"Pahamilah orang lain dahulu sebelum Anda ingin dipahami" (Steven Covey)
Kalimat indah ini mungkin bukan satu-satunya kalimat yang meminta kita untuk memahami orang lain terlebih dahulu sebelum minta dipahami. Sederhananya begini, kita diminta untuk bersikap aktif dulu (memahami) sebelum minta dipahami (sikap aktif bagi orang lain).
Lalu pertanyaannya, mengapa begitu sulit bagi orang untuk memahami orang lain? Sebaliknya, mengapa begitu mudah bagi orang untuk menghakimi orang lain?
Kita akan sedikit mengulik mengapa hal ini terjadi. Markililede (mari kita lihat lebih dekat).
Sulit Memahami
Dewasa ini, nampaknya semakin banyak orang yang sulit memahami orang lain. Contoh sederhana, ketika dikeluarkan sebuah peraturan, maka mendadak banyak yang menjadi komentator dan kritikus. Tentu tidak masalah, karena semuanya punya sudut pandang masing-masing.
Yang menjadi keliru adalah, ketika kritikan dan seterusnya itu, dikeluarkan dan dilontarkan justru tanpa menguasai substansi isi peraturan itu. Nah, di sisi lain, ketika ada oknum yang memberikan kritik, maka ada saja yang mengartikannya sebagai ujaran kebencian, fitnah dan lain sebagainya. Singkatnya, pihak sebelah sana pun ikut latah sulit memahami dan membedakan mana yang namanya kritik dan mana yang namanya fitnah dan seterusnya.
Situasi sulit memahami ini jika terus meruncing, maka berpotensi terjadi saling curiga. Sehingga pada akhirnya sulit terbangun kepercayaan yang ujungnya akan semakin sulit tercipta ketentraman.
Lalu pertanyaannya, mengapa seseorang bisa sulit memahami orang lain? minimal ada 3 alasannya.
1. Gagal Paham
Orang yang gagal paham cenderung tidak bisa melihat situasi dengan jernih. Singkatnya, orang ini sangat mudah esmosi dan sulit memahami pikiran orang lain. Untuk mengobati dan menghindarinya, rasanya tipe orang ini harus banyak bergaul, membaca dan memperluas wawasan.
2. Mudah Emosi
Ini juga menyebabkan seseorang sering sulit memahami. Baru disampaikan sebuah gagasan, langsung esmosi. Baru diberikan kritik, langsung terbit sprindik. Singkatnya, terlalu mudah esmosi dengan situasi yang ada.
Saran untuk pribadi ini adalah bisa dengan sering berlatih emosi. Cara mudahnya bisa dengan olahraga berat, keluarkan keringat dan seterusnya.
3. Kurang Referensi
Referensi, bacaan dan pengalaman seringkali membuat orang mudah memahami orang lain. Sebaliknya, kurangnya referensi dan turunannya itu, berpotensi membuat orang sulit memahami orang lain.
Untuk itu, jika Anda seorag dokter, maka sesuaikan bacaan Anda di bidang ilmu kedokteran. Jika Anda seorang sosiolog, bagus kalau bacaan utama Anda adalah seputar sosiologi. Begitu juga jika Anda seorang pemimpin sebuah institusi atau lebih besar lagi, maka bacaan komik doraemon rasanya jauh dari ideal untuk Anda baca, kecuali memang Anda ingin menjadi pribadi yang "sulit memahami" orang lain.
Mudah Menghakimi
Jika sulit memahami sering disebabkan karena beberapa hal, maka mudah menghakimi juga demikian. Minimal ada 2 alasan kenapa orang terlalu mudah menghakimi.
1. Faktor Dislike
Ini adalah penyebab utama kenapa orang mudah menghakimi. Kalau sudah tidak suka, maka apa saja yang dilakukan orang itu selalu salah di matanya, dan muncullah "hakim-hakim" baru tanpa pengadilan.
Jadi, mari berusaha bersihkan hati dari benci dan tidak suka dengan orang lain. Semua pasti punya kekurangan. Tugas kita bukanlah memperbesar kekurangan orang, tapi saling melengkapi hingga melahirkan kekuatan.
2. Faktor Kurangnya Akhlak dan Ilmu
Takperlu kita cerita bagaimana akhlak ulama zaman dahulu. Jangankan beda guru, berbeda mazhab pun mereka masih bisa saling asah,asih dan asuh. Sekarang, jangankan beda partai, beda warna baju saja sering terjadi perkelahian dan seterusnya.
Penyebabnya apalagi kalau bukan kurangnya akhlak dan ilmu. Seseorang yang berakhlak dan berilmu, mustahil mudah menghakimi. Para ahli ilmu dan akhlak pasti akan mempraktikkan kesantunan dalam berkehidupan.
Ingat, santun bukan berarti lembek. Santun boleh saja bersikap tegas, tapi anggun. Santun juga tidak berarti gemulai. Justru semakin santun dan berakhlak pasti lebih tertib dan konstitusional dalam bertindak dan seterusnya.
***
Sekarang mari kita tunjukkan jadi telunjuk ke diri kita masing-masing, apakah kita termasuk pribadi yang sulit memahami dan mudah menghakimi? Kalau iya, maka masih ada waktu untuk memperbaiki diri.
Lalu bagaimana kalau tidak? Ya, cukup ingatkan lingkungan kita tentang beberapa hal di atas. Kalau ada yang terjangkit hal di atas, maka tugas kita adalah untuk menyadarkannya segera, sebelum semuanya terlambat.
Semoga bermanfaat
Salam bahagia