai di sini, saya berhenti sejenak dan sepertinya tidak perlu melanjutkan lagi pembahasan karena semuanya sudah tuntas. Ya, sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain.
Jika begitu, ketika Anda dimanfaatkan oleh orang lain, dalam artian positif, maka seharusnya Anda bersyukur, karena itu artinya Anda berpotensi menjadi manusia yang terbaik.
Ingat, dalam artian positif. Ketika Anda "dimanfaatkan" untuk menjadi kurir narkoba, maka itu bukan saja buruk, tapi juga tercela. Jadi, kata kuncinya adalah dalam artian positif.
Saya lanjut bertanya ke teman tadi,